I Love You, I Really Do

Sudah lima belas menit perjalanan Kenzo dan Nata menuju Neo Hospital atas permintaan Nata, dan sudah selama itu juga mereka hanya saling terdiam selama perjalanan. Yang terdengar hanya deru suara mesin dan Air Conditioner pada mobil Kenzo yang menyala. Nata terlarut dalam fikirannya dan Kenzo tidak berani untuk mengusik Nata.

“Nat, udah sampe”

Lamunan Nata buyar saat mendengar suara Kenzo yang memanggilnya. Ia tersadar bahwa sepanjang perjalanan hanya memikirkan Zaffran dan bagaimana dengan kondisinya tanpa memedulikan Kenzo yang ada di sebelahnya.

“Eh iya? Kok udah sampe aja”

Kenzo terkekeh mendengar pertanyaan retoris Nata “Lo kan daritadi diem mulu, mana kerasa”

“Sorry ya kak, gue jadi nyuekin lo”

“Don't say sorry. Yuk turun”

Keduanya turun dari mobil SUV hitam Kenzo kemudian berjalan beriringan menuju IGD yang berada di gedung tiga Neo Hospital.

Sepanjang jalan raut khawatir Nata jelas tergambar di wajahnya, langkahnya sedikit tergesa dengan kedua tangan diam-diam mengepal di kedua sisi tubuhnya. Jujur saja dirinya terlalu takut saat ini untuk melihat Zaffran.

Sesampainya mereka di lorong IGD, mereka melihat eksistensi Kevlar yang sedang duduk tertunduk sendirian di jajaran kursi-kursi besi di samping ruang IGD. Kevlar menengok ke arah mereka menyadari kehadiran mereka. Nata menatapnya datar, sementara Kevlar menatapnya lelah dan penuh harap. Penampilannya saat ini benar-benar berantakan, kemeja yang ia kenakan kusut keluar dari sela-sela celananya, sudah tidak rapih lagi. Dua kancing atar kemejanya pun sudah terbuka dengan rambut acak-acakan yang menutupi dahinya.

“Nat, lo dateng” Nata berjalan mendekat ke arah Kevlar disusul oleh Kenzo di belakangnya. Nata memang tidak mengenal Kevlar secara dekat, karena hitungannya mereka baru pertama kali bertemu saat itu. Nata menyunggingkan senyum sinis nya dengan tatapan yang ia arahkan ke segala lorong ini, menyadari bahwa ternyata memang dia benar-benar tidak mengenal Zaffran sama sekali.

“Gue udah disini, gue harus apa?”

Nata berucap datar sembari menatap Kevlar jengah. Jujur saja melihat laki-laki itu membuat Nata teringat akan cerita papanya terkait apa yang sudah dilakukan Kevlar untuk menjebak mama dan adiknya. Dalam benaknya ia ingin sekali menampar wajah Kevlar berkali-kali atas perbuatan yang telah ia perbuat pada mama dan adiknya, namun Nata menahannya karena ia masih mempunyai akal sehat untuk tidak membuat keributan di rumah sakit.

“Zaffran di dalem, lo mau liat dia?”

Tawar Kevlar lemah. Nata membuang nafasnya jengah sekaligus berusaha mencari kewarasannya. Kemudian ia berjalan menuju pintu IGD dengan ragu.

“Lo masuk aja, gue tunggu disini” Kenzo berbisik yang diangguki oleh Nata sebagai jawaban kemudian dia memantapkan dirinya untuk masuk menemui Zaffran.

Setelah melakukan proses sterilisasi dan mengenakan baju khusus pengunjung IGD, netra Nata kini dapat melihat Eksistensi Zaffran yang sedang tertidur dengan banyak alat bantu yang tertempel pada badannya. Nafas Nata kembali memburu, kakinya mendadak lemas seolah tidak kuat untuk melangkah lagi. Matanya kembali memerah menahan genangan air mata yang siap terjun bebas. Dengan dua kali hembusan nafas dia memberanikan diri mendekati ranjang Zaffran dan berdiri di sampingnya.

Dilihatnya kondisi tragis Zaffran yang terbaring tak berdaya itu. Ia menatap Zaffran lamat dalam radius dua meter. Ruangan ini begitu hening yang terdengar hanya suara akat-alat medis yang membantu Zaffran untuk bertahan dengan hidupnya. Nata berjalan mendekat ia semakin dapat melihat Zaffran dengan jelas. Mulutnya di tutupi oksigen dengan berbagai macam kabel yang menempel pada dadanya. Wajahnya penuh luka dengan perban yang melilit di kepala juga bahu kanannya bahkan rambut panjang yang menutupi dahinya kini sudah tidak ada lagi akrena dipotong asal agar tidak menggangu lukanya. Dengan sisa-sisa lebam di sekitar tulang pipi dan robekan kecil di sudut bibir bawahnya, juga jahitan-jahitan yang berada di lengan kirinya. Nata meringis melihat kondisi Zaffran sekarang. Air matanya berhasil lolos, nafasnya berat. Tangannya gemetar mencoba meraih pipi Zaffran pelan untuk mengelusnya lembut. Dia tertunduk untuk melihat wajah Zaffran lebih jelas.

“Hei,” Nata berbisik pelan di telinga kanan Zaffran dengan bibir gemetar menahan isak tangis.

“H-hei ini aku, Nata. I-istri kamu” Air mata nya kembali lolos saat mengucapkan kata terakhirnya, sungguh dadanya terasa sangat sesak saat ini, nafasnya memberat dengan isak yang perlahan terdengar. Dia membutuhkan pasokan oksigen lebih agar bisa bernafas normal. Nata tidak bisa membayangkan saat-saat seperti ini. Dimana hatinya selalu berdenyut nyeri tiap kali mengucapkan kata 'istri' dihadapan Zaffran. Bahkan rasa sesak dan sakitnya bertambah berkali-kali lipat saat ia tidak mendapat jawaban apapun bahkan senyuman manis yang biasa ia lihat yang terlukis pada wajah laki-laki tampan itu.

“A-aku dateng, mas Zaffran. Ini Nata. G-gak mau sapa aku, hm?”

Nata kembali membisikan perkataannya dengan susah payah namun tak ada jawaban dari laki-laki di depannya ini, yang ia dengar hanya suara alat pendeteksi jantung yang sedang bekerja. Air matanya terus-terusan meleleh di pipinya walau ia sudah menahan sekuat mungkin. Isaknya semakin kuat dan semakin terdengar di seluruh penjuru ruang IGD ini. Kepalanya mengadah ke atas menatap langit-langit ruangan ini dengan dada yang naik turun. Nata tidak kuat lagi, ia benar-benar tidak sanggup melihat Zaffran tidak berdaya seperti ini. Hatinya seperti di hancurkan oleh tumbukan batu besar yang berkali-kali di menghantam jantungnya, hatinya pun serasa hancur berkeping-keping.

Nata terduduk dan menunduk dengan bahu naik turun dan isak tangis di setiap nafasnya. Lalu kemudian tangan kanannya meraih tangan Zaffran, di tempelkannya pada pipi basahnya, dan di kecupnya berulang-ulang.

“a-aku gak akan marahin kamu kalo kamu bangun, mas”

“A-akuu hhh- huftt” Nata mengehembuskan nafasnya pelan agar bisa melanjutkan perkataannya, Demi Tuhan rasanya kenapa bisa semenyakitkan ini? Kepalanya pening bahkan Nata hampir kehilangan katanya-katanya, tidak sanggup lagi.

“Kamu lagi mimpi apa sih? Kok nyenyak banget tidurnya?”

“Ada yang ngajak kamu pergi ya disana? Kalo iya jangan mau mas. Gak boleh, ya? Apa aku yang harus bilang ke malaikat biar gak bawa kamu pergi,hm?”

“Mas, aku kangen kamu. Aku pengen dibuatin spaghetti lagi sama kamu, aku kangen rasanya deh. Aku juga kangen di peluk kamu mas, kangen di elus-elus kepalanya sama k-kamu—”

Nata mengusap air matanya kasar meskipun air mata itu masih saja lolos di pipinya bak hujan deras yang tak kunjung reda. Ia kembali menetralkan nafasnya, kemudian memajukan badannya untuk lebih dekat dengan wajah Zaffran. Di tatapnya wajah tampan itu di usapnya pipi penuh luka dan lebam itu pelan, lalu dikecupnya pipi Zaffran lama sekali bersamaan dengan air mata yang semakin deras menetes pada pipinya. Di curahkannya semua cinta yang ia punya untuk Zaffran, rasanya kecewa dan benci ia kesampingkan ia hanya ingin mencurahkan cinta dan kasih sayang yang ia miliki hanya untuk Zaffran seorang, tanpa memikirkan apa yang terjadi sudah-sudah. Biarkan untuk saat ini Nata meminta kesempatan mencurahkan semua perasaannya pada laki-laki di hadapannya. Kemudian mengelus pipi Zaffran lembut.

“Sayang, bangun ya?” “Kamu gak mau peluk istrimu lagi, hm?” “Kamu gak kangen istri cantik kamu ini, Mas?” “Kamu tuh kebiasaan kalo di bangunin susah, hiks. Biasanya kalo aku elus-elus gini yang lama kamu langsung bangun karena kegelian. Kok sekarang enggak? Gak geli ya aku elus-elus pipi kamu gini?”

“Aku janji, aku gak bakal omelin kamu lagi. Asal kamu bangun ya,”

“Kamu mau denger sesuatu gak?”

Kata Nata masih dengan isak tangis tertahan dan dengan susah payah, kemudian ia mendekatkan wajahnya pada telinga Zaffran kemudian membisikan lembut kata-kata yang tidak pernah ia utarakan lagi untuknya. Kata yang selalu Zaffran tunggu setiap harinya. Kata sakral yang menggambarkan seluruh hatinya yang berarti ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh hatinya dan menjadikan lelaki dihadapannya ini sebagai tumpuannya serta semestanya.

“I love you, I really do”


; markablee