Sebuah Keresahan
“Mas”
Nata menghampiri Zaffran yang sedang terduduk sendirian di kursi di depan jendela kamar mereka. Zaffran tak mengindahkan, Ia duduk termangu memikirkan semua rentetan informasi yang baru saja ia terima hari ini. Di mulai dari kondisi mamanya, papa nya yang ternyata menjenguk mamanya dan pertengkaran kecil antara keduanya yang terjadi di kolom chat mereka. Pun juga ia memikirkan tentang apa yang telah terjadi beberapa bulan belakangan, antara ia, papanya dan juga Nata. Iya Nata, gadis yang secara tiba-tiba datang di kehidupannya dan gadis tak berdosa yang ia tarik ke permasalahan pelik papanya.
Kepala Zaffran terasa ngilu berdenyut sakit, ia tertunduk menghembuskan nafas lesu. jari-jarinya memijat keningnya pelan. Kemudian ia merasa pundaknya di usap lembut oleh seseorang.
“Mas”
Zaffran menengok ke arah kanan dimana Nata berdiri dan berjalan menghampirinya mengambil tempat duduk disebelahnya. Kalau boleh tau, perempuan itu daritadi sedang kebingungan melihat suaminya bersikap aneh beberapa jam belakangan ini. Suaminya yang kini lebih banyak diam dan duduk di kursi itu lebih dari dua jam membuat ia khawatir dan berspekulasi aneh. Benaknya selalu menanyakan ada apa? Apa yang terjadi? Sampai akhirnya ia memberanikan diri menghampiri Zaffran untuk bertanya langsung dengan secangkir teh di tangan kanannya.
“Aku bikin teh buat kamu”
Zaffran tersenyum mendengar suara lembut perempuannya, ia menggeser badannya sedikit guna memberi ruang lebih disampingnya untuk Nata duduki, lalu menerima uluran cangkir berisi teh yang sedari tadi Nata tawarkan.
“Makasih, Nat”
Nata mendudukan diri di samping Zaffran dan menatap laki-laki nya Lamat “is something bothering you?” “Kayaknya dari tadi aku liat kamu diem Mulu”
Nata bertanya dengan suara lembutnya. Perasaan Zaffrna tiba-tiba menghangat seketika saya mendengar suara Nata, seperti sihir dengan kekuatan dahsyat, suara Nata yang bertanya dengan hati-hati membuat Zaffran seketika melupakan masalahnya dan memfokuskan atensinya pada perempuannya.
“enggak, lagi kepikiran sesuatu aja”
Zaffran menyeruput sedikit teh buatan Nata. Rasanya manis, meskipun ia tahu teh itu Nata hanya berikan sedikit gula didalamnya, biar gak diabetes katanya. Namun Zaffran tetap merasakan manis di teh itu karena yang membuat adalah orang kesayangannya, orang yang akhir-akhir ini membuat hidupnya penuh warna dan penuh rasa.
“Mikirin apa, hm? Mau cerita?”
Suara lembut Nata kembali menginterupsi pikirannya. Mulai saat ini mungkin dia akan menobatkan suara Nata sebagai suara yang paling menenangkan di dunia. Suara Nata bagai air dingin yang mengguyur kepala peningnya, juga seperti hujan yang mengguyur hati gersangnya.
Ia menaruh cangkir teh nya di nakas, kemudian merebahkan diri dan menaruh kepalanya di kedua paha Nata. Perempuannya ini dengan sukarela mempersilahkan Zaffran menumpukan beban kepalanya di pahanya. Tangan Nata terangkat mengelus surai cokelat Zaffran sambil memandangi suami dengan senyum penuh ketulusan. Zaffran yang menerima perlakuan seperti itu hanya bisa memejamkan kedua matanya, menikmati semua kenyamanan yang diberikan si perempuan.
“Nat,” “Hm?”
“Apa yang bakal didapatkan orang yang melalukan dosa besar?”
“Dosa apa nih? Dosa ke Tuhan atau...?”
Nata mengrenyit heran saat mendapatkan pertanyaan random Zaffran.
“Ke manusia, misal manusia lain melakukan kesalahan besar sama manusia lainnya yang berharga?”
“Oh, maksudnya kalo orang melakukan kesalahan besar yang mengecewakan orang lain?”
Zaffran menangguk “huum, terlebih ke orang yang sangat dia sayang, dia melakukan kesalahan besar. Sangat besar sampe rasanya gak pantes buat dimaafkan. Apa yang harus orang itu lakukan biar di maafkan?”
Nata berdehem lalu memindahkan pandangannya dari Zaffran menatap lurus ke depan, berfikir untuk merangkai jawaban dari pertanyaan random Zaffran.
Sejujurnya di dalam hati Zaffran yang paling dalam ia tidak siap mendengar jawaban Nata.
“Kalo aku yang disakitin, pertama-tama aku bakal ngeliat seberapa besar kesalahan yang orang itu perbuat, lalu setelah itu memaafkan. Karena Tuhan aja Maha Pemaaf, masa umatnya enggak”
“Kalo kesalahan besar itu suatu kebohongan?”
Nata kembali terdiam memikirkan jawaban pertanyaan Zaffran, sejujurnya di benaknya kini terlintas beribu tanda tanya, tapi ia telan mentah-mentah dengan sugesti bahwa Zaffran kini hanya lelah dan membutuhkan teman mengobrol.
“Gak ada manusia yang rela di bohongi, Mas. Lukanya pasti bakal membekas lama. Apalagi di bohongi oleh orang yang sudah ia taruh kepercayaannya” “Tapi kita juga gak bisa ngeliat dari satu sisi aja. Kita harus ngeliat dari sisi lain, alasan kenapa dia harus bohong misalnya. Tapi lagi nih. Apapun alasannya gak bakal bisa ngehapus luka yang udah didapat dari kebohongan”
Zaffran terdiam mendengar penjelasan Nata. Perasananya saat ini tambar campur aduk. Namun sebisa mungkin dia menyembunyikan semuanya di hadapan Nata.
“Kalo kamu? Kamu mau maafin orang yang udah bohongin kamu, Nat?”
“Pasti memaafkan Mas, karena Tuhan saja maha pemaaf, masa umat-Nya enggak. Tapi butuh waktu buat memaafkan. Karena aku manusia. Bisa merasa sakit, apalagi orang yang aku percaya yang bohongin aku. Bohong kalo misal aku terima maaf orang yang udah bohongin aku. Karena pada dasarnya aku juga benci kebohongan”
Zaffran lagi-lagi terdiam mendengar penuturan Nata. Dia menatap Nata lekat, ekspresinya tidak bisa dijelaskan. Pikirannya saat ini runyam sudah. Seketika ia merasa ia bisa memprediksi masa depan, dimana suatu saat ia adalah salah satu orang yang memberikan luka pada si perempuan.
Perlahan tapi pasti ia memiringkan badannya, melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nata dan menenggelamkan kepalanya di pelukan Nata. Kini Zaffran memeluk perut Nata erat. Nata kaget, tak lama kemudian ia terkekeh melihat tingkah suaminya, dia belainya lagi surai sang suami dengan penuh cinta.
“Heh kenapa sih kamu, Mas? Bobo yuk udah malem ini”
“Mau bobo gini aja” Zaffran menjawab dengansuara teredam di perut Nata.
“Hah? Apaan?”
Terpaksa Zaffran mengadakan kepalanya karena Nata tak bisa mendengar suaranya. “Mau bobo gini aja, Nat”
“Oh haha yaudah yaudah bobo yaa Mbul” balas Nata dengan suara menggemaskan. Zaffran kembali menenggelamkan kepalanya di perut Nata dan semakin mengeratkan pelukannya.
“Maaf, Nat. Aku sayang kamu”
“Hah apaan, Mas?”
Kembali Zaffran ingin menetapkan rumah yang selama ini ia cari-cari pada Nata. Namun sisi lainnya merasa tidak pantas menjadikan Nata sebagai rumah.
; markablee