Markablee

Sudah lima belas menit perjalanan Kenzo dan Nata menuju Neo Hospital atas permintaan Nata, dan sudah selama itu juga mereka hanya saling terdiam selama perjalanan. Yang terdengar hanya deru suara mesin dan Air Conditioner pada mobil Kenzo yang menyala. Nata terlarut dalam fikirannya dan Kenzo tidak berani untuk mengusik Nata.

“Nat, udah sampe”

Lamunan Nata buyar saat mendengar suara Kenzo yang memanggilnya. Ia tersadar bahwa sepanjang perjalanan hanya memikirkan Zaffran dan bagaimana dengan kondisinya tanpa memedulikan Kenzo yang ada di sebelahnya.

“Eh iya? Kok udah sampe aja”

Kenzo terkekeh mendengar pertanyaan retoris Nata “Lo kan daritadi diem mulu, mana kerasa”

“Sorry ya kak, gue jadi nyuekin lo”

“Don't say sorry. Yuk turun”

Keduanya turun dari mobil SUV hitam Kenzo kemudian berjalan beriringan menuju IGD yang berada di gedung tiga Neo Hospital.

Sepanjang jalan raut khawatir Nata jelas tergambar di wajahnya, langkahnya sedikit tergesa dengan kedua tangan diam-diam mengepal di kedua sisi tubuhnya. Jujur saja dirinya terlalu takut saat ini untuk melihat Zaffran.

Sesampainya mereka di lorong IGD, mereka melihat eksistensi Kevlar yang sedang duduk tertunduk sendirian di jajaran kursi-kursi besi di samping ruang IGD. Kevlar menengok ke arah mereka menyadari kehadiran mereka. Nata menatapnya datar, sementara Kevlar menatapnya lelah dan penuh harap. Penampilannya saat ini benar-benar berantakan, kemeja yang ia kenakan kusut keluar dari sela-sela celananya, sudah tidak rapih lagi. Dua kancing atar kemejanya pun sudah terbuka dengan rambut acak-acakan yang menutupi dahinya.

“Nat, lo dateng” Nata berjalan mendekat ke arah Kevlar disusul oleh Kenzo di belakangnya. Nata memang tidak mengenal Kevlar secara dekat, karena hitungannya mereka baru pertama kali bertemu saat itu. Nata menyunggingkan senyum sinis nya dengan tatapan yang ia arahkan ke segala lorong ini, menyadari bahwa ternyata memang dia benar-benar tidak mengenal Zaffran sama sekali.

“Gue udah disini, gue harus apa?”

Nata berucap datar sembari menatap Kevlar jengah. Jujur saja melihat laki-laki itu membuat Nata teringat akan cerita papanya terkait apa yang sudah dilakukan Kevlar untuk menjebak mama dan adiknya. Dalam benaknya ia ingin sekali menampar wajah Kevlar berkali-kali atas perbuatan yang telah ia perbuat pada mama dan adiknya, namun Nata menahannya karena ia masih mempunyai akal sehat untuk tidak membuat keributan di rumah sakit.

“Zaffran di dalem, lo mau liat dia?”

Tawar Kevlar lemah. Nata membuang nafasnya jengah sekaligus berusaha mencari kewarasannya. Kemudian ia berjalan menuju pintu IGD dengan ragu.

“Lo masuk aja, gue tunggu disini” Kenzo berbisik yang diangguki oleh Nata sebagai jawaban kemudian dia memantapkan dirinya untuk masuk menemui Zaffran.

Setelah melakukan proses sterilisasi dan mengenakan baju khusus pengunjung IGD, netra Nata kini dapat melihat Eksistensi Zaffran yang sedang tertidur dengan banyak alat bantu yang tertempel pada badannya. Nafas Nata kembali memburu, kakinya mendadak lemas seolah tidak kuat untuk melangkah lagi. Matanya kembali memerah menahan genangan air mata yang siap terjun bebas. Dengan dua kali hembusan nafas dia memberanikan diri mendekati ranjang Zaffran dan berdiri di sampingnya.

Dilihatnya kondisi tragis Zaffran yang terbaring tak berdaya itu. Ia menatap Zaffran lamat dalam radius dua meter. Ruangan ini begitu hening yang terdengar hanya suara akat-alat medis yang membantu Zaffran untuk bertahan dengan hidupnya. Nata berjalan mendekat ia semakin dapat melihat Zaffran dengan jelas. Mulutnya di tutupi oksigen dengan berbagai macam kabel yang menempel pada dadanya. Wajahnya penuh luka dengan perban yang melilit di kepala juga bahu kanannya bahkan rambut panjang yang menutupi dahinya kini sudah tidak ada lagi akrena dipotong asal agar tidak menggangu lukanya. Dengan sisa-sisa lebam di sekitar tulang pipi dan robekan kecil di sudut bibir bawahnya, juga jahitan-jahitan yang berada di lengan kirinya. Nata meringis melihat kondisi Zaffran sekarang. Air matanya berhasil lolos, nafasnya berat. Tangannya gemetar mencoba meraih pipi Zaffran pelan untuk mengelusnya lembut. Dia tertunduk untuk melihat wajah Zaffran lebih jelas.

“Hei,” Nata berbisik pelan di telinga kanan Zaffran dengan bibir gemetar menahan isak tangis.

“H-hei ini aku, Nata. I-istri kamu” Air mata nya kembali lolos saat mengucapkan kata terakhirnya, sungguh dadanya terasa sangat sesak saat ini, nafasnya memberat dengan isak yang perlahan terdengar. Dia membutuhkan pasokan oksigen lebih agar bisa bernafas normal. Nata tidak bisa membayangkan saat-saat seperti ini. Dimana hatinya selalu berdenyut nyeri tiap kali mengucapkan kata 'istri' dihadapan Zaffran. Bahkan rasa sesak dan sakitnya bertambah berkali-kali lipat saat ia tidak mendapat jawaban apapun bahkan senyuman manis yang biasa ia lihat yang terlukis pada wajah laki-laki tampan itu.

“A-aku dateng, mas Zaffran. Ini Nata. G-gak mau sapa aku, hm?”

Nata kembali membisikan perkataannya dengan susah payah namun tak ada jawaban dari laki-laki di depannya ini, yang ia dengar hanya suara alat pendeteksi jantung yang sedang bekerja. Air matanya terus-terusan meleleh di pipinya walau ia sudah menahan sekuat mungkin. Isaknya semakin kuat dan semakin terdengar di seluruh penjuru ruang IGD ini. Kepalanya mengadah ke atas menatap langit-langit ruangan ini dengan dada yang naik turun. Nata tidak kuat lagi, ia benar-benar tidak sanggup melihat Zaffran tidak berdaya seperti ini. Hatinya seperti di hancurkan oleh tumbukan batu besar yang berkali-kali di menghantam jantungnya, hatinya pun serasa hancur berkeping-keping.

Nata terduduk dan menunduk dengan bahu naik turun dan isak tangis di setiap nafasnya. Lalu kemudian tangan kanannya meraih tangan Zaffran, di tempelkannya pada pipi basahnya, dan di kecupnya berulang-ulang.

“a-aku gak akan marahin kamu kalo kamu bangun, mas”

“A-akuu hhh- huftt” Nata mengehembuskan nafasnya pelan agar bisa melanjutkan perkataannya, Demi Tuhan rasanya kenapa bisa semenyakitkan ini? Kepalanya pening bahkan Nata hampir kehilangan katanya-katanya, tidak sanggup lagi.

“Kamu lagi mimpi apa sih? Kok nyenyak banget tidurnya?”

“Ada yang ngajak kamu pergi ya disana? Kalo iya jangan mau mas. Gak boleh, ya? Apa aku yang harus bilang ke malaikat biar gak bawa kamu pergi,hm?”

“Mas, aku kangen kamu. Aku pengen dibuatin spaghetti lagi sama kamu, aku kangen rasanya deh. Aku juga kangen di peluk kamu mas, kangen di elus-elus kepalanya sama k-kamu—”

Nata mengusap air matanya kasar meskipun air mata itu masih saja lolos di pipinya bak hujan deras yang tak kunjung reda. Ia kembali menetralkan nafasnya, kemudian memajukan badannya untuk lebih dekat dengan wajah Zaffran. Di tatapnya wajah tampan itu di usapnya pipi penuh luka dan lebam itu pelan, lalu dikecupnya pipi Zaffran lama sekali bersamaan dengan air mata yang semakin deras menetes pada pipinya. Di curahkannya semua cinta yang ia punya untuk Zaffran, rasanya kecewa dan benci ia kesampingkan ia hanya ingin mencurahkan cinta dan kasih sayang yang ia miliki hanya untuk Zaffran seorang, tanpa memikirkan apa yang terjadi sudah-sudah. Biarkan untuk saat ini Nata meminta kesempatan mencurahkan semua perasaannya pada laki-laki di hadapannya. Kemudian mengelus pipi Zaffran lembut.

“Sayang, bangun ya?” “Kamu gak mau peluk istrimu lagi, hm?” “Kamu gak kangen istri cantik kamu ini, Mas?” “Kamu tuh kebiasaan kalo di bangunin susah, hiks. Biasanya kalo aku elus-elus gini yang lama kamu langsung bangun karena kegelian. Kok sekarang enggak? Gak geli ya aku elus-elus pipi kamu gini?”

“Aku janji, aku gak bakal omelin kamu lagi. Asal kamu bangun ya,”

“Kamu mau denger sesuatu gak?”

Kata Nata masih dengan isak tangis tertahan dan dengan susah payah, kemudian ia mendekatkan wajahnya pada telinga Zaffran kemudian membisikan lembut kata-kata yang tidak pernah ia utarakan lagi untuknya. Kata yang selalu Zaffran tunggu setiap harinya. Kata sakral yang menggambarkan seluruh hatinya yang berarti ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh hatinya dan menjadikan lelaki dihadapannya ini sebagai tumpuannya serta semestanya.

“I love you, I really do”


; markablee

Zaffran membuang nafasnya kesal tatkala ia mendapat jawaban dari sang papa perihal ancamannya. Kini ia tak akan bermain-main lagi, dia akan mengeluarkan kartu as yang ia punya untuk menjatuhkan papanya. Zaffran kini sudah tidak peduli lagi, dirinya benar-benar di buat kecewa dan geram dengan sikap sang papa, apalagi papa nya kini sampai tega bermain-main dengan nyawa manusia dan berakhir melakukan percobaan mencelakai Nata, orang yang sangat ia cintai dan ingin ia lindungi.

Tak peduli jika memang nanti ia akan di cap sebagai anak durhaka. Karena nyatanya, kelakuan papa nya ini melebih kelakuan penjahat yang tidak patut dimaafkan. Bermain-main dengan perasaan orang lain, mencoba menghilangkan nyawa orang lain, dan memanfaatkan istri nya yang sakit untuk mengancam anaknya agar mengikuti semua perkataannya.

Zaffran kini sudah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju tempat yang ia tuju. Dia berniat untuk menyebarkan perihal kasus-kasus yang dilakukan oleh Liandra Corps kepada media dan pihak yang berwenang, melaporkan semua penggelapan dana, suap, dan semua perusahaan fiktif milik Liandra.

Dia sadar betul perbuatannya ini jelas akan memberikan kerugian bagi perusahaan, dirinya dan juga keluarganya. Namun hanya ini cara satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk menghentikan sang Papa. Perihal kehancuran keluarganya, ia tidak peduli. Toh, keluarganya memang sudah hancur sejak sang mama jatuh sakit dan sosok sang papa tidak lagi ia kenali.

Mobil Zaffran melaju perlahan saat ia melihat didepannya terdapat sebuah perempatan dengan traffic light yang menunjukan lampu kuning kemudian beberapa detik berganti menjadi lampu hijau yang menyala. Ia menambah kecepatan laju mobilnya hingga saat melewati perempatan itu hampir setengahnya, ia tak menyadari bahwa dari arah sebelah kanannya terdapat truk yang melaju dengan kecepatan di atas rata-rata menuju kearahnya.

Sepersekian detik berikutnya, truk itu dengan cepat menghantam sebelah kanan mobil Zaffran dengan keras hingga mobil Zaffran terseret sejauh 10 meter ke samping lalu berputar sampai pada akhirnya menabrak pembatas jalan.

Peristiwa itu terjadi dalam hitungan detik, Zaffran bahkan tidak dapat merasakan apapun saat itu. Telinganya berdenging dan hantaman truk tersebut seperti sebuah adegan slow motion di matanya. Dia dapat melihat jelas pecahan kaca yang berhambur keluar dan masuk ke dalam mobilnya. Dia bahkan dapat melihat pemandangan didepannya bergerak cepat memutar dan bahkan teriakan orang-orang disekitarnya yang memekik secara bersamaan.

Bersamaan dengan itu bayangan wajah Nata terlintas di benaknya, bagaimana wajah itu tersenyum cerah dihadapannya kemudian bayangan bagaimana gadis itu tertawa dengan mata sipitnya. Zaffran seketika tersenyum dengan mata mengerjap memandang bayangan itu sampai pada akhirnya semua bayangannya memutih dan dengungan telinganya semakin mengeras lalu setelah itu yang ia lihat hanya kegelapan bersamaan dengan dengungan yang perlahan menghilang bersamaan dengan kesadarannya.


“Mas Zaffran”

Zaffran mengerjap kala Ia mendengar namanya di panggil oleh suara yang sangat ia kenali. Perlahan kemudian dia membuka matanya. Di dapati dirinya berada di taman bunga dengan pemandangan wajah cantik Nata di atasnya.

Dia mengedarkan pandangannya, di dapati dirinya sedang tertidur nyaman di kedua paha Nata dengan Nata tersenyum lembut menatap Zaffran yang sedang mengerjapkan matanya.

Zaffran perlahan bangun. Di tatapnya sekali lagi sekelilingnya. Benar, ia sedang berada di taman bunga kali ini bersama Nata di hamparan rumput hijau yang dikelilingi bunga matahari di sekitarnya dengan beralaskan kain bercorak kotak berwarna cream dan berbagai makanan serta buah-buahan di sekitarnya.

Sosok cantik di hadapannya juga tak luput dari pandangannya, di tatapnya Nata yang sedang menatapnya dengan senyum merekah yang terlukis di wajah cantiknya. Zaffran enggan melepaskan pandangannya pada sosok perempuan yang amat ia cintai itu. Nata kini tampak terlihat cantik dengan balutan gaun putih dan rambut yang dia ikat setengah dan setengahnya lagi dia biarkan terurai menyentuh bahunya.

Zaffran meraih kedua pipi Nata menatapnya lamat

“Nata” Zaffran masih menatap lekat mata Nata tatkala ia memanggil namanya dengan sangat lirih, disertai pula semburat penyesalan dan mada kekecewaan di dalam suaranya.

“Nata, maafin aku” suaranya bergetar hampir terisak, sementara yang di tatap masih menyunggingkan senyum manis dan bahagianya. Zaffran tertunduk menyembunyikan isak dan air matanya.

“Nata, maaf. Maaf”

“Mas Zaffran kalau mau minta maaf. Minta maaf langsung”

Zaffran tertegun mendengar pernyataan Nata di tatap nya wajah lembut yang masih menampakan senyumnya di wajah cantiknya. Jujur saja, Zaffran saat ini tidak mengerti apa yang sedang Nata katakan.

Memang selama tidur tadi ia memimpikan mimpi yang buruk, mobilnya di hantam truk saat ia sedang menyetir dan ternyata ia membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di taman indah ini bersama sang puan.

“Maksudnya?”

“Mas Zaffran harus bangun dulu buat minta maaf secara langsung sama aku”

“Bangun Mas”

Zaffran mulai membaca situasi nya lalu menggeleng ia menggenggam tangan Nata yang masih tersenyum itu erat kemudian mengecupnya berkali-kali.

“Enggak, aku gak mau bangun. Kamu masih marah sama aku disana, aku mau disini aja.”

Nata masih tersenyum dan menarik tangannya untuk ia lepaskan dari genggaman Zaffran kemudian mengusap puncak kepala Zaffran pelan lalu berpindah mengusap rahangnya pelan pula.

“Mas bangun ya”


; markablee

Tiga puluh menit sudah Kenzo menunggu Nata di depan gedung Apartemennya sendiri. setelah ia mengirim pesan pada Nata dan mengetahui bahwa Nata sedang bersiap-siap pria itu terus memandangi pintu masuk apartemen Bougenvill miliknya menunggu sosok cantik Nata keluar dari situ.

Senyumnya terukir saat melihat sosok yang ditunggu terlihat sedang berjalan dari arah lobby menuju keluar, namun semakin terlihat sosok itu di matanya, bibir Kenzo yang semula menyunggingkan senyum perlahan menghilang di ganti ekspresi datar dengan tatapan sayu nya. ia melihat Nata tersenyum namun sorot matanya tidak menunjukkan kebahagiaan. sorot matanya menunjukkan rasa elah, kecewa dan kesedihan. Kenzo tahu benar bahwa Nata masih memikirkan kejadian yang menimpanya beberapa hari belakangan ini. Ia menghembuskan nafas pelan untuk menetralkan perasaan hatinya, seakan ikut merasakan sakit yang Nata rasakan. Namun saat ini dia hanya bisa menjadi teman yang baik untuk Nata, berusaha sebisa mungkin selalu berada di sampingnya, dan mencoba untuk menghibur hati Nata walau hanya sebentar.

Dia menyunggingkan senyumnya sebelum keluar dari dalam mobilnya untuk menyapa Nata. Kenzo bersandar di pintu mobilnya dengan senyum yang terukir dan mata yang terus menatap Nata yang masih berada di seberang jalan. Dia melambaikan tangan menyapa Nata yang di balas dengan senyum hangat milik gadis itu.

Nata tersenyum membalas lambaian tangan Kenzo kemudian lanjut berjalan menghampiri Kenzo yang berada di seberang jalan. Setelah di rasa jalanan sudah sepi Nata melanjutkan langkahnya untuk menyebrang jalan menghampiri Kenzo. Namun tanpa ia sadari mobil hitam melaju dengan kencang dari utara tempat dimana ia sedang menyebrang. Mata Kenzo terbelalak saat melihat mobil hitam itu semakin mempercepat lajunya tanpa memperdulikan di depannya ada Nata yang akan menyebrang jalan.

“NAT!!”

***

Zaffran mengemudikan mobilnya dengan terburu-buru menuju Apartemen Bougenvill tempat dimana Nata tinggal sementara, setelah ia mencoba mengubungi Nata lewat imess dan dm twitter namun tidak aja jawaban dari Nata, sebisa mungkin ia sampai di tempat itu tepat waktu. dia harus sampai tepat waktu agar rencana Hanjaya dan Kevlar tidak berjalan dengan baik.

“semoga gue gak telat.” “Tuhan lindungi Nata~”

Mulutnya terus saja merapalkan doa dan harap kepada Nata agar gadisnya itu dilindungi oleh Tuhan. Sejak kemarin, Sejak Hanjaya mengancamnya lewat pesan, Zaffran langsung memikirkan keselamatan Nata. Pasalnya, Hanjaya tidak pernah main-main dengan ancamannya, dia memang bisa melakukan apa saja untuk meraih semua tujuan dan keinginannya.

Zaffran menghentikan mobilnya ketika ia melihat Nata sudah berada di sisi jalan akan menyebrang, kemudian Zaffran memarkirkan mobilnya sejauh 500 meter dari apartemen tersebut dan bergegas turun untuk menghampiri Nata.

Namun baru saja sampai pada langkah kelima, Zaffran melihat sebuah mobil hitam melaju kencang melewati mobilnya. Akal sehatnya merujuk pada satu nama, Kevlar. Benar mobil itu adalah mobil orang suruhan Kevlar untuk menyelakai Nata atas perintah Hanjaya, ayahnya sendiri.

Nafas Zaffran memburu kemudian berlari kencang ke arah Nata sambil meneriaki namanya.

“NATA! AWAS!!”

Namun sepertinya Nata tak mendengar teriakannya, larinya semakin kencang. ia kerahkan semua tenaga yang ia punya pada kakinya, berharap ia cepat sampai dan meraih Nata untuk mejauh dari situ.

BRUK

Belum sempat langkahnya sampai pada Nata, seseorang lebih dulu meraih Nata dengan cepat dan menarik tangan Nata ke arah kiri dengan kencang. Membuat keduanya jatuh tersungkur mencium aspal. Sementara mobil hitam tersebut masih terus melaju hingga wujudnya tak terlihat oleh mata.

Zaffran menghentikan larinya saat melihat Nata berada di dalam dekapan orang lain, yang menolongnya. Nafasnya memburu dan dadanya terengah, peluhnya menetes membanjiri dahi dan juga wajahnya. Egonya ia kesampingkan saat melihat Nata di peluk oleh pria lain, di fikirannya yang terpenting saat ini hanyalah Nata yang selamat dari bahaya yang hampir menimpanya barusan.

ARGH

Kenzo meringis saat dirasa punggung dan kedua lengannya terasa perih akibat menghantam aspal. tangannya masih mendekap Nata dalam dekapannya, saat tersadar dia mencoba berusaha bangun dan disusul Nata setelah itu. “K-kak”

“Nat, lo gak papa?” Nata menggeleng kemudian menatap Kenzo yang sedang mengecek kedua lengan dan sikutnya, terdapat goresan aspal di lengan kanan nya dan di siku kirinya. Nata meringis kemudian meraih kedua tangan Kenzo untuk diperiksanya.

“Kak, tangan lo luka”

“Gak papa, Nat. luka kecil. lo beneran gak papa? Gak ada yang luka?”

Nata kembali menggeleng menjawab pertanyaan Kenzo, jujur diirnya masih agak sedikit shock saat ini. bagaimana tidak, dia hampir saja kehilangan nyawanya. Kalau saja tidak ada Kenzo, Nata tidak tahu besok ia masih bisa melihat dunia atau tidak.

“Gue gak papa kak, itu lo yang luka, kita kerumah sakit ya?”

Kenzo menggeleng kemudian tersneyum dan menghembuskan nafas lega. “luka kecil doang Nat ga perlu ke rumah sakit” “yang penting lo gak papa”

Hati Nata menghangat mendengar pernyataan Kenzo. Laki-laki itu tidak pernah berubah dari dulu, batinnya. Ia masih tetap memperhatikan Nata sama seperti saat mereka masih menjalin hubungan dulu, dan hati Nata masih tetap menghangat kala ia mendapat perlindungan dan perhatian dari Kenzo.

“Kalo gitu kita masuk, kita obatin luka lo”

“Gak jadi sarapan aw-” Nata menepuk pundak Kenzo pelan saat laki-laki itu masih sempat memikirkan agenda sarapannya disaat seperti ini, padahal dia sendiri sedang terluka dan mengeluarkan darah. Bisa-bisanya dia tidak bisa merasakan kekhawatiran Nata saat ini.

“Masih sempet-sempetnya mikirin sarapan, lo luka gini kak” Kenzo terkekeh kemudian bangkit dari duduknya dan tangannya terulur membantu Nata untuk berdiri, ia tahu kaki Nata bahkan masih lemas dan belum kuat untuk berdiri saking shock-nya.

“Kayaknya lo yang harus di tenangin dulu deh, kaki lo masih gemeter gitu.”

“Gimana gak gemeter, gue hampir meninggal” Jawab Nata ketus lalu ia meraih tangan Kenzo dan mencoba berdiri meskipun kakinya masih lemas. Kenzo memegang lengan Nata menjadi penopang tubuh Nata.

“Bisa?”

Nata mencoba beridiri tegak di atas kedua kakinya sendiri lalu mengembuskan nafas pelan dan beralih memegang lengan kenzo dengan tangan yang masih bergetar, Kenzo tersenyum kemudian langsung meraih tangan Nata untuk di genggamnya.

“Pegangan sama gue lo masih shock” Nata mengangguk kemduian memegang jemari Kenzo erat.

“Kita naik dulu, lo minum dulu sekalian gue obatin luka gue. Gue boleh masuk?”

“Boleh lah, itu kan unit lo”

“Yaudah yuk,”

“Mobil lo?”

“Bentar”

Kenzo memanggil salah satu security gedung dan menyerahkan kunci mobilnya untuk dimintai tolong memarkirkan mobilnya di basement dan kemudian menitip pesan untuk kuncinya di titipkan saja di receptionist, security tersebut mengangguk paham. setelah mengucapkan terimakasi, Kenzo menuntun Nata untuk naik ke unitnya.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata menatap mereka dalam diam, dan kemudian ikut berbalik kanan setelah dua orang yang di tatapnya berjalan menjauh dari pandangannya. Kali ini, untuk pertama kalinya Zaffran merasa kecil karena orang lain.


; markablee

Zaffran melajukan mobilnya diatas rata-rata setelah ia mendapat pesan dari Nata. Fikiran negatif hinggap di benaknya. dia takut terjadi sesuatu pada Nata, apalagi tidak biasanya Nata menyuruh Zaffran untuk pulang cepat. Biasanya Nata selalu sabar menunggu Zaffran pulang walaupun ia sedang lembur.

Di sisi lain, permintaan mendadak Nata juga sedikit membuat hatinya was-was, dan merasa akan ada sesuatu hal besar yang akan terjadi saat bertemu Nata. Namun semuanya ia tepis jauh-jauh, yang terpenting saat ini adalah dia sampai rumah dengan cepat untuk memastikan Nata baik-baik saja.

Sesampainya di teras rumah, Zaffran segera menarik rem tangan mobilnya kemudian ia turun dan langsung memasuki rumah dengan tergesa guntuk mencari keberadaan 'istrinya'

“Nat?” Dia berlari kecil menaiki anak tangga rumahnya dengan memanggil Nata sedikit berteriak. Dia membuka pintu kamarnya tetapi tidak mendapati Nata berada disana. Lalu ia berbalik arah menuruni anak tangga masih sambil memanggil nama Nata.

“Kamu dimana Nat?”

“Disini” Zaffran berbelok menuju arah dapur dan benar saja dia mendapati Nata sedang berdiri membelakanginya menghadap kitchen bar dengan tangan menyilang. Zaffran tersenyum lega lalu berjalan menghampiri Nata.

“Aku cari kamu kemana-mana”

Nata berbalik menatap Zaffran, namun bukan tatapan seperti biasanya yang Zaffran dapatkan. Melainkan tatapan dingin dan datar serta sorot kemarahan dan kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. Senyum Zaffran luntur seketika, ia berjalan mendekati Nata dan mencoba menyentuh bahu gadisnya, namun ia tersentak saat Nata menepis tangannya dengan sedikit kasar.

“Nat, kamu kenapa?”

Bukan jawaban yang Zaffran dapatkan namun lemparan dua buku nikah yang ia dapatkan. Zaffran terkesiap melihat perilaku Nata. Kepalanya sudah memikirkan hal yang ia takutkan. Tidak, dia tidak siap apabila Nata mengetahui sandiwara ini. Dia tidak siap dibenci oleh perempuan di hadapannya. Dia tidak siap untuk hancur terlalu awal.

“N-nat?”

“Kamu punya waktu 5 menit buat jelasin semuanya ke aku”

Zaffran menutup matanya sejenak saat mendengar perkataan uag keluar dari mulut Nata. Nada bicaranya pun tak lembut dan riang seperti biasanya, nada bicara itu berubah menjadi dingin dan datar, seolah yang di hadapannya ini bukan Nata yang ia kenali.

“Jelasin apa?” Sebisa mungkin Zaffran mengatur ekspresi nya agar terlihat tenang dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa saat ini, ia akan menganggap saat ini hanyalah pertengkaran kecil dengan Nata karena kesalahpahaman dan akan berakhir baik beberapa menit kedepan.

“Sekarang kamu gak perlu pura-pura lagi sama aku Mas. Aku udah tau semuanya”

Nata masih menatap lurus kedepan, mata tajamnya menembus netra Zaffran, perkataan dinginnya juga seakan menusuk ulu hati Zaffran. Degup jantung Zaffran kini lebih cepat dari biasanya, ketakutannya sudah di depan mata.

“Kamu bukan suami aku. Gak pernah ada pernikahan di antara kita.”

Hati Zaffran bagai di hantam petir kala itu, matanya mengerjap pandangannya tak teratur ke segala arah, dadanya sudah begemuruh, sesak sudah menjalar. Ketakutan Zaffran benar-benar terjadi, akhirnya Nata mengetahui semua sandiwaranya, dan sebentar lagi dia akan kehilangan perempuan yang ia anggap berharga di hadapannya ini.

“K-kamu tau darimana?”

“Masih berani kamu nanya kayak gitu Zaffran?”

Nada ketus Nata semakin merobek sanubari Zaffran. Ia mencoba meraih tangan Nata untuk di sentuhnya, namun hanya tepisan kasar yang ia dapatkan.

“Nata, maaf aku-”

“Kamu pikir aku mainan Zaff? Kamu pikir aku boneka yang gak punya hati? Kamu anggap apa perasaan aku ini Zaff, lelucon?”

“Bahan lawakan kamu sama keluarga aku, iya?”

“Nat, gak gitu”

“GIMANA?”

Nada bicara Nata naik satu oktaf, emosi tergambar jelas dari sana. Dia menatap Zaffran nyalang lalu melangkah keluar dari dapur untuk menuju ruang keluarga dan menghampiri pigura-pigura besar dengan foto pernikahan palsu mereka yang tertempel di sana.

Dengan dada bergemuruh Nata mencoba meraih satu pigura paling besar yang ada disana, menatap foto yang menunjukan dirinya dengan Zaffran yang sedang berpelukan dan tersenyum tanpa melihat kamera, yang ia sadari foto tersebut hanya rekayasa.

PRANG

Dengan emosi dan amarah yang memuncak Nata melempar pigura besar itu ke lantai hingga membuat kaca pigura tersebut pecah berkeping-keping. Zaffran sangat terkejut dan tidak tahu harus bereaksi apa saat melihat kemarahan Nata.

“Nat!”

“Ini palsu” dia menunjuk foto di dalam pigura yang sudah pecah tersebut, lalu berjalan mengambil dan memecahkan pigura lain.

PRANG

“Ini juga palsu”

PRANG

“ini palsu”

PRANG

“SEMUANYA PALSU ZAFFRAN!!”

Tanpa tersadar air mata lolos dari kedua pelupuk mata Nata. Zaffran hanya terdiam melihat kemarahan Nata, matanya memerah, rahangnya mengeras menahan sesak, kedua tangannya pun mengepal. Dia memang sudah mengira Nata akan semarah ini tetapi hatinya sungguh sangat tidak siap menerima kemarahan Nata, sakit sekali.

Nata mengusap kasar air mata yang jatuh di pipinya, dia tidak mau terlihat lemah di hadapan Zaffran, kemudian menatap Zaffran lagi.

“Pembohong!”

“Aku dengan susah payah nerima kenyataan saat tiba-tiba seseorang dateng dan ngaku-ngaku jadi suami aku. Aku pikir dulu aku yang sakit, ketika aku denger kalau aku kena amnesia dan berujung gak bisa inget pernikahan sendiri. Aku pikir aku yang egois karena lebih milih pendidikan ku daripada kehidupan pernikahan dan suamiku sendiri. Tapi ternyata semua itu cuma karangan kamu, Zaff? Hasil diagnosis amensia ku juga ternyata palsu. Itu bagian dari rencana kamu kan?”

“Nat, aku gak-”

“Diem! Kamu diem. Kesempatan kamu buat jelasin semuanya udah gak berlaku lagi.”

Zaffran semakin sesak ketika ia tak diberikan kesempatan oleh Nata untuk bebricara, matanya semakin memerah, ekspresi wajahnya sudah pasrah atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Kini dia harus memikul semua kemarahan Nata.

Kali ini Nata tidak bisa mengontrol air matanya yang semakin deras turun menghujani pipinya. Tak peduli Zaffran akan menganggapnya lemah atau apapun itu, hatinya sudah teramat sakit sekali, seperti di tusuk oleh beribu-ribu jarum secara bersamaan.

“Dan bahkan buku nikah itu palsu. Kamu niat banget Zaff mau bohongin aku, hm?” “Dapet apa kamu? Dapet apa dari sandiwara ini?”

*“Kamu mau bikin aku hancur kan? Kalo itu emang tujuan awal kamu. Kamu udah berhasil Zaffran. Kamu udah bikin aku hancur.”*

“Aku gak ada niatan sedikitpun buat hancurin kamu Nat,” Zaffran menatap Nata lirih dia mengatakan kalimatnya dengan bibir bergetar, satu tetes air mata lolos jatuh ke pipinya. Demi Tuhan, tidak ada yang bisa menghancurkan dia sehancur ini selain tangisan dan kemarahan Nata.

“Zaffran, aku udah berusaha menjalankan tugasku dengan baik. Menjalankan kewajiban ku dengan baik sebagai istri kamu. Bahkan aku udah mulai jatuh ke kamu, aku jatuh ke kamu Zaffran. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Tapi ternyata semua perhatian, cinta, dan kasih sayang yang kamu kasih ke aku itu semuanya palsu”

Zaffran menggeleng cepat menyanggah pernyataan Nata. Dia berusaha menggenggam tangan Nata meskipun tak ada hasil.

“Enggak Nat, enggak. Perasaan aku ke kamu, cinta yang aku kasih ke kamu itu tulus Nata, gak ada kebohongan di dalamnya”

“Pembohong ulung. Aktor terbaik. Hebat ya” Nata bertepuk tangan sarkas mendengar jawaban Zaffran.

“Bahkan ketika aku udah tau semuanya kamu masih memainkan peran kamu? Wah~”

“Enggak, Nat. Aku cinta kamu. Aku sayang kamu, tulus. Percaya sama aku Nata, aku mohon”

“Udah cukup semuanya Zaffran. Kamu udah berhasil dapetin tujuan kamu kan? Tujuan kamu ngeliat aku hancur kan? Meskipun aku gak tau apa salahku sampai-sampai aku dipermainkan sedemikian rupa. Emang aku nya aja yang bego, aku yang dungu karena dengan gampang nya percaya sama kata-kata manis kamu”

“Nat, please”

“Sekarang kamu udah berhasil kan?” “Kamu udah berhasil dapetin apa yang kamu mau kan? Kehancuran aku.” Zaffran menggeleng lemah.

“drama nya udah selesai. Aku pergi.”

Nata melangkah keluar dari rumah itu dengan tergesa, Zaffran masih memanggil manggil namanya dengan berusaha menahan Nata agar tidak pergi.

“Nat, nata please jangan pergi, Nat”

“Nata aku cinta kamu Nata, jangan pergi aku mohon”

“Lepasin!”

Zaffran kacau, dia masih menggenggam tangan Nata dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya, dia menatap mata Nata penuh harap, berharap agar perempuan itu tidak pergi, dia terus memohon kepadanya agar tetap berada disini dan memaafkannya.

“Nata aku tau perbuatan aku ini ga bisa dimaafkan, tapi aku mohon Nat, jangan tinggalin aku, hiks N-Nat aku gak bisa kalo gak ada kamu. Aku hancur Nat. Nata please I love you so much. Please stay, please hiks”

“Zaffran lepasin!”

Zaffran menggeleng kacau, tangannya semakin erat menggenggam kedua tangan Nata, di ciuminya kedua tangan itu dengan air mata berderai. Di bawanya kedua tangan Nata di depan dadanya ia mendekap tangan itu seolah benar-benar tak mengizinkan Nata pergi darinya.

“Enggak, enggak. Aku gak akan lepasin kamu. Jangan pergi, Nat aku gak bisa tanpa kamu”

Nata menatap ke segala arah menyembunyikan air matanya, hatinya semakin tersanyat melihat Zaffran sekacau ini, ada perasaan tak tega hatinya namun ia harus tegas, dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Zaffran. Fakta bahwa Zaffran membohongi nya masih berputar jelas di kepalanya, dan Nata paling membenci itu.

“Nata, sayang.. kamu gak boleh kemana-mana, gak boleh. Nanti siapa yang peluk aku tiap malem, siapa yang ngelus kepala aku tiap mau tidur. Nata aku cinta kamu, jangan pergi, Nat. Jangan. Aku mohon. Aku gak mau sendiri, aku gak mau gak ada kamu, please stay.”

Zaffran terus merapalkan kata jangan pergi sambil menciumi kedua tangan Nata. Dia tidak bisa membayangkan sehancur apa dunianya apabila Nata pergi. Bisa apa dia jika Nata pergi. Nata, dunianya yang paling berarti untuknya, tidak boleh pergi. Kalau dunianya pergi dia hancur. Sebisa mungkin apapun itu ia berusaha untuk membuat Nata tetap disampingnya.

Namun dadanya semakin sesak ketika Nata dengan keras berusaha melepaskan tangan dari genggamannya, kini tangan nata benar-benar terlepas dari genggamannya dan perempuannya ini berlari keluar meninggalkan dia menangis seorang diri di depan pintu. Zaffran terduduk menangis tangannya mengepal memukul dadanya yang terasa sesak berharap sesak itu berkurang. Dia berteriak pilu kemudian menunduk menjambak rambutnya sendiri. Matanya terpejam dengan air mata yang masih terus menerus menetes di pipinya.

Nata benar-benar pergi meninggalkannya. Dunia Zaffran kini benar-benar hancur. Tidak ada lagi senyum cerah Nata yang menyambut pagi harinya, tidak ada lagi rengekan manja Nata saat menelpon hanya untuk menanyakan kapan dia akan pulang. Tidak ada lagi pelukan dan usapan hangat dari tangan lembut Nata. Tidak ada lagi suara lembut yang menenangkannya saat ia sedang kalut. Tidak ada lagi hangat di hidupnya. Tidak ada lagi warna di hidupnya.

Kini pusat dunianya pergi, semesta nya pergi, pelanginya pergi bersama dengan langkah Nata yang menjauhi pekarangan rumahnya.


; markablee

Sudah 30 menit berlalu ketika Nata turun dari taksi online yang ia tumpangi dari rumahnya menuju Kantor Catatan Sipil di wilayah Jakarta Selatan. Dia hanya terdiam menatap bangunan besar di depannya dengan hingar bingar orang-orang yang masuk berlalu lalang, berdiri di tempat ia diturunkan oleh taksi online yang ditumpanginya.

Ada sedikit keraguan di benaknya untuk memasuki gedung itu. Terlalu banyak spekulasi dan pertanyaan yang bersarang dibenaknya saat ini. Dan dari semua itu jauh dari dalam hatinya dia berharap bahwa semua yang ada di kepalanya itu hanya sebatas ada di kepalanya, dan tidak pernah menjadi sebuah kenyataan.

Dirinya kini terlalu takut untuk memasuki gedung itu seorang ini. Dia memang tidak mengatakan apapun pada Zaffran perihal kegundahan nya akhir-akhir ini dan berusaha bersikap seperti biasanya. Namun Nata bukan pembohong ulung, seberusaha apapun dia untuk berpura-pura tapi mata dan gerak-geriknya tak bisa bohong. Zaffran sempat merasakan perbedaan dari sikap Nata akhir-akhir ini namun di tepis keras oleh Nata untuk meninggalkan kecurigaan. Pun perihal dia mendatangi instansi ini juga dia tidak memberitahu Zaffran. Yang Zaffran tau istrinya sedang berdiam dan bersantai di rumah sambil menonton televisi. Padahal kenyataannya sang istri sedang berdiri kebingungan di depan kantor catatan sipil demi mencari pembenaran sekaligus -harapannya- mencari sangkalan atas semua yang ada di pikirannya.

Akibat dia tidak kuasa untuk memasuki gedung itu sendiri, maka dia putuskan untuk menghubungi Kenzo. Nata pikir Kenzo dapat membantu dan menemaninya. Di samping ia berpikir bahwa tak mungkin ia ceritakan semua pada Jiro dan mama serta Ajeng yang sedang berada di luar kota dan sepertinya sedang tidak memiliki mood yang bagus untuk membantu dirinya. Maka satu-satunya harapan yang bisa ia andalkan adalah Kenzo.

20 menit berlalu. Kenzo tak juga menunjukan batang hidungnya, Nata melirik ponselnya kembali, mulai berpikir apakah dia harus masuk sendiri kedalam atau kembali saja memesan taksi online dan pulang ke rumah. Sebab dia sendiri masih tidak terlalu yakin untuk datang ke sini, ego dan pikiran pendek nya yang membawa ia sampai sini. Namun belum sempat ia berbalik arah seseorang menepuk pundaknya pelan dan memanggil namanya.

“Nat,” Nata menoleh ketika mendapati Kenzo sudah berdiri di sampingnya dengan kemeja putih panjang bergaris dengan celana jeans yang sobek di bagian lututnya. Rambutnya ia biarkan menutupi dahi dan hampir mengenai matanya. Nata sempat terkesiap melihat penampilan Kenzo pagi ini namun dengan cepat ia peroleh kembali kesadarannya.

“Kak”

“Lo, ngapain kesini?”

“Gue juga gak tau ngapain gue kesini kak”

Nata menjawab lemah pertanyaan Kenzo. Kenzo mengernyit, tebakannya benar Nata sudah mulai ragu dengan pernikahannya namun sayangnya ia tidak punya cukup keberanian untuk menerima kebenaran.

“Lo udah mulai ragu kan sama pernikahan lo?”

Nata terdiam tak menjawab. Kenzo mengerti ada ketakutan di benak Nata saat ini, pun dia juga tidak bisa menerima kalau saja ketakutan yang ada di kepalanya ini benar-benar terjadi dan berujung membuat ia kecewa karena mengetahui fakta bahwa benar ia di bohongi oleh keluarga bahkan sahabat dekatnya sendiri.

“Nat, gue pernah bilang ikutin kata hati lo kan?”

“Ayo, kak temenin gue masuk.”

“Gue mau tau akta perkawinan gue sama Zaffran ada gak di catatan sipil”

Kenzo sedikit terkesiap, ia menatap Nata yang juga sedang menatapnya. Terlihat keraguan dan ketakutan di dalam sorot matanya, hatinya sedikit tertekan saat ia merasakannya. Perlahan tangannya memegang bahu Nata.

“Nat, listen. Apapun yang lo dapet dari dalem, itu adalah kenyataannya dan jangan pernah lo merasa bersalah dan menganggap ini semua kesalahan lo, karena bukan lo yang salah disini”

Nata mengangguk kemudian menarik nafasnya pelan lalu melangkah memasuki gedung instansi tersebut disusul oleh Kenzo di belakangnya.

“Halo, selamat pagi ada yang bisa kami bantu?”

“Saya mau tanya akta perkawinan atas nama Renata Larasati dan Zaffran Annar Liandra terdaftar disini gak ya mbak?”

“Mohon maaf ada keperluan apa Bu?”

Nata terdiam menatap Kenzo bingung menjawab apa, lalu dengan sigap Kenzo menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh petugas pelayanan itu.

“Saya kuasa hukum ibu Renata Larasati, kami ingin memastikan semua dokumen perkawinannya karena diduga dokumen yang saat ini di pegang ibu Renata itu dokumen palsu, jadi kami ingin memastikan”

Nata menoleh cepat ke arah Kenzo kedua alisnya mengernyit tidak setuju dengan alibi yang dikatakan Kenzo kepada petugas pelayanan. Kenzo hanya mengangguk pelan meyakinkan Nata.

“Apa akta yang di miliki ibu Renata di bawa?”

“Tidak saya bawa, Bu”

“Kalau begitu sebentar saya cek dulu ya” Nata dan Kenzo mengangguk sambil memperhatikan petugas pelayanan yang sedang mengecek data dengan penuh harap.

“Mohon maaf Pak, Bu apa boleh saya tau nomor akta nya berapa? Karena tidak ada akta perkawinan yang terbit atas nama Renata dan Zaffran atau mungkin ibu bisa menyebutkan NIK nya untuk saya cek ulang”

Ekspresi Nata berubah seketika saat mendengar penuturan petugas pelayanan, jantungnya berdenyut dan berdegup kencang saat ini, pupil matanya melebar tak percaya, bingung untuk memberikan respon apa kepada petugas pelayanan.

“Bu, maaf?”

“Nat,”

Suara petugas pelayanan dan Kenzo berhasil membuyarkan lamunannya, matanya mengerjap kemudian dia berdehem dan meminta maaf kepada petugas pelayanan, lalu dia menyebutkan Nomor Induk Kependudukan miliknya sambil memperhatikan petugas itu yang sedang mengetikan apa yang diucapkannya.

Ekspresinya penuh harap saat ia selesai menyebutkan Nomor Induk Kependudukan miliknya kepada petugas pelayanan untuk di cek. Dan seketika bahunya merosot lemah saat dia melihat petugas pelayanan itu menggeleng dan mengatakan bahwa tidak ada akta perkawinan atas nama Renata Larasati dan Zaffran Annar Liandra yang tercatat di dinas kependudukan dan catatan sipil di sana dan status dari Nomor Induk Kependudukan Nata juga tertulis lajang, artinya tidak ada pernikahan yang terjadi antara Nata dan Zaffran.

Kepala Nata seketika pening, dia terdiam sejenak untuk mencerna semuanya. Bahkan perkataan petugas pelayanan yang memberikan saran untuk memeriksa ke Kantor Urusan Agama di kecamatan tempat ia mendaftarkan pernikahannya pun tidak ia dengar.

Seketika pikirannya melayang dan tertarik pada bayangan masa-masa dimana Zaffran yang tiba-tiba menghampirinya di bandara dan mengaku sebagai suaminya. Bagaimana ia melihat foto-foto pernikahannya dengan Zaffran serta buku nikah yang ditunjukkan Zaffran kepadanya. Bagaimana sang mama, sang adik, dan sahabatnya itu memberikan keyakinan kepadanya seolah-olah pernikahan itu benar terjadi. Bagaimana mereka semua yang ia percayai memainkan peran dengan sangat apik sampai-sampai Nata percaya begitu saja dan tak terfikir untuk memeriksa semua keaslian dokumen tersebut. Nata merasa dirinya sangat amat bodoh dan amat bersalah kepada dirinya sendiri karena berhasil di bohongi oleh seorang Zaffran.

“Nat, hei” “Nat, are you okay?”

Kesadarannya kembali saat tangan kekar Kenzo menepuk pundaknya, dia mengerjap lagi dan menyadari bahwa dirinya dan Kenzo kini sudah berada di dalam mobil Kenzo. Bahkan Nata tidak sadar ketika Kenzo menariknya untuk keluar dari gedung instansi itu dan membawanya masuk menuju mobil milik Kenzo.

“Nat, are you okay?” Kenzo mengulangi pertanyaannya kepada Nata. Nata terdiam lalu menggeleng lemah.

“Kak” Nata memanggil Kenzo lirih seakan ia tak memiliki tenaga lebih untuk sekedar berbicara.

“Barusan petugas pelayanannya bilang kita bisa cek ke kantor KUA tempat lo sama Zaffran daftarin pernikahan kalian karena bisa aja pegawai KUA belum daftarin akta perkawinan kalian ke catatan sipil. lo tau dimana? Kita bisa cek sekali lagi buat mastiin, Nat”

Nata menggeleng lemah lalu mengusap wajahnya gusar.

“Tapi gak mungkin kan KUA bisa lupa daftarin ke catatan sipil selama 4 tahun?” Kenzo terdiam lagi-lagi.

“Kita coba pastiin dulu, Kita ke KUA di kecamatan rumah lo, ya?” Nata menatap Kenzo lama setelah kemudian mengangguk menyetujui saran dari Kenzo. Dengan segera Kenzo menancapkan gas nya menuju KUA di daerah rumah Nata.

***

Kini mereka sudah kembali ke mobil Kenzo, bahu Nata semakin merosot saat mendengar keterangan dari pegawai kantor KUA tempat dimana ia tinggal berkata bahwa tidak pernah terjadi pernikahan antara Zaffran Annar Liandra dengan Renata Larasati. hal itu di perkuat dengan keterangan status Nata yang masih lajang yang ia dapat dari kantor catatan sipil sebelumnya.

Nata tidak tahu harus bereaksi seperti apa, yang ia tahu ia benar-benar telah di bohongi dan di bodohi oleh keluarga dan sahabatnya. Perasaannya berkecamuk bercampur menjadi satu, perasaan marah, kecewa, sakit hati semuanya ia rasakan dan memenuhi hatinya.

Kenzo menyodorkan air mineral ke arah Nata, dan di terima dengan senyum terpaksa oleh gadis disebelahnya itu.

“Kak gue bodoh banget gak sih?” “Lo bener. Gue di tipu sama keluarga gue sendiri. Gue ditipu sama Zaffran”

Kenzo masih enggan membalas perkataan Nata, ia memberikan kesempatan kepada Nata untuk terus melanjutkan kalimatnya. Ia sangat mengerti perasaan kecewa Nata saat ini dan kenyataan yang baru saja Nata dapatkan pastilah sulit untuk di terima dengan lapang dada.

“Maksudnya apa coba kak?” “Perasaan gue emang sebercanda itu ya?” “Mereka anggap gue apa sih kak?”

Tanpa sadar air mata Nata menetes dari pelupuk matanya, dadanya bergemuruh, emosi nya membuncah. Bagai di hantam batu dan disambar petir nasib dan kebahagiaannya berubah 180 derajat dalam sehari. Kenyataan baru yang ia dapatkan hari ini benar-benar membuat dirinya terguncang. Rasanya ia ingin sekali memukul semua yang ada di hadapannya, menangis meraung dan berlari menghampiri Zaffran lalu menampar mukanya. Dan menghampiri Ajeng lalu berteriak di depan wajahnya mengeluarkan semua kekesalan dan rasa kecewanya.

Tetesan air mata kembali lolos saat Nata memejamkan matanya. Kepalanya tertunduk, tangannya meremas ujung rok yang ia kenakan. Pikirannya melayang pada Jiro dan mama, dadanya semakin sesak ketika ia mengingat bahwa adik dan mama kandungnya ikut andil dalam sandiwara ini. Hancur sudah semuanya, hancur sudah seluruh kepercayaan yang dia bangun untuk adik kesayangannya serta mamanya. Akal sehatnya masih tidak bisa memikirkan bagaimana teganya keluarga yang selama ini menjadi rumah dan menjadi tumpuannya melakukan sandiwara kejam atas dirinya. Sakitnya lebih terasa dibanding apapun. Apa kesalahan yang ia lakukan sampai ia mendapatkan kepahitan ini? Salah apa dia pada semesta sampai semesta menghukumnya seberat ini?

Nafas Nata tercekat dia berusaha untuk meredam tangisnya agar tak bersuara, dia sadar bahwa disebelahnya masih ada Kenzo, dia tidak ingin menangis di depan matannya itu.

“Jangin di tahan Nat, anggap aja gue gak ada”

Seketika tangis nya pecah memenuhi ruangan mobil Kenzo. Nata menunduk semakin dalam, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang gemetar. Bahunya bergetar hebat naik turun dengan suara isak pilu yang keras, membuat Kenzo mengepalkan tangannya erat menahan gemuruh di dadanya.

Sejak dulu Kenzo memang tidak pernah bisa melihat Nata menangis, dia tidak akan biarkan setetes pun air mata jatuh di mata Nata. Dan sekarang perempuan itu menangis di hadapannya, perempuan yang sempat ia cintai sedang menangis kencang di hadapannya dengan suara isakan pilu. Membuat dirinya ingin menarik tubuh Nata untuk bersandar di dadanya, memeluknya erat dan menghapus air mata Nata yang menetes lalu berkata dia akan selalu disini, dia akan selalu berada disini untuk menghapus air matanya.

Di benaknya ia bersumpah akan memberi pelajaran untuk orang yang sudah membuat perempuan ini menangis, entah siapapun itu, Kenzo tidak bisa memaafkannya.

“Nat,” Nata tak bergeming ia masih menangis kencang, Kenzo tidak tahan lalu dia meraih tubuh Nata untuk ia dekap. Nata membalas dekapan Kenzo, ia melingkarkan tangannya di pundak Kenzo dan meneggelamkan kepalanya di dada Kenzo, semakin menangis didalam dekapan Kenzo. Tangan Kenzo terulur mengusap puncak kepala Nata untuk memberikan ketenangan tanpa sepatah kata ia keluar kan, ia biarkan Hoodie yang dia kenakan basah oleh air mata Nata.

“K-kak, hh m-mereka jahat k-kak hks”

“Kak, g-gue salah apa sih kak?” G-gue— hks”

“Ssttt, lo gak salah apa-apa Nat, berhenti nyalahin diri lo sendiri” Kenzo masih tetap mengusap lembut punggung dan puncak kepala Nata yang masih bersandar di dadanya.

“Tujuan mereka apa kak? Mereka mau bikin gue hancur ya? Hks mereka benci sama gue? Hks, k-kenapa sih kak kenapa mereka ngelakuin itu? Hks”

“Sakit banget kak rasanya, dada gue sakit, kalo emang tujuan mereka buat hancurin gue berarti mereka udah berhasil kak, hks. Gue udah hancur, hati gue udah hancur kak hhh hks”

“Gue salah apa sih kak? S-salah apa?”

Kenzo hanya terdiam mendengar rengekan dan isakan Nata yang terus menyalahkan dirinya sneiri, dia tidak tahu harus berkata dan berbuat apalagi selain hanya bisa memberikan pelukan dan usapan untuk Nata agar lebih tenang.

“Kak Kenzo, gue gak punya siapa-siapa lagi kak”

“Ssst, enggak Nat. Lo masih punya gue, gue bakal selalu ada buat lo. Gue bakal disini bareng lo. Lo punya gue, Nat”


; markablee

Hingar bingar suasana rumah sakit sama sekali tidak mengalihkan atensi Zaffran. Decitan roda tempat tidur pasien yang bersahutan, derap langkah kaki yang dari pasien, perawat bahkan dokter yang saling bergantian, suara tangis keluarga pasien yang menggema di lobby IGD, bahkan suara sirine ambulance yang terdengar nyaring pun tak memengaruhi atensinya. Pikirannya hanya ada satu tujuan bertemu dengan mama nya.

Langkahnya terhenti kini pada satu pintu putih tulang dengan tulisan Dr. Tara Mahendra, S.Ked, Sp.N lalu di ketuknya pintu tersebut hingga ia mendengar suara berat yang mempersilahkan ia masuk ke dalam.

“Masuk,”

Tangannya menggeser pintu putih itu dan kakinya melangkah maju mendekati Dokter Tara yang sedang membaca diagnosa pasien.

“Dok”

“Zaffran akhirnya kamu datang juga, silahkan duduk”

“Kev tidak datang?”

Kev sudah terbang ke Chicago dua hari lalu jadi dia ga bisa ikut cuma mengampaikan salam saja”

Dokter Tara mengangguk mengerti, dia menjelaskan dengan teroerinci perihal kondisi Mentari sang mama, kemudian ia berdiri mempersilahkan Zaffran untuk mengikutinya berjalan menuju ruang rawat VIP yang ada di rumah sakit tersebut.

Dokter Tara memasuki ruangan terlebih dahulu untuk mengecek keadaan Mentari. Netra Zaffran menangkap eksistensi mama nya yang sedang terduduk di kursi roda dalam diam bahkan sekalipun tak bereaksi saat perawat mencoba mengajaknya berbicara dan menyuapi makanannya.

Zaffran melangkah masuk mendekati Mentari dan perawat yang kencoba menyuapi nya, kemudian piring itu ia ambil alih dan terduduk di sebelaha mamanya. Mamanya melirik menggerakkan bola mata nya menatap Zaffran. Zaffran tersenyum lembut dan mencium tangan kanan mama nya.

“Hi, ma Zaff Dateng hehe maaf Yaa telat jenguk mama, Zaff akhir-akhir ini sibuk di kantor.”

Zaffran menyapa Mentari dan menyuapinya dengan kehati-hatian. Meskipun Zaffran tak mendapat respon apa-apa dari Mentari ia tetap terus mencoba mengajak Mentari berbicara. Dokter Tara tersenyum melihat interaksi Zaffran dan Mentari kemudian ia berbalik mengajak perawat untuk meninggalkan ruangan dan memberi mereka waktu untuk mengobrol berdua.

Mentari tak menolak suapan dari Zaffran meskipun dengan susah payah ia membuka mulutnya untuk menerima suapan itu. Zaffran sesekali membersihkan sisa kuah atau nasi yang tertinggal di dkeitar mulut Mentari.

Ia menatap lekat sang mama dilihatnya keadaan sang mama lamat-lamat dari mulai tangan keriputnya, rambut pendeknya yang mulai memutih hingga wajah pucat pasi sang mama, hatinya bergemuruh sesak rasanya melihat sang mama namun ia harus tetap terlihat kuat dan berusaha baik-baik saja.

“Ma, kemarin-kemarin mama ketemu Papa ya? Papa cerita apa aja ke mama? Gak aneh-aneh kan?”

Layaknya serasa sedang berbicara sendiri Zaffran terus melanjutkan kalimatnya walau tak ada tanggapan dari Mentari.

“Ma, papa itu.. udah jadi orang yang Zaff gak kenali, atau mungkin dari dulu Zaff gak kenal papa”

Kemudian ia menaruh piring yang sudah tak bersisa makanan dan mengambil minum untuk Mentari lalu membantunya meminum minumannya. Setelah itu ia lanjut bercerita.

“Papa ambisius banget ya Ma, bahkan dia sampai nyeret orang yang gak bersalah ke masalah dia. Papa juga pendendam ya ma, papa bisa ngelakuin apapun untuk membalas dendamnya. Gak peduli orang lain yg gak bersalah dirugikan atau enggak”

“Ma, ada satu perempuan, yang terjebak sama ambisi papa. Bahkan perempuan ini gak tau menahu permasalahannya. Dia cuma perempuan polos yang baru aja nyelesein pendidikannya di luar negeri. cuma nasib jelek nya perempuan ini anak dari musuh papa yang ingin sekali papa hancurkan”

Mentari masih bergeming, Zaffran kini menatap kosong ke arah jendela kamar inap Mentari.

“Namanya Nata, Ma. Waktu itu tiba-tiba Zaff di suruh jemput dia di bandara sama Kev. Seolah-olah Zaff suaminya. Dan bodohnya dia nerima Zaff sebagai suaminya, Ma heh~” Zaffran terkekeh putus asa.

“Ma, awalnya Zaff gak tega ngelakuinnya, tapi lama-lama Zaff kebawa suasana”

“Nata baik banget deh ma, dia lucu, dia selalu ada buat nenangin Zaff kalo lagi kalut, dia selalu berusaha jadi istri yang baik buat Zaff”

“Ma, meskipun semuanya cuma sandiwara, meskipun semuana itu gak pernah terjadi, tapi rasa sayang dan cinta Zaff ke Nata itu nyata Ma”

“Ma kadang Zaff gak mau semuanya terbongkar Zaff gak mau di benci Nata, tapi di sisi lain Zaff juga gak bisa terus-terusan bohong Ma, Zaff sakit. Setiap kali Zaff ngeliat senyum tulus nya Zaff sakit Ma”

Zaffran menunduk, menyetuh lengan Mentari lembut kemudian merubah duduknya menjadi berlutut di hadapan Mentari, kali ini Mentari berbalas menatap Zaff sayu, cairan bening menumpuk di matanya. Zaffran beringsut pada kedua lutut Mentari, kepalanya semakin menunduk. Tiba-tiba saja pundaknya bergetar beraturan terdengar Isak tangis tertahan disana.

“Ma, maaf. Maaf Zaff tumbuh menjadi laki-laki brengsek”

Pundaknya semakin bergetar, ia jadikan kedua lutut Mentari sebagai penopang kepalanya. Kedua tangannya memegang jemari-jemari mentari lebih erat kemudian ia ciumi tangan sang mama dengan lembut air matanya berhasil lolos, badannya semakin bergetar.

Untuk sejenak, Zaffran hanya ingin menumpahkan segala keluh kesah dan beban yang ia bawa pada sang mama.

; Markablee

Jiro memarkirkan motor besarnya di area basement kantor papanya. Setelah terpakir sempurna ia lekas melepas helm nya dan segera turun dari motornya kemudian berjalan cepat dengan ransel di pundak kirinya. Setelah percakapan online dengan papa nya, dan setelah apa yang papa nya bilang di ruang obrolan dengannya tadi, ia tanpa berpikir panjang langsung bergegas menemui sang papa dengan tujuan menceritakan semua apa yang sudah terjadi selama ini.

Memang sudah sekian lama papanya tak memberi kabar padanya dan juga pada kakaknya hal itu bukan semata-mata keinginan sang papa, namun mama nya yang tidak mengizinkan sang papa untuk mengetahui kabar anak-anaknya. Dan Jiro tahu betul bagaimana sang mama sangat teramat membenci papanya, untuk itu Jiro maupun Nata tidak merasa marah sama sekali pada papa nya yang tidak memberi kabar selama bertahun-tahun lamanya.

Sesekali Jiro menjadi pusat perhatian karyawan dan karyawati di kantor papanya ini. Pasalnya gaya berpakaiannya saat ini terlihat sangat mencolok, dengan ripped jeans dan kaos oblong di balut leather jacket di luarnya serta sneakers yang menghiasi kaki besarnya, membuat seluruh karyawan yang menatapnya terheran, mengapa bisa ada anak kuliahan yang nyasar kesini?

“Permisi boleh tunjukin saya ruangan Pak Zaenal?”

Maaf ada perlu apa ya dek? Sudah membuat janji? Kalau untuk informasi magang bisa di tanyakan lansung ke pihak HR ya”

Saya gak perlu buat janji hanya sekedar untuk bertemu beliau dan juga saya kesini bukan buat ngelamar jadi karyawan magang”

“Maaf ya dek, tapi beliau tidak bisa menemui sembarang orang dan apabila ada yg berkepentingan harus membuat janji dulu. Jadi silahkan buat janji dulu dengan sekretaris beliau setelah itu baru kamu bisa masuk bertemu beliau”

Ck~ saya anaknya Mbak”

“Anak?”

Tanya aja sekretarisnya kalo gak percaya”

Sesampainya di meja receptionis dia langsung mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke kantor besar ini, awalnya dia mendapat tatapan tak yakin dari receptionist didepannya ini tapi setelah ia bilang bahwa ia adalah anak dari CEO kantor ini, kemudian langsung mengubungi sekretaris atasannya.

“Maaf ya pak, silahkan masuk saja pak ruang Pak Zaenal di pojok lorong ini”

“Nah, gitu dong. Makasih.” “Tapi btw jangan panggil saya pak, saya masih anak kuliahan”


Knock knock

“Masuk”

Jiro membuka perlahan pintu ruangan papanya, kemudian menyembulkan kepalanya lucu bermaksud melihat keadaan sekitar ruangan tersebut dan benar saja ia mendapati papanya sedang duduk di meja kerjanya smabil menatapnya gemas

“Ngapain, dek? Sini masuk”

“Hehe” Jiro cengengesan sambil mengusap rambutnya pelan kemudian berjalan mengampiri papanya dan langsung di sambar peluk hangat dari sang Papa.

“Jagoan Papa sudah besar sekali, hm. Papa kangen sekali sama Adek. Sekarang tinggi nya udah melebihi Papa ya”

Zaenal dan Dinda pernah terikat dengan sebuah tali suci pernikahan dan saling mencintai selama 13 tahun lamanya. Namun cinta itu perlahan-lahan memudar dan berubah jadi benci dalam benak Dinda ketika Zaenal kedapatan bermain dengan sekretaris nya di kantor oleh sang istri. Terlebih saat Zaenal menyangkal semua tuduhan yang di buat istrinya itu sehingga seringkali membuat pertengkaran hebat di setiap hari nya, bahkan Zaenal sampai berani bermain fisik dengan sang istri saat mereka bertengkar.

Dan seketika itu pula, saat Dinda tidak bisa menahan semua nya sendirian, saat tubuh dan mental Dinda tidak bisa menerima perlakuan suaminya, lagi dia langsung pergi dari rumah bersama kedua anaknya. Kemudian besoknya di bantu oleh kuasa hukumnya mengirimkan surat gugatan perceraian kepada Zaenal.

Waktu itu Nata berusia 12 tahun dan Jiro masih 8 tahun. Usia yang cukup untuk bisa memahami apa yang telah terjadi kepada kedua orang tuanya.

Setelah ia ditinggalkan oleh istri dan anak-anaknya, Zaenal mulai sadar apa yang telah ia lakukan kepada istrinya merupakan kesalahan besar yang pernah ia perbuat didalam hidupnya, terlebih dia merasa kehilangan anak-anaknya juga. Seketika ia merasa dunianya hancur dan hidupnya hancur, berulang kali dia mengajukan permohonan hak asuh atas kedua atau salah satu anaknya namun tidak ada yang dikabulkan oleh pengadilan.

Alhasil dia hanya bisa bertemu dengan anak-anaknya diam-diam, saat jam sekolah Nata dan Jiro sudah selesai. Kadang sepulang sekolah Zaenal menjemput Jiro dan membawa si bungsu ke kantornya sambil menunggu Nata selesai jam sekolahnya. Setelah itu ia akan membawa mereka pergi jalan-jalan walau hanya sekedar mengajak makan siang atau mengajak mereka ke taman bermain, lalu ia akan mengantarkan anak-anaknya pulang ke rumah mamanya dengan sambutan tatap benci dan muak dari mantan istri. Hal itu terus berulang sampai Nata lulus SMA.

Dinda benar-benar membenci sang mantan suami hingga ia tidak sudi lagi melihat wajahnya. Semenjak Zaenal tertangkap basah berselingkuh, hingga saat Zaenal berani melayangkan tangan kasarnya pada tubuhnya, sejak saat itu rasa sakit dan perih yang ia rasakan sampai saat ini masih tertanam mendalam di dalam hatinya, hingga menimbulkan trauma-trauma yang selama ini ia alami.

“Iya, lah kan aku bertumbuh Pa” Jiro berseru sambil melepas pelukan sang papa. Zaenal tersenyum bangga menatap putra satu-satunya ini. Kemudian mengajak Jiro duduk di sofa panjang diruangannya. “Kamu mau minum?”

“Mau Pa, haus hehehe”

Zaenal ekmudian menekan tombol merah pada telepon di meja nya kemudian meminta tolong pada sekretarisnya agar membuatkan jus jeruk untuk anaknya. “Kok jus jeruk Pa? Kopi dong”

“Gaya, kayak kuat aja lambung kamu itu”

Jiro kembali cengengesan mendengar jawaban sang papa, ia bersyukur sekali saat mengetahui bahwa papanya masih emngingat apa yang dia suka dan apa yang tidak bisa dia minum.

“Apa yang mau kamu ceritain ke Papa, dek?”

Jiro terdiam sejenak ragu-ragu untuk memberitahu semuanya pada Zaenal atau tidak.

“Apa yang sebenernya terjadi sama kakak?” Zaenal kembali bertanya lagi, kali ini Jiro menarik nafas kemudian menghembuskan kasar.

“Aku gatau mau mulai darimana, Pa”

“Kamu bisa cerita semuanya ke Papa, dek”

3 minggu sebelum kakak pulang dari Korea, mama ternyata minjam uang ke orang, 700jt dan perjanjian yg mama tanda tangani itu ternyata isi nya mama harus membayar uang itu selama satu bulan kalo enggak bisa mama bakal di laporin atas dugaan penipuan”

“Buat apa mama pinjam uang, dek? Kalian kesusahan selama ini?”

“Enggak pa, gak sama sekali. Uang yang papa kirim diem-diem ke rekening mama itu gak kurang sama sekali.” “Semenjak kakak kuliah di Korea mama jadi tambah aneh, dia seneng banget belanja barang-barang mahal, kalo uang abis dia pasti marah-marah, ngelampiasin ke aku, sampe aku di pukul”

“Jadi mama pinjam uang itu buat belanja?” Jiro mengangguk, Zaenal menghela nafas menahan kesal.

Jiro melanjutkan ceritanya “yang ngasih pinjeman ke mama itu namanya Kevlar, dia Dateng ke rumah ngasihsurat perjanjian ke aku dan ke mama sebagai ganti uang 700 juta yang mama pinjam, dan surat perjanjian itu isi nya adalah aku dan mama harus nurutin apa semua yang Kevlar minta dan setelah itu Kevlar tiba-tiba saja minta kakak sebagai jaminan. Mama gak perlu bayar hutang 700 jutanya kalau dia mau nikahin kakak dengan adeknya”

“Dan adeknya Kevlar ini yang jadi suami kakak sekarang Pa, namanya Zaffran”

Sejenak Zaenal mengepalkan tangannya mendengar penjelasan dari si bungsu, rahang nya mengeras penuh dengan emosi tertahan. Seketika ia mengingat nama yang disebut oleh Jiro barusan dan Nata di ruang obrolan mereka, Zaffran Arran Liandra. Zaenal seakan tidak asing dengan nama belakang orang itu.

“Dek kalian berdua dijebak” Jiro mengangguk, kemudian tertunduk lesu tangannya mengepal saat kembali mengingat memori itu semua.

“Iya Pa, papa bener. Aku gak tau apa motif utama mereka buat jebak mama dan minta kakak. Meskipun pernikahan ini gak nyata dan pura-pura. Kakak tetep ga bisa lari dari mereka karena kakak ada di tangan Zaffran. Juga, kakak udah di kasih mindset kalo kakak amnesia. Padahal jelas-jelas kakak gak sakit apa-apa”

“Kamu ikutin semua skenario mereka Ji? Dengan pura-pura di depan kakak?” Lagi-lagi Jiro mengangguk lemah, ia menghembuskan nafas frustasi tangannya menjambak rambutnya sendiri.

“Aku gak bisa apa-apa selain nurutin maunya mereka Pa. Bahkan mbak Ajeng juga di ancam sama mereka, tapi aku gak tau pasti mbak Ajeng dapat ancaman apa”

“Mereka ngancem kamu juga? Kamu di ancam apa sama mereka dek?”

“Enggak pa, sebenernya karena mama terikat dengan perjanjian itu. Mama nyuruh aku ngelakuin semua permintaan Kev apapun itu termasuk ngejalanin skenario mereka, mama takut Kev ngelakuin hal macem-macem ke mama. Terlebih akhir-akhir ini mama sering berhalusinasi dan teriak-teriak sendiri pa, tiap malem kadang mama sering teriak ketakutan dan nyebut nama Kev, kadang mama teriak-teriak nyebut nama papa bahkan aku sering kena pukul karena dikira aku ini papa .”

Tanpa sadar air mata Zaenal lolos begitu saja dari kedua pelupuk matanya, genggaman tangannya semakin mengerat sesaat setelah ia mendengar semua cerita dan penuturan dari anak bungsunya. Segera ia rengkuh tubuh amak bungsunya itu kedalam pelukannya, memeluk nya dengan semua rasa penyesalan dan rasa bersalah yang membuncah di dadanya.

“Papa,”

“Maafin Papa, Ji. Papa sudah gagal jadi ayah, maaf. Maaf ya Dek”

; markablee

Tw // drugs effect Cw // mention of pain. Mention of d word.


Setelah menempuh penerbangan tak direncanakan selama hampir 14 jam. Kini laki-laki itu berdiri di depan pintur apartemen perempuan yang akhir-akhir ini menganggu pikirannya.

Ajeng Pramesti. Perempuan yang bisa membuat Kevlar Dean Liandra ini nekat melakukan perjalanan dadakan di tengah-tengah pekerjaannya. Perempuan yang membuat seluruh ego nya runtuh tak tersisa. Perempuan yang sudah berhasil masuk ke dalam pikirannya selama beberapa bulan terakhir.

Kevlar tak menampik fakta bahwa dia hanyalah sosok iblis bertubuh manusia, ia mengakui fakta itu. Ia tak marah apabila Ajeng meneriaki sumpah serapah di hadapannya karena itu nyatanya. Pun nasi sudahlah menjadi bubur, semua yang terjadi sudahlah terjadi, semua yang rusak sudahlah rusak, dan yang hancur sudahlah hancur tak bersisa.

Namun dia di sisi lain menyadari bahwa bertemu dengan Ajeng membuat sisi humanis nya bangkit walau hanya sedikit. Meskipun di awal pertemuan mereka ia berikan hasutan dan imbalan 'hati' kepada si perempuan demi kepentingan personalnya. Namun siapa sangka 'hati' yang niatnya tidak benar-benar ia berikan justru malah membuat ia jatuh luruh ke dalam perempuan itu. Tapi sayangnya perasaannya datang terlambat, perasaannya baru saja datang sesaat setelah si perempuan mengetahui alasan sebenarnya kenapa ia mendekatinya, lalu berakhir meninggalkannya dan pergi bersama luka yang ia torehkan.

Seberapa besarpun usahanya untuk memperbaiki, yang rusak tetap akan rusak dan tidak akan pernah jadi utuh kembali.

Ia menghela nafas kasar mempersiapkan diri untuk menemui perempuannya. Ia ketikkan sesuatu di ponselnya dan betapa terkejutnya saat mendapati kode pintu apartemen itu adalah tanggal ulang tahunnya, lagi dan lagi perasaan sesak dan bersalah itu muncul di benaknya dan mulai bertumpuk menjadi beban. Segera ia menekan angka-angka yang tahu setelah itu bergegas masuk mencari presensi sosok yang sedari kemarin memenuhi otakknya.

Di edarkan seluruh pandangannya ke ruangan itu dan kemudian dia berjalan menuju kamar tidur apartemen itu. Dan benar saja, setelahnya ia mendapati sosok yang ia cari sedang meringkuk di balik selimutnya dengan badan bergetar dan suara rintihan menahan sakit.

“Pram,”

Ia menyapa lembut lalu menghampiri si puan kemudian menyentuh bahu nya pelan. Yang disentuh tersentak dan merintih.

“Kev, sakit.” “Mana Kev?” “Lo bawa kan? Gue kesakitan, gue gak tahan”

Ajeng terus-terusan merintih Dengan mata terpejam dan badan bergetar, tangannya semakin meremas selimut yang ia kenakan.

Kevlar frustasi di buatnya, dia merangkak naik ke atas kasur dan memeluk si perempuan impulsif.

Katakanlah sekarang ia sangat teramat menyesali perbuatannya dulu. Dan katakanlah penyebab Ajeng menjadi seperti itu adalah sebuah kesalahan bodohnya yang tak pikir panjang.

“Sorry” “Maaf, Pram. Maaf bikin Lo jadi kayak gini”

Berulang Kevlar mengucapkan beribu kata maaf di telinga Ajeng, berulang juga kata itu tidak diindahkan oleh si perempuan. Namun perlahan tapi pasti isakan sedikit demi sedikit terdengar dari mulut si perempuan. Isakan itu kini semakin terdengar dengan ritme tak teratur.

Kevlar ngilu mendengarnya. Hatinya terasa sangat perih seperti di tusuk-tusuk dan sakit seperti tercabik-cabik, juga rasanya sesak seperti dihantam ribuan batu penyesalan yang menghantuinya.

Pun kata maaf tidak akan pernah cukup untuk menerima kesalahannya. Yang bisa ia lakukan hanya menebus semua dosa-dosanya dengan membantu si perempuan sembuh dan bangkit kembali, pun justru Ia sendiri bersumpah tidak akan memaafkan dirinya sendiri sampai kapanpun.

“Gue benci banget sama Lo”

“Iya benci gue sebisa Lo, sampai kapanpun jangan maafin gue. Gue gak pantes dapat maaf dari Lo. Tapi izinin gue buat ngucap beribu kata maaf buat Lo, Pram”

Pram. Sejujurnya Ajeng sangat amat membenci nama panggilan itu. Karena nama itu hanya keluar dari mulut laki-laki itu. Karena hanya dia yang memanggilnya dengan nama itu. Karena laki-laki yang sangat amat ia benci yang memanggilnya seperti itu. Karena laki-laki yang ia benci juga merupakan laki-laki yang ia cinta.

Ajeng sedang merasakan sebuah keputus-asaan sekaligus patah serta kebencian yang membuncah di dadanya. Terlebih saat ia mendapati penyebab utama kebencian itu ada di sini, di belakangnya dan sedang memeluknya. Siapa sangka bahwa orang yang ia percaya untuk tempatkan semesta nya justru orang yang sekaligus menghancurkan semestanya.

Ajeng membenci nya karena ia amat mencintainya. Hati bodoh nya tetap saja menerima kehadiran si lelaki, bahkan jauh dari lubuk hatinya yang terdalam masih tersimpan sisa-sisa kenangan dan harapan untuk lelaki itu, meskipun ia sadar betul bahwa lelaki itu adalah penghancur semestanya. Cinta memang buta, dan ia sangat membenci fakta bahwa ia masih terbutakan oleh perasaannya dan sialnya ia sadar betul perihal itu.

Dan juga Ia membenci karena tahu bahwa keadaan tidak akan pernah kembali seperti semula lagi.

Perlahan tapi pasti ia menggeliat melepaskan pelukan Kevlar kemudian bangkit dari kasurnya dengan susah payah menahan ngilu. Kemudian terduduk di atas kasurnya dan menyenderkan badannya ke dipan. Lalu setelahnya ia menatap Kevlar yang mengikuti pergerakannya dengan mata sayu nya lamat.

Kevlar balik menatap perempuannya ini, hatinya semakin terasa sesak ketika ia melihat kondisi si puan berantakan. Tubuhnya lunglai dan pipinya terlihat tirus, bibirnya kering dan berwarna putih pucat serta kantung matanya yang menebal dan sudut-sudut matanya yang memerah. Ia raih pipi Ajeng oleh kedua telapak tangannya yang besar, mengusap lembut kedua pipi itu. Kemudian hendak mendekatkan keningnya untuk menempel pada kening Ajeng.

Si perempuan menoleh ke samping kanan, menolak pergerakan Kevlar dan membuat ia harus menghentikan pergerakannya dan menjauhkan wajahnya.

“Gue ambilin air hangat ya”

Ajeng tak bergeming. Kevlar beranjak dari kasur menuju dapur mengambil handuk kecil dan sebaskom air hangat untuk menyeka tubuh Ajeng.

“Mana yang sakit, hm?” Ajeng masih tak bergeming. Tangan Kevlar terulur meraih tangan Ajeng dan mulai menyeka tangan itu dengan telaten. Terdengar suara rintihan kecil dari mulut Ajeng saat air hangat itu menyentuh kulitnya. Kevlar dengan sabar dan telaten menyeka tubuh dan wajah perempuannya pelan dan hati-hati.

Belum selesai Kevlar melakukan tugasnya, Ajeng menepis tangannya dengan tiba-tiba dan kemudian berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya.

Dua menit ia di kamar mandi, Ajeng kembali ke kamarnya menghampiri Kevlar yang menunggu. Kevlar tarik lembut tangan Ajeng untuk duduk kembali di tempat semula.

“Mual ya?” Ajeng mengangguk.

“Now, feel better?” Ajeng menggeleng

“Apa yang Lo rasain sekarang?”

“Sakit, sakit semua badannya. Mual pengen muntah terus. Rasanya pengen mati aja-”

Ssst” Kevlar mengehentikan ucapan Ajeng spontan kemudian merogoh sesuatu di saku jas nya kemudian berjalan kearah dapur mengambil minum.

Ia kembali dengan segelas air di tangan kanan nya dan beberapa butir obat penghilang rasa sakit dan mual yang ia terima dari dokter pribadinya di Chicago. Memang sebelum terbang, ia meminta dokternya untuk meresepkan obat penghilang rasa sakit terlebih dahulu untuk Ajeng.

“Minum ini”

“Yang bisa sembuhin rasa sakit gue?”

Kevlar menggeleng kemudian mendudukkan diri di tempat semula “obat penghilang rasa sakit dari dokter gue, mulai sekarang Lo harus detoksifikasi. Gue yang akan bantu Lo”

Ajeng tertawa sarkas “setelah Lo buat gue begini? Lo bilang mau bantu gue sembuh?”

“Mau lo apa Kev? Gak cukup buat hidup gue menderita sekarang? Gak cukup? Iya!?”

Kevlar terdiam mendapati teriakan Ajeng, kemudian menghela nafas lemah “anggap aja ini bentuk penebusan dosa gue ke Lo, Prim”

“Heh~ jiwa manusia Lo masih ada ternyata?”

“Gue gak perlu di kasihani Kev. Gue gak perlu tanggung jawab Lo, gue gak perlu. SEKARANG GUE UDAH BEGINI DAN LO BARU MERASA BERSALAH KEV?! DULU LO KEMANA AJA ANJING”

“Lo itu telat, Kevlar”

Kevlar masih terdiam di tempatnya saat mendengar teriakan yang digantikan kembali ole isakkan si perempuan. Ajeng kini kembali menangis tertahan, raut wajahnya keras menahan emosi di dadanya. Dadanya sesak sekali rasanya meneriaki laki-laki di depannya saja tidak cukup tapi dia tidak punya tenaga dan keberanian untuk melakukan hal lebih.

Gue capek Kev, capek banget. Gue rasanya mau berhenti aja. Gue capek kesakitan terus tiap Lo gak ada, tiap Lo ga ngirim itu. Gue capek. Gue capek banget dihantui rasa bersalah ke sahabat gue sendiri. Gue takut Kev. Gue ketakuan, gue kesakitan. Gue sendirian Kev”

“Saat gue mutusin buat taruh dunia gue ke Lo. Lo malah hancurin itu, Lo hancurin kepercayaan gue Kev. Gue benci. Gue benci banget sama Lo. Tapi gue masih butuh Lo, Kev. Gue selalu pengen kehadiran Lo. Itu alasan kenapa gue selalu ngehubungin Lo kalo gue kesakitan. Gue mau di peluk Kev. Tapi gue benci sama Lo”

Kevlar meraih tubuh Ajeng yang terisak masuk kedalam pelukannya didekapnya erat badan gadis itu seakan tak akan ia lepaskan sampai kapanpun. Dagunya ia tempatkan di pucuk kepala si perempuan sesekali ia mengecup nya. Dan tanpa sadar tetesan air mata juga keluar dari matanya selama mendengar tangis pilu hebat nan tak beraturan itu. Tangis penuh rasa sakit dan kebencian dari perempuan kesayangannya. Tangis yang perempuannya tumpahkan semua di dadanya.

Kini pertahanan mereka berdua runtuh bersamaan dengan runtuhnya dinding sekat diantara keduanya. Semuanya salah. Bukan hanya salah satu saja. Dan seluruh kesalahan itu di mulai oleh Kevlar atas bukan kuasanya.

; markablee

“Mas”

Nata menghampiri Zaffran yang sedang terduduk sendirian di kursi di depan jendela kamar mereka. Zaffran tak mengindahkan, Ia duduk termangu memikirkan semua rentetan informasi yang baru saja ia terima hari ini. Di mulai dari kondisi mamanya, papa nya yang ternyata menjenguk mamanya dan pertengkaran kecil antara keduanya yang terjadi di kolom chat mereka. Pun juga ia memikirkan tentang apa yang telah terjadi beberapa bulan belakangan, antara ia, papanya dan juga Nata. Iya Nata, gadis yang secara tiba-tiba datang di kehidupannya dan gadis tak berdosa yang ia tarik ke permasalahan pelik papanya.

Kepala Zaffran terasa ngilu berdenyut sakit, ia tertunduk menghembuskan nafas lesu. jari-jarinya memijat keningnya pelan. Kemudian ia merasa pundaknya di usap lembut oleh seseorang.

“Mas”

Zaffran menengok ke arah kanan dimana Nata berdiri dan berjalan menghampirinya mengambil tempat duduk disebelahnya. Kalau boleh tau, perempuan itu daritadi sedang kebingungan melihat suaminya bersikap aneh beberapa jam belakangan ini. Suaminya yang kini lebih banyak diam dan duduk di kursi itu lebih dari dua jam membuat ia khawatir dan berspekulasi aneh. Benaknya selalu menanyakan ada apa? Apa yang terjadi? Sampai akhirnya ia memberanikan diri menghampiri Zaffran untuk bertanya langsung dengan secangkir teh di tangan kanannya.

“Aku bikin teh buat kamu”

Zaffran tersenyum mendengar suara lembut perempuannya, ia menggeser badannya sedikit guna memberi ruang lebih disampingnya untuk Nata duduki, lalu menerima uluran cangkir berisi teh yang sedari tadi Nata tawarkan.

“Makasih, Nat”

Nata mendudukan diri di samping Zaffran dan menatap laki-laki nya Lamat “is something bothering you?”Kayaknya dari tadi aku liat kamu diem Mulu”

Nata bertanya dengan suara lembutnya. Perasaan Zaffrna tiba-tiba menghangat seketika saya mendengar suara Nata, seperti sihir dengan kekuatan dahsyat, suara Nata yang bertanya dengan hati-hati membuat Zaffran seketika melupakan masalahnya dan memfokuskan atensinya pada perempuannya.

“enggak, lagi kepikiran sesuatu aja”

Zaffran menyeruput sedikit teh buatan Nata. Rasanya manis, meskipun ia tahu teh itu Nata hanya berikan sedikit gula didalamnya, biar gak diabetes katanya. Namun Zaffran tetap merasakan manis di teh itu karena yang membuat adalah orang kesayangannya, orang yang akhir-akhir ini membuat hidupnya penuh warna dan penuh rasa.

“Mikirin apa, hm? Mau cerita?”

Suara lembut Nata kembali menginterupsi pikirannya. Mulai saat ini mungkin dia akan menobatkan suara Nata sebagai suara yang paling menenangkan di dunia. Suara Nata bagai air dingin yang mengguyur kepala peningnya, juga seperti hujan yang mengguyur hati gersangnya.

Ia menaruh cangkir teh nya di nakas, kemudian merebahkan diri dan menaruh kepalanya di kedua paha Nata. Perempuannya ini dengan sukarela mempersilahkan Zaffran menumpukan beban kepalanya di pahanya. Tangan Nata terangkat mengelus surai cokelat Zaffran sambil memandangi suami dengan senyum penuh ketulusan. Zaffran yang menerima perlakuan seperti itu hanya bisa memejamkan kedua matanya, menikmati semua kenyamanan yang diberikan si perempuan.

Nat,” “Hm?”

“Apa yang bakal didapatkan orang yang melalukan dosa besar?”

“Dosa apa nih? Dosa ke Tuhan atau...?”

Nata mengrenyit heran saat mendapatkan pertanyaan random Zaffran.

“Ke manusia, misal manusia lain melakukan kesalahan besar sama manusia lainnya yang berharga?”

“Oh, maksudnya kalo orang melakukan kesalahan besar yang mengecewakan orang lain?”

Zaffran menangguk “huum, terlebih ke orang yang sangat dia sayang, dia melakukan kesalahan besar. Sangat besar sampe rasanya gak pantes buat dimaafkan. Apa yang harus orang itu lakukan biar di maafkan?”

Nata berdehem lalu memindahkan pandangannya dari Zaffran menatap lurus ke depan, berfikir untuk merangkai jawaban dari pertanyaan random Zaffran.

Sejujurnya di dalam hati Zaffran yang paling dalam ia tidak siap mendengar jawaban Nata.

“Kalo aku yang disakitin, pertama-tama aku bakal ngeliat seberapa besar kesalahan yang orang itu perbuat, lalu setelah itu memaafkan. Karena Tuhan aja Maha Pemaaf, masa umatnya enggak”

“Kalo kesalahan besar itu suatu kebohongan?”

Nata kembali terdiam memikirkan jawaban pertanyaan Zaffran, sejujurnya di benaknya kini terlintas beribu tanda tanya, tapi ia telan mentah-mentah dengan sugesti bahwa Zaffran kini hanya lelah dan membutuhkan teman mengobrol.

“Gak ada manusia yang rela di bohongi, Mas. Lukanya pasti bakal membekas lama. Apalagi di bohongi oleh orang yang sudah ia taruh kepercayaannya”Tapi kita juga gak bisa ngeliat dari satu sisi aja. Kita harus ngeliat dari sisi lain, alasan kenapa dia harus bohong misalnya. Tapi lagi nih. Apapun alasannya gak bakal bisa ngehapus luka yang udah didapat dari kebohongan”

Zaffran terdiam mendengar penjelasan Nata. Perasananya saat ini tambar campur aduk. Namun sebisa mungkin dia menyembunyikan semuanya di hadapan Nata.

“Kalo kamu? Kamu mau maafin orang yang udah bohongin kamu, Nat?”

“Pasti memaafkan Mas, karena Tuhan saja maha pemaaf, masa umat-Nya enggak. Tapi butuh waktu buat memaafkan. Karena aku manusia. Bisa merasa sakit, apalagi orang yang aku percaya yang bohongin aku. Bohong kalo misal aku terima maaf orang yang udah bohongin aku. Karena pada dasarnya aku juga benci kebohongan”

Zaffran lagi-lagi terdiam mendengar penuturan Nata. Dia menatap Nata lekat, ekspresinya tidak bisa dijelaskan. Pikirannya saat ini runyam sudah. Seketika ia merasa ia bisa memprediksi masa depan, dimana suatu saat ia adalah salah satu orang yang memberikan luka pada si perempuan.

Perlahan tapi pasti ia memiringkan badannya, melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nata dan menenggelamkan kepalanya di pelukan Nata. Kini Zaffran memeluk perut Nata erat. Nata kaget, tak lama kemudian ia terkekeh melihat tingkah suaminya, dia belainya lagi surai sang suami dengan penuh cinta.

“Heh kenapa sih kamu, Mas? Bobo yuk udah malem ini”

“Mau bobo gini aja” Zaffran menjawab dengansuara teredam di perut Nata.

“Hah? Apaan?”

Terpaksa Zaffran mengadakan kepalanya karena Nata tak bisa mendengar suaranya. “Mau bobo gini aja, Nat”

“Oh haha yaudah yaudah bobo yaa Mbul” balas Nata dengan suara menggemaskan. Zaffran kembali menenggelamkan kepalanya di perut Nata dan semakin mengeratkan pelukannya.

“Maaf, Nat. Aku sayang kamu”

Hah apaan, Mas?”

Kembali Zaffran ingin menetapkan rumah yang selama ini ia cari-cari pada Nata. Namun sisi lainnya merasa tidak pantas menjadikan Nata sebagai rumah.

; markablee

Greb. Klik.

Setelah menutup pintu mobil dan menguncinya, Zaffran langsung berjalan ke arah Nata dan menggandeng tangannya memasuki area kantornya. 

Mereka berjalan beriringan sambil bergandeng tangan. Sesekali  tersenyum membalas sapaan beberapa karyawan yang berapapasan dengan mereka. Kini mereka telah tiba di lobby lantai 6, lantai khusus untuk para petinggi dan eksekutif di kantor tersebut. Ia merogoh sakunya untuk mengambil id card miliknya dan menempelkan id card tersebut pada smart lock pintu lobby agar terbuka kemudian melangkah menuju ruangannya. 

Ruangan para petinggi di perusahaan ini memang terpisah dengan ruangan karyawan biasa. Untuk memasuki ruangan itu diperlukan id card khusus yang tertempel cheap smart lock untuk membuka pintu lobby agar bisa masuk ke dalam. Di sebelahnya terdapat meja receptionist untuk menerima tamu atau orang yang berkepentingan dengan para atasannya yang kemudian di hubungan langsung dengan para sekretaris mereka.

Baru saja Zaffran sampai diruangannya, panggilan telefon dari Gema kembali menginterupsi perhatiannya.

“Ya, Gema?”

“Sekarang?”

“Oke saya kesana”

Setelah itu Zaffran menutupnya dan beralih menatap Nata yang sedang terduduk bersender di sofa ruangan itu.

“Nat, kamu aku tinggal dulu sebentar gak papa? Aku harus ketemu client dari Kalimantan”

Nata membenarkan posisi kepalanya dan menatap Zaffran “gak papa, Mas. Sana”

“Sebentar ya Nat”

Zaffran melangkah mengusap puncak kepala Nata. Nata tersenyum dan meraih tangan Zaffran sejenak kemudian mengangguk sambil tersenyum manis memandang tubuh Zaffran yang hilang di balik pintu. 

Nata mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan ini diperhatikannya baik-baik ruang kerja suaminya. Ruang kerja bernuansa cokelat dark itu diisi dengan rak besar berisi map-map besar dan buku-buku besar dengan beberapa pigura berisi foto suami dan keluarganya bertengger di belakang meja kerjanya. Namun Nata tak satupun menemukan foto pernikahannya dipajang disini, ia sempat mengernyit heran tapi pikiran negatif itu Nata buang jauh-jauh dan tak diindahkan. Nata kembali mengedarkan pandangannya lagi ke seluruh ruangan ini. Ruangan ini juga dilengkapi dengan ruang meeting kecil di sudut kanan ruangan dan 2 sofa hitam besar di sisi kanannya. Sebelah meja kerja Zaffran terdapat jendela besar yang langsung memperlihatkan pemandangan kota ini dari atas. 

Knock knock

“Selamat siang Pak Zaffran saya bawakan kop-”

Nata menoleh ke arah saat pintu ruangan itu diketuk dari luar dan tampak satu perempuan cantik dengan rambut panjang sepinggang dan kemeja cream serta mini skirt di atas lutut dengan membawa secangkir kopi itu tanpa basa-basi memasuki ruangan Zaffran. Nata mengernyit menatap wanita itu dari atas sampai bawah, cantik. Pikirnya di dalam hati. 

“Loh, maaf Pak Zaffran nya kemana ya? Anda siapa?” Perempuan itu kembali bersuara ketika ia tidak menemukan sosok orang yang dia cari.

“Kamu siapa?”

Nata membalas pertanyaan perempuan itu dengan pertanyaan lagi. Batinnya sudah mengira bahwa perempuan di hadapannya ini adalah sekretaris magang yang sempat membuat ia dongkol dengan Zaffran karena mendapati jas suaminya tercium aroma parfum perempuan. 

Si perempuan yang ditanya balas menatap Mata dari bawah sampai atas dan kemudian tersenyum remeh. Lalu ia dengan congkak nya mengibaskan rambutnya panjangnya kebelakang dengan tangan kiri nya yang kosong. 

“Saya sekretaris nya pak Zaffran”

“Anda siapa ya? Orang luar ya? Kok sampai nyasar kesini? Duh satpam di depan itu gimana kerjanya”

Nata mengangkat satu alis nya saat mendengar gumaman lawan bicaranya. 

“Maksudnya?”

“Mohon maaf mbak ini lantai khusus direksi dan petinggi lain, kayaknya mbak nya salah masuk ruangan. Untuk itu silahkan pergi ya mbak sebelum saya panggil satpam.”

“Memang kamu siapa berani suruh saya?”

“Sudah saya bilang, saya sekretarisnya pak Zaffran. Saya yang bertanggung jawab atas semua pekerjaan dan schedule dia di kantor. Saya sekretarisnya Dirut perusahaan ini”

“Oh sekretarisnya~ cuma sekretarisnya doang kan? Bukan istrinya?”

“Saya juga akan menjadi istrinya”

Nata terkekeh geli mendengar jawaban dari sekretaris magang itu. Kekehan itu kemudian berbuah menjadi tawa ringan meremehkan. Jujur saja saat ini Nata sudah mulai merasa mangkel dan sedikit emosi ketika prempuan didepannya ini berbicara omong kosong. Berani sekali dia bermimpi menjadi istri dari Zaffran Annar, suaminya. 

“Aduh, mbak halunya jangan tinggi-tinggi nanti kalo jatuh sakit” Nata masih menertawakannya.

“Maksud anda apa ya? Anda mending pergi saja dari sini atau saya panggil satpam sekarang”

“Mending kamu aja deh yang pergi dari sini, karena daripada kamu saya lebih mempunyai kuasa atas ruangan ini” 

Perempuan di depannya kini menggertakan giginya, mengepalkan tangannya dan nafasnya mulai memburu terbakar emosi. 

“Anda bilang saya halu, tapi anda lebih halu ya ternyata. Dasar orang gila

Dengar ya mbak, mbak tidak punya kuasa apapun disini. Saya sekretarisnya pak Zaffran saya bertanggung jawab menjaga ruangan ini, saya juga calon istrinya. Mbak jangan macem-macem”

Nata lagi-lagi terkekeh kemudian berjalan mendekati perempuan itu kemudian membisikan sesuatu di telinganya “Kasian ya kamu cuma bisa halu doang”

Perempuan itu geram kemudian mendorong bahu Nata kasar dan tangan kirinya meraih cangkir kopi di tangan kanannya siap menumpahkan kopi panas itu ke baju Nata. 

Namun aksinya terhenti seketika mendengar suara pintu terbuka dari luar dan mendapatkan eksistensi Zaffran yang berjalan masuk menuju ruangannya. 

“Ada apa ini?” Suara bass Zaffran menginterupsi di seluruh ruangan ini. Seketika perempuan di depan Nata ini menumpahkan kopi yang ada di tangan kirinya ke baju nya sendiri, dia tumpah kan kopi itu ke arah dadanya dan menjatuhkan dirinya sendiri. 

“Aww”

Nata terheran melihat kelakuan aneh perempuan itu dengan mata mengernyit. 

“Sayang”

sepersekian detik tatapannya beralih menuju eksistensi Zaffran, sambil tersenyum ia melangkah menyapa Zaffran dengan panggilan mesra nya. Perempuan yang berada di bawahnya heran, kebingungan. Mempertanyakan siapa yang baru saja ia hadapi barusan. 

Lalu dengan sigap ia bangun dan memasang wajah melas dan terskiti “pak maaf tapi tadi saya mau usir perempuan itu karena masuk ruangan bapak sembarangan tapi baju saya malah di siram kopi dan saya di dorong sampai jatuh” Sekretaris itu mengadu dengan nada rendah dan hampir terisak. 

Zaffran mengangkat sebelah alisnya heran kemudian menatap Nata disebelahnya, Nata memgendikkan bahu. “Kamu mau usir istri saya?”

“I..istri?”

Perempuan itu tergugup ketika mendengar pertanyaan Zaffran. Seketika dia terdiam mencerna semuanya, otaknya memutar kembali ingatan beberapa menit lalu ketika dia mengaku-ngaku sebagai calon istri Zaffran di depan istri sahnya. 

“Yang kamu bilang orang sembarangan itu istri saya. Gimana bisa kamu berlaku tidak sopan seperti itu kepada istri saya Anya?”

Nata mengulum senyum penuh kemenangan menatap Anya, si sekretaris magang. Tangannya ia lingkarkan ke lengan Zaffran dengan mesra. 

“T-tapi pak, bapak tidak pernah bilang kalau bapak su-” 

“Kenapa harus saya bilang ke kamu Anya, seharusnya sebagai bawahan saya kamu sudah tau perihal itu”

Anya tertunduk malu. 

“Dan Anya, jangan mempermalukan diri kamu sendiri cuma buat mendapat atensi saya karena itu gak akan berhasil” 

“Maaf pak” Anya semakin tertunduk, tangannya meremas rok span hitamnya, dimarahi bos seperti ini membuat ia ingin menangis di tambah dengan fakta bahwa bos nya sudah beristri dan dia sudah memperlakukan istri bos nya dengan tidak baik semakin membuat ia ingin menumpahkan air matanya. 

“Minta maaf ke istri saya” 

“S-saya minta maaf sudah lancang Bu” 

Sungguh Nata ingin tertawa terbahak melihat ekspresi bersalah dan malu nya Anya saat ini. Melihat Anya di marahi oleh Zaffran membuat dirinya merasa menang, apalagi saat Zaffran mengakui bahwa dia adalah istrinya membuat Anya bungkam seribu bahasa semakin membuat dirinya bahagia dan tersenyum penuh kemenangan. Biarkan saja orang-orang menganggap dia sedang tertawa diatas penderitaan orang lain, karena itu benar nyatanya. 

“Gak papa, lain kali di liat-liat dulu ya kalo mau ngaku-ngaku jadi istri suami orang”

Zaffran menoleh tidak percaya kepada Nata, Nata mengulum senyum. Anya semakin tertunduk malu, tak menjawab perkataan Nata. 

“Kamu boleh pergi”

“Mulai besok saya akan pindahkan posisi kamu menjadi sekretaris bawahan saya”

Anya mendongak menatap Zaffran tidak terima “t-tapi pak?”

“Dipindahkan atau urus surat pengunduran diri kamu”

Anya gentar mendengar penurutan Zaffran “baik, Pak maaf dan permisi” 

; markablee