Markablee

Zaffran memasuki pekarangan rumah besar bernuansa putih milik orang tuanya. Berjalan menuju ruang kerja sang ayah dengan disambut oleh beberapa pekerja di rumah itu. 

Cklek 

Dia membuka pintu besar berwarna hitam tersebut. Ruangan interior Eropa dengan suasana gelap tidak luput dari pandangannya. Pun rak-raj besar yang berisi puluhan buku tebal yang berjajar rapi disitu juga tak luput dari pandanganannya. 

Dia melihat sang ayah sedang fokus dengan komputernya di belakang ruang kerjanya. Langkah kakinya berjalan menuju sofa besar di depan meja kerja sang ayah kemudian dia mendudukan diri. 

“Selamat siang Bapak Hanjaya Liandra yang terhormat”

Sang ayah yang menyadari eksistensi anak bungsunya kini menutup tab dan menghentikan pekerjaannya kemudian berdiri melangkah menghampiri Zaffran. 

“Bagaimana kabarnya?” 

“Papa nanya kabar anaknya atau kabar perusahaan?”

“Kabar kamu dan kabar perusahaan”

Zaffran terkekeh sinis tanpa menatap sang ayah “to the point aja pa, papa mau bahas apa? Soal kabar aku atau perusahaan tanpa papa tanya, papa udah tau jawabannya”

Hanjaya terkekeh pelan mendengar sindiran anaknya. Sepersekian detik ekspresinya berubah kembali menjadi serius. 

“Bagaimana saham kita di Zae Company?”

“Itu bukan aku yang urus, tanya Kav”

“Sudah berapa persen?”

Zaffran menghela nafas pelan, jengah dengan papanya sendiri. Hubungan mereka tidak bisa dikatakan sebagai hubungan seorang anak dan ayah. Karena setiap mereka bertemu dan berkomunikasi tidak ada kehangatan disana, layaknya seorang ayah dan anak pada umumnya. Zaffran dan Hanjaya justru malah terlihat seperti orang asing yang dipertemukan karena urusan pekerjaan. Sedari dulu Zaffran tidak pernah merasakan senyuman dan sentuhan tulus dari seorang ayah. 

“23%”

“Tingkatnya menjadi 60%, setelah itu akuisisi perusahaannya”

Sesaat Zaffran membuka mulutnya ingin membantah, sang ayah kembali bersuara. 

“Jangan mengatakan itu urusan Kav lagi, Zaffran. Kav sedang sibuk mengurus anak perusahaan di Chicago. Yang disini biarkan semuanya kamu yang urus. Kamu juga salah satu pewaris Liandra. Setelah kamu berhasil mengakuisisi Zae Company. Maka Liandra Corps akan sepenuhnya menjadi milik kamu”

“Setelah itu aku bisa lakuin apapun yang aku mau?”

“Iya setelah itu kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau” 

“Termasuk hidup bahagia sama Nata?”

“Jangan melewati batas, Zaffran Annar Liandra!”

; markablee

Cklek

“Memesss”

Sesaat setelah Nata membukakan pintu utama rumahnya untuk Ajeng, dia berseru ketika melihat Ajeng berdiri di balik pintu dengan kedua tangannya yang penuh dengan plastik makanan pesanan Nata.

Ajeng tersenyum melihat sahabatnya, kemudian membalas pelukan Nata dengan kedua tangan yang, kesusahan.

“udah ah ribet nih gue” Nata sesaat melepaskan pelukannya dan menggandeng Ajeng masuk kedalam rumahnya.

“kamar gue ya” Ajeng menganggung menuruti permintaan Nata dan melangkahkan kakinya menuju kamar Nata di lantai dua.

“eh Mas” “hei, udah dateng Ajengnya?” “huum, aku ke atas dulu yaa” “okey, have fun”

Mereka berapapasan dengan Zaffran yang akan turun menuju dapur untuk mengambil minum di kulkas. Mereka berdua saling menatap diam selama sepersekian detik, tatapan tajam mereka beradu. Ajeng lebih dulu melepaskan tatapannya dari Zaffran dan memutar bola matanya jengah. Kemudian mempercepat langkahnya didepan Nata dan tanpa sadar menyeret Nata untuk mengikuti langkahnya.


“sakit apa sih lo? Keliatannya sehat-sehat aja tuh” celetuk Ajeng dan di hadiahi lemparan kentang goreng oleh Nata.

“masih lemes gini, gue demam. Semalem mati lampu, Phobia gue jadi kambuh”

Raut muka Ajeng berubah jadi khawatir kedua tangannya meraih kedua pipi Nata dan memperhatikan mukanya, telapak tangannya menyentuh dahi Nata “masih agak anget sih”

Nata menepis tangan Ajeng dari pipinya dan mendengus sebal “emang gue keliatannya kayak sehat tapi inside my body so lemes” jawab Nata berlebihan kemudian menjatuhkan kepalanya di pundak Ajeng yang langsung di tahan oleh tangan ajeng.

“ishh”

“lebay lo, nih makan mcd nya” Nata meraih bungkusan plastik makanan cepat saji pesanannya dan mengambil es krim terlebih dahulu

“makan dulu, es krimnya entar”

Ajeng mengambil es krim dari tangan Nata yang dihadiahi oleh dengusan dan tatapan sebal dari Nata. Tangannya kini mengambil sebungkus kentang goreng dam burger keju kesukaannya.

“suami lo baik-baik sama lo kan?” Nata mengangguk semangat dengan mulut dipenuhi oleh roti dan kentang.

“dia jagain gue semaleman sampe gak tidur” dia menelan makanannya dan kembali bercerita.

“bagus deh” ucap Ajeng pelan namun masih bisa didengar oleh Nata.

“dia perhatian banget Jeng sama gue. Gue cuma demam gini dia bela-belain gak ngantor cuma buat jagain gue. Gue ngerasa amat dicintai kalo gini hehehe”

Nata bercerita panjang lebar dan Ajeng masih setia mendengarkan celotehan sahabatnya ini. Sungguh sangat berbeda dengan pertama kali Ajeng mendengar cerita Nata di awal saat dia masih belum menerima Zaffran sebagai suaminya, kali ini Nata menceritakan Zaffran dengan mata berbinar dan raut wajah bahagia.

Ajeng tercenung. Di satu sisi dia senang melihat sahabatnya ini bahagia tapi di sisi lain dia sangat khawatir kepada Nata, takut sekali sesuatu datang menyakitinya dan merenggut kebahagiaan Nata.

“kayaknya gue udah mulai terbiasa hidup sama dia” Nata kembali bercerita, Ajeng berdehem pelan menetralkan perasaannya.

“udah cinta lo sama dia?”

“bukannya gue emang cinta ya sama dia?”

Ajeng mengguk lemah, dia sunggingkan senyum sedikit di bibirnya sambil menatap Nata

bahagia terus ya Nat, lo orang baik. Gak pantes disakiti”

Nata menghentikan acara makanya dan menatap Ajeng haru. “iihh tumben amat lo soft gini, gue jadi mellow”

“lebay lo ah”

“kalo ada yg nyakitin gue, kan ada lo yang berdiri paling depan buat lindungi gue”

Ajeng seketika terdiam mendengar jawaban Nata, kemudian dia meraih ponsel nya dan mengetikan sesuatu di sana. Lalu berdiri dari duduknya sambil membawa ponselnya.

“gue ambilin air ya ke bawah”

Nata mengangguk setuju “sekalian jus jeruk nya ya Jeng” pesannya kemudian diangguki oleh Ajeng, lalu berlalu pergi keluar dari kamar Nata meninggalkannya sendirian.


Ajeng melangkahkan kakinya menuruni anak tangga rumah Nata dan Zaffran menuju dapur. Langkahnya terhenti seketika saat melihat Zaffran sedang duduk di ruang keluarga rumah itu. Zaffran menatap Ajeng datar. Ajeng menghela nafas jengah lalu dengan kode menyuruh Zaffran mengikuti nya ke arah dapur, dan berjalan mendahului laki-laki itu. Dengan langkah malas Zaffran mengikuti Ajeng menuju dapur.

Ajeng menghentikan langkahnya didepan kitchen set kemudian membalikan badannya menghadap laki-laki yang sedari tadi mengekorinya dengan jarak satu meter di belakangnya.

“titipan Kav” Ajeng mengadahkan tangannya sambil menatap Zaffran tak minat.

Laki-laki itu tidak langsung menuruti permintaan Ajeng, dia berjalan mendekat ke arah Ajeng dan menatap perempuan itu dengan datar.

“apa yang Kav titipin ke gue buat lo?”

“bukan urusan lo, gak perlu tau”

“gue tau, sangat tau”

“kalo udah tau kenapa nanya!”

Ajeng membalas dengan nada jengkel dan sedikit di naikan dari sebelumnya. Sungguh, dia merasa dia tidak ingin lama-lama berurusan dengan laki-laki itu.

“lo korbanin sahabat lo sendiri cuma buat benda sialan ini?” Zaffran menatap Ajeng datar, tangannya mengangkat sebuah plastik-plastik klip kecil berisi tablet dan bubuk putih yang di bungkus sesuai ukuran dan takarannya.

Ajeng kembali memutar matanya, malas meladeni celotehan Zaffran “lo sendiri?” balasnya.

“gak usah sok menjadi orang baik ketika lo sendiri sama brengsek nya kayak gue”

*“dan lo, gak usah sok tau. Mending lo sekarang jalanin peran lo dengan baik di depan Nata. Jadi suami yang baik buat dia*” Ajeng menekankan kata 'suami' di tengah perkataannya. Zaffran melemparkan plastik-plastik itu di kitchen bar dengan kasar.

“gak perlu lo kasih tau. Gue udah tau apa yang harus gue lakuin”

Ajeng memungut plastik-plastik itu dan menaruh nya di saku celananya kemudian berjalan ke arah kulkas mengambil air mineral dan jus jeruk pesanan Nata.

“oh, satu lagi”

“jauhin Nata dari keluarga lo”

; markablee

TW // Phobia. Nyctophobia. Phobia terhadap kegelapan.

Warning: Yang memiliki Phobia dianjurkan untuk tidak membaca narasi ini.

Nata meletakan ponselnya di atas kasur kemudian merebahkan diri disebelahnya. Ia mencoba menutup mata seperti yang disarankan Zaffran. Sekarang sudah pukul 9 lebih 30 menit Zaffran belum juga pulang. Dia semakin khawatir di tambah lagi seharian ini listrik di komplek nya sempat mati dua kali saat pagi dan sore, ia hanya takut saja saat malam listrik kembali mati lagi. Pasalnya Nata itu phobia gelap, dia tidak bisa berada di tempat gelap dan dikegelapan tubuhnya akan merespon berlebihan saat dirinya berada ditempat gelap seperti mendapat sebuah ancaman. 

Nata meraih lagi ponselnya untuk mengecek jam sudah jam 9 lebih 45 menit artinya 15 menit sudah ia habiskan untuk rebahan tapi tak kunjung tertidur. Dia melihat layar hapenya dilihatnya presentase baterai hapenya yang tinggal 10% itu, kemudian beranjak lah dia dari tidurnya dan meraih charger yang ada di nakas sebelahnya. Saat hendak mencolokkan kabel charger ke ponselnya tiba-tiba 

Klik

Ruangan seketika gelap. Listrik padam untuk yang ketiga kalinya pada hari ini. Nata terlonjak kaget dan buru-buru menutup mata. Ia masih berusaha tenang kemudian menyalakan ponselnya untuk mencari cahaya lalu secepat kilat menghubungi Zaffran agar suaminya itu lekas pulang sekarang juga. 

Ia menyalakan flashlight ponselnya sesuai dengan saran Zaffran dan menarik dan menghembuskan nafasmya pelan mencoba menetralisir perasaannya agar tidak kalut. 

Di dalam hati dia terus saja merapalkan kata 'tenang Nata, pasti bisa sebentar lagi Mas Zaffran pulang' guna untuk mensugestikan dirinya bahwa dia akan baik-baik saja. 

Dilihatnya lagi benda kotak pipih yang ada di tangannya,  baterainya terus menurun saat ini sudah 9%. Dia menaruh ponsel itu di sebelahnya secara telungkup agar cahaya flash dari ponselnya bisa menerangi kamar petak ini, flash sangatlah membantu Nata untuk bisa melihat tiap sudut kamarnya dengan jelas. 

“Mas Zaffran lama banget”

Dia celingukan melihat tiap sudut kamarnya yang remang-remang itu. Kulitnya mulai merinding melihat sekitar kemudian menarik nafasnya nya pelan menetralisir rasa takutnya. 

5 menit kemudian flashlight yang ada di ponselnya tiba-tiba mati, membuat ruangan kamar Nata kembali gelap, tak ada cahaya. Nata terlonjak lagi, kali ini jantungnya mulai berdegup di atas normal. Dia meraih ponselnya, memencet layarnya terus menerus. jemarinya mulai bergetar, namun layar kotak itu tak kunjung memberikan cahaya. Baterainya habis, handphonenya ternyata mati. 

Perasaannya mulai tak karuan, tangan dan kakinya semakin bergetar, Nata mencoba menarik nafasnya lagi dan menghembuskannya namun nihil, degupan jantungnya malah semakin kencang tak beraturan. Keringat dingin mulai bercucuran di dahi Nata. Dia memejamkan matanya lagi, tak terasa air matanya kini jatuh membasahi pipinya. 

“Mas” mulutnya bergetar memanggil-manggil Zaffran.

“Hhh M-mas Zaffran b-belum pulang~ hks” Nata kembali terisak, nafasnya tercekat dan sakit luar biasa, perutnya mual luar biasa, kepalanya terasa berputar pening, keringat dingin kini semakin membanjiri tubuhnya. 

Tangannya nencengkram selimut di samping kanan kirinya, isakannya semakin kuat kini berubah menjadi raungan dan teriakan. Nata kini benar-benar ketakutan dia tidak bisa mengontrol tubuhnya sendiri. 

“M-MAS ZAFFRANN PULANGGG”

“M-maas a-aku takutt huhuu”

“Hhhh Mas hks hks aku takut bangett hks”

Isakannya memenuhi seluruh ruang kotak ini. Dia membawa kepalanya menunduk, menenggelamkan di kedua tangannya yang bertumpu di kedua lututnya yang tertekuk. Dia masih menangis. 

Cklek


Zaffran buru-buru melepas sabuk pengamannya sesaat setelah ia sampai di pekarangan rumahnya. Ia melihat sekeliling komplek yang gelap tak ada cahaya rupa memang benar terjadi pemadaman listrik lagi malam ini. Dia langsung berlari mengingat Nata yang berada di dalam sendirian dengan kegelapan. Dengan cepat dia membuka pintu rumah utamanya dan berlari ke lantai dua menuju kamar Nata. 

Masih setengah perjanannya menaiki tangga rumah itu, Zaffran sudah mendengar dengan jelas tangisan dan teriakan Nata yang memanggil namanya. Ia semakin mempercepat langkahnya dan berlari menuju pintu kamar Nata. 

Cklek

Zaffran membuka kamar Nata melihat perempuannya dengan kondisi berantakan sedang menenggelamkan wajahnya di kedua tangan di atas lututnya. 

Hatinya nencelos, buru-buru dia menyalakan flash yang ada di ponselnya dan menghampiri Nata. 

“Nat”

Si perempuan menoleh saat setelah menyadari ada sebuah cahaya yang masuk ke kamarnya. Dia melihat Zaffran dengan air mata yang bercucuran dan keringat yang membasahi dahi dan lehernya. 

“M-mass” bibirnya bergetar memanggil namanya. Dengan sigap Zafran meraih tubuh Nata kedalam pelukannya. Memeluk tubuh mungil Nata dengan erat dan menciumi puncak kepalanya memeberikan ketenangan. 

“Heii, tenang ya aku disini Nat” ucap Zaffran lembut, tangannya mengusap punggung Nata menyakurkan ketenangan untuknya. Nata semakin terisak di dalam pelukan sang suami. Tangisannya semakin kerasa bersamaan dengan kedua tangannya yang mencengkram kemeja Zaffran dengan erat pula. 

“M-mas aku takut hks banget hks” di sela-sela tangisannya Nata mengatakan perasaannya dengan suara yang teredam dada Zaffran. Zaffran semakin mengeratkan tangannya dipundak Nata, membawa perempuannya masuk lebih dalam lagi ke pelukannya. 

“Ssttt gak usah takut ada aku disini, kamu aman sekarang Nat”

Cukup lama Nata terisak di dalam dekapan Zaffran. Dengan sabar Zaffran mencoba memberi ketenangan dan kenyamanan untuk Nata, dia terus mengelus punggung Nata dan menciumi puncak kepala Nata, terkadang mengeratkan dekapannya menyalurkan cinta kasihnya untuk sang puan. 

Klik

Lampu kembali menyala, memberikan cahaya ke seluruh suduh ruang kotak ini. Nata yang tersadar melepas pelukan Zaffran dan memerhatikan sekitar, matanya lalu tertuju pada sosok didepannya. Isakannya masih terdengar dari sisa-sisa tangisannya. 

Zaffran yang melihat kondisi Nata yang berantakan itu kemudian mengusap lembut pipi Nata dengan kedua tangannya. Lalu kemudian merapikan rambut Nata yang menutupi wajah dan matanya. 

“You okay?” Tanyanya pelan. Yang ditanya mengangguk lemah. 

“lampunya udah nyala. Sekarang mending kamu tidur yuk, udah mau tengah malem” Ucap Zaffran lembut, kedua tangannya meraih pundak Nata dan membaringkan badan mungil itu dikasurnya. Nata meraih tangan Zaffran untuk di genggamnya. 

“Jangan kemana-mana”

“Aku gak akan kemana-mana Nat, aku disini”

“Beneran ya jangan kemana-mana”

Zaffran tersenyum lalu mengusap kepala Nata lagi “Iya, enggak kemana-mana”

“Tidur disini aja” Nata bergumama pelan menatap mata Zaffran yangbsaat ini terdiam, seperskeian detik kemudian yang ditatap memberikan senyum tulusnya lagi. 

“Iya”  lalu ikut membaringkan tubuhnya di space kosong di samping Nata. Entah sadar atau tidak Nata membalikan badannya dan meraih pinggang Zaffran lalu memeluknya lagi, menenggelamkan kepalanya di dada bidang milik Zaffran. 

Zaffran seketika terdiam melihat perlakuan Nata padanya. Cukup Lama dia tidak membalas pelukan Nata, sampai akhirnya Nata menggerakan badannya untuk memeluk dirinya semakin erat dan mencari posisi ternyamannya, Zaffran lalu membalas pelukan Nata, memeluk sang puan dari samping dan kini mereka kembali berpelukkan dengan posisi berbaring. 

“Nat”

“Hm” Nata bergumam pelan dengan mata tertutup. Zaffran masih terdiam tidak melanjutkan kata-katanya. 

“Aku sayang kamu” sampai akhirnya kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Zaffran, diam-diam Nata tersenyum mendengar itu lalu kembali mengeratkan pelukannya. 

“Aku juga”

“Entah apapun yang terjadi kedepannya. Aku bakal tetep sayang kamu. Kamu harus inget itu ya”

Tidak ada balasan lagi dari Nata yang ada hanya nafas teratur dan tenang yang keluar dari hidung Nata dan mata nya yang saat ini terkatup sangat tenang, Nata tertidur di pelukan Zaffran. 

Mulai detik ini, Zaffran kembali lagi berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap menjaga dan melindungi perempuannya dalam hal apapun, sekalipun hal itu membahayakan dirinya sendiri. 


; markablee

“Eh mbak kok di depan?” Gema terlonjak kaget saat menyadari istri bos nya kini menaiki mobil nya dan duduk di samping dirinya, bukan di belakang.

“Gak papa pengen aja, kenapa sih kak? Santai aja kalo sama saya”

“Yuk jalan” sesuai intruksi Gema menjalankan mobilnya menjauhi pekarangan rumah atasannya. 

Sepanjang perjalanan Nata dan Gema banyak mengobrol seperti layaknya seorang teman lama yang baru saja bertemu. Obrolan keduanya begitu mengalir sampai perjalanan mereka seperti tidak terasa. Banyak fakta yang baru diketahui Gema tentang istri atasannya ini. Gema baru tahu bahwa Nata adalah seorang lulusan universitas ternama di luar negeri dengan predikat nilai sangat memuaskan, bahwa Nata sudah 4 tahun tidak pernah pulang ke Indonesia, bahwa Nata ternyata mengalami amnesia karena terlalu stres sehingga dia melupakan hal-hal penting yang ia tinggalkan di Indonesia. Terlebih juga fakta bahwa sebenarnya Nata dan Gema itu ternyata hanya terpaut satu tahun, membuat Gema merasa lebih luwes dan lebah santai saat berbicara dengan Nata, ditambah Nata yang orangnya sangat friendly tehadap orang baru semakin membuat Gema nyaman mengobrol santai dengan Nata. 

“Berarti lo beneran gak inget kalo punya suami, Nat?” Nata mengangguk mengiyakan pertanyaan Gema. Lawan bicaranya spechless mendengar fakta itu. 

“Gue jahat banget ya kak, ngelupain suami sendiri orang yang gue cinta. Apalagi dulu pas pertama kali gue dijemput sama Mas Zaffran di bandara gue ngira dia bakal nyulik gue dengan modus penculikan ngaku-ngaku jadi suami” Gema terbahak mendengar penjelasan Nata “emang pak bos tampangnya kayak penculik banget Nat?” Nata menggeleng 

“Enggak kak, gak ada sama sekali. mana ganteng gitu kan gue kaget aja tiba-tiba ada yang ngaku jadi suami gue. Eh ternyata emang gue nya aja yang sakit”

Gema terdiam sejenak, matanya masih fokus ke depan memerhatikan jalan. Mereka berhenti di lampu merah, tinggal dua perempatan lagi mereka akan tiba di kantor Zaffran.

“Terus sekarang lo udah inget?” Tanya Gema lagi, Nata masih terdiam kemudian menggeleng lemah lalu tertunduk. Gema merasa kasian melihatnya  

“Gak papa. Nyembuhin amnesia emang lama. Dulu sepupu gue juga gitu kena amnesia gara-gara kecelakaan. Dia baru bisa inget semuanya lagi setelah dua tahun kemudian. Semua tergantung kemauan dan support dari orang sekitar Nat” 

Nata terdiam mendengar penjelasan dari Gema. Bagaimanapun yang di katakan Gema benar. Menyembuhkan penyakit amnesia memang membutuhkan waktu lama itu juga yang di katakan oleh dokternya, asal ada kemauan dan dukungan dari orang sekitar pasti akan sembuh asal tidak ada paksaan dan dorongan berlebih kepada pasien. 

“Pantesan ya Nat, gue gak tau kalo Pak Bos udah nikah. Ternyata istrinya emang gak pulang selama  4 tahun” Ucap Gema lagi, 

Nata terkekeh ringan mendengar penuturan Gema.  Bagi dia Gema itu orangnya asik, enak diajak ngobrol, juga nyambung dan suka bercanda. Hal itu membuat Nata juga merasa nyaman berada didekat Gema seakan seperti menemukan sososk kakak laki-laki yang ia idam-idamkan, mengingat dia adalah anak sulung dan hanya memiliki seorang adik. 

“Orang-orang kantor pasti kaget ya kak” Gema mengangguk semangat kemudian melanjutkan ceritanya. 

“Iya, gue kira pak bos bakal sama cewek centil ganjen menel yang tiap hari nyamperin dia ke kantor”

Ucapan Gema menarik perhatian Nata. Nata mengerutkan dahinya dan menatap Gema heran. Cewek? Siapa? 

“Mas Zaffran suka disamperin cewek kak dulu?”

“Gue gak tau semenjak kapan sih, berhubung gue baru dua tahun kerja sama Pak Zaffran gue gak tau pastinya. Mungkin karyawan yang lebih senior tau. Yang pasti dulu di tahun pertama gue kerja tu cewek emang suka beberapa kali nyamperin Pak Bos di kantor. Tapi entah kapan tepatnya dia udah gak pernah balik lagi ke kantor” 

Nata memfokuskan dirinya mendengar cerita dari Gema, ia mendengarkan dengan antusias kemudian ber oh ria. 

“Di tanggepin gak kak?”

Gema menggeleng kemudian melanjutkan cerita “tiap kali tu cewek dateng pak bos selalu ngehindar terus bahkan pernah sekali dia samoe bentak cewek itu karena risih di kintilin mulu” 

Nata terdiam memikirkan lagi perempuan seperti apa yang selama ini mengganggu suami nya saat dia tida ada? Apakah lebih cantik dari dia? Atau perlukah dia menanyakan hal itu langsung kepada suaminya nanti? 

“Yuk Nat turun, udah sampe”

Gema membuka sabuk pengamannya, menarik rem tangan dan menunggu jawaban dari orang disebelahnya. Dia menoleh kesamping saat dirasa Nata tidak merespon perkataannya. Dilihatnya ternyata Nata sedang terdiam melamun dan menerbangkan pikirannya entah kemana.

“Nat?”

“Mau gue bukain?”

Nata seketika tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Gema. “Eh gak usah kak” kemudian langsung meraih knop pintu mobil Gema dan beranjak turun, namun baru saja pintu mobil terbuka sedikit Nata kembali mendengar perkataan Gema.

“Gak usah di pikir, Nat. Pak Bos orangnya setia kok” Nata tersenyum mendengar perkataan tiba-tiba Gema kemudian terkekeh dan menjawab

“gue paham kak hehe”


; markablee

Zaffran menghampiri Jiro yang sedang mengotak-atik remot televisi mencari acara yang menarik perhatiannya. Dia terduduk di sebelah Jiro dengan tatapan lurus kedepan menatap laya rkotak besar yang berada setengah meter dari posisinya. Tubuhnya ia sandarkan ke sandaran sofa kemudian menghela nafas lemas.

Jiro yang sedari tadi menyadari eksistensi Zaffran pun enggan menoleh ke samping kanannya. Perasaannya campur aduk tiap kali ia berada di dekat laki-laki itu, namun perasaan marah lebih mendominasi dibanding semuanya. Sebenarnya Jiro juga tak sepenuhnya berhak merasa marah kepada Zaffran karena Zaffran tidak patut di persalahkan untuk semua hal ini. Ia juga patut di persalahkan, ia tahu betul itu. Hal itu membuat Jiro menekan egonya dalam-dalam dan berusaha bersikap normal seperti tidak ada apa-apa terlebih di depan kakaknya.

“kenapa?” Jiro yang pertama membuka suara setelah keheningan merambat diantara keduanya.

“ada yang perlu di bahas?” Zaffran menoleh kearah kirinya menatap Jiro dengan satu alis terangkat sepersekian detik kemudian kembali mengalihkan tatapannya ke arah televisi menonton acara yang sebenernya tidak menarik itu.

“are you okay?”

“gak usah sok peduli”

“gue beneran peduli Ji” Dengan nafas tercekat Zaffran menampis balasan Jiro dan menatap anak itu intens. Jiro membuang muka malas, memutar bola matanya dan membuang pandangannya ke segala arah kecuali pada Zaffran.

“gue gak butuh” “cuma ada kita berdua disini. Gue gak perlu pura-pura lagi kan?”

“sebenci itu lo sama gue?” Zaffran melontarkan pertanyaannya membuat Jiro memberikan atensi tak percaya padanya. Dengan tatapan menggebu Jiro menatap laki-laki di sebelahnya dan menekankan tiap kalimat yang ia lontarkan. “gak perlu gue jawab lo udah tau jawabannya

“gue juga korban Ji, Kita semua korban

Perkataan Zaffran lantas membuat tatapan memggebu Jiro berubah menjadi tatapan sini, bibirnya menyunggingkan senyum remeh. Anak itu menggeleng tak percaya atas apa yang baru saja Zaffran lontarkan.

“gak usah merasa jadi korban kalau nyatanya rasa sakit lo nanti gak lebih dari apa yang kakak gue rasain”

Zaffran terdiam lagi tak berani menjawab perkataan anak disebalahnya. Namun di dalam hatinya ia bergumam 'sakitnya kakak lo itu sakitnya gue juga, Ji'


; markablee

TW // abusive. Violence. Toxic parent. Wounds

Sesampainya di depan rumah, Nata sesegera mungkin mencopot seatbelt yang ia kenakan dan langsung membuka pintu mobil Zaffran lalu berlari ke arah teras. Ia melihat Jiro, adik satu-satunya terduduk dengan kepala tertunduk dan terdapat ransel hitam di punggungnya.

Jiro mengangkat kepalanya sesaat setelah menyadari kedatangan seseorang didepannya. Nata menatap Jiro teduh. Ia melihat terdapat banyak lebam di pipinya dan ada sedikit robekan di sudut bibirnya membuat dia kembali meringis menatap keadaan si bungsu.

Di tangkapnya kedua pipi Jiro dengan tangan bergetar, genangan air bening sudah menumpuk di bagian bawah matanya, bersiap terjun bebas membasahi pipinya. Zaffran ikut terkaget sesaat setelah dia memberhentikan langkahya tepat di belakang Nata, sehingga ia pun dapat melihat kondisi Jiro dengan jelas.

“kak” suara parau Jiro menginterupsi, tumpukan air bening di pelupuk mata Nata kini sudah terbendung. Terlebih disaat ia mendengar suara parau Jiro, Nata menangis meringis menatap nanar si bungsu, di bawanya si bungsu kedalam dekapan hangatnya, tangannya mengusap punggung Jiro menenangkan.

“kenapa bisa sampai kayak gini, dek?” Nata melepaskan pelukannya dan bertanya menuntut penjelasan dengan isak tertahan, namun suara Zaffran menginterupsi keduanya

“masuk dulu yuk, kita obatin lukanya dulu.” ketiganya kini berjalan memasuki rumah Zaffran dan Nata.

Didudukannya tubuh sang adik di sofa ruang tamu. Zaffran menaruh kotak P3K di meja, memang setelah memasuki rumah ia langsung menuju dapur mencari dimana kotak P3K berada. Dengan telaten Nata mengobati luka dan lebam di muka Jiro. Sesekali Jiro meringis kesakitan namun sampai saat ini laki-laki itu tidak mengeluarkan air matanya. Padahal Nata tau si bungsu sedang menahan sakit mati-matian.


“aku tinggal dulu biar kalian ngobrol berdua. Take your time, jangan dipaksa anak nya kalo gak mau cerita” Zaffran membisikkan sesuatu pada Nata yang dibalas dengan senyum dan anggukan oleh Nata. “makasih, Mas” Zaffran tersenyum kemudian mengusap kedua bahu Nata lembut lalu beranjak ke belakang memberikan Nata dan Jiro waktu untuk berbicara berdua.

“sekarang udah bisa cerita, Ji?” 30 menit setelah Nata mengobati luka Jiro, si bungsu masih terdian enggan membuka suara. Dia berfikir dua kali perihal menceritakan apa yang terjadi di rumahnya, sehingga ia mendapati luka-lukanya.

“Ji, kalo belum bisa cerita it's okay kakak gak maksa kamu cerita sekarang. Tapi cerita ya Ji? seenggaknya kakak bisa cari solusi dan jalan keluar kalo kamu mau cerita”

Jiro menatap sang sulung. Kakak satu-satunya yang sangat ia sayangi. Matanya teduh dan nanar saat menatap kakaknya. Seakan menyimpan berjuta-juta penyesalan dan rasa bersalah di matanya. Dulu Jiro selalu bilang bahwa tidak boleh ada yang menyakiti kakaknya, apapun yang terjadi dia akan selalu melindungi kakak dengan cara apapun, dia akan selalu berada di garda depan yang siap melawan dan membalas orang-orang yang menyakiti sang kakak. Tapi janjinya pun seakan hilang dan sirna ketika dia mendapati kenyataan dan kesadaran bahwa dialah yang akan menjadi salah satu orang yang akan menyakitinya.

Kini Jiro kembali menunduk dan menghela nafas pelan.

“it's okay Ji, kamu istirahat aja”

Nata meraih kotak P3K disamping badan nya dan akan beranjak meninggalkan Jiro sendiri sebelum sebuah tangan memegang ujung kaosnya. Nata berbalik menatap Jiro yang masih menunduk dengan tangan kanan yang memegang ujung kaosnya. Dia tersenyum simpul kemudian kembali mengambil tempat duduk disamping si bungsu.

“Mama halusinasi lagi, dia ngira kalo aku papa.” Nata terdiam mendengar cerita Jiro dengan seksama.

“aku baru pulang abis kuliah, terus mama ngeliat aku langsung histeris aku dilemparin barang-barang sama di tampar juga”

Nata meringis mendengar penjelasan dari si bungsu, dia mengusap punggung Jiro menyalurkan ketenangan pada si bungsu.

“kamu tau sebelumnya mama abis ngapain atau abis terima telfon atau chat dari siapa gitu Ji?”

Jiro menggeleng lemah “enggak kak, aku seharian kuliah. Tadi pagi pun mama masih biasa aja. Kayaknya mama dapet telfon dari papa, mama bakal kumat kayak gitu kalo papa ngabarin. Mama gampang ke trigger kak akhir-akhir ini”

“nanti kakak coba hubungi mama dan papa, buat nanya apa yang sebenernya terjadi. Buat beberapa hari ini kamu sama kakak dulu sampai emosi mama reda. Kamu mending sekarang istirahat aja” Nata kemudian beranjak di susul Jiro dan mengantarkan si bungsu menuju kamar tamu.


; markablee


Setelah mengakhiri obrolan online Nata sama Zaffran, Nata pun segera berjalan ke arah laci dapur untuk mengambil energen vanilla. Rumah ini memang seakan-akan didesign dan diperuntukan untuk dirinya termasuk seisinya. Zaffran mengisi rumah ini dengan semua kebutuhan-kebutuhan Nata yang sudah jadi kebiasaan hidup dan kesuakaannya. Salah satu contohnya adalah dengan menyediakan minuman dan makanan instan, susu cokelat di kulkas, snack-snack ringan, bahkan Zaffran berkata bahwa rumah ini dilengkapi dengan ruangan khusus untuk Nata menonton film atau series kesukaannya mengingat ia samhat menyukai menonton film saat sedang bosan. Sebenarnya Nata sedikit terkesan dan emrasa dispesialkan saat mengetahui satu fakta itu.

Nata menyadari eksistensi Zaffran setelah mendengar suara sandal yang berdecit keras bergesekan dengan lantai rumah ini. Zaffran menarik kursi meja makannya dan menaruh ponselnya di atas meja, setelah itu ia duduk terdiam dengan pandangan yang masih fokus memperhatikan Nata yang sedang menuangkan air hangat pada cangkir putih milik mereka berdua.

Nata membalikan badannya sesaat setelah selesai mengaduk minumannya dan segera memberikan satu cangkir kepada Zaffran lalu mendudukkan dirinya di hadapan Zaffran. Nata memperhatikan rambut Zaffran yang masih basah dan acak-acakan membuat ia menarik kesimpulan bahwa suaminya ini telah mencuci rambutnya malam-malam.

“kamu abis keramas kak?” Zaffran mengambil cangkir di hadapannya dan meminum minumannya pelan sambil mengangguk sebagai tanda dia jawab pertanyaan Nata.

“dih malem-malem keramas, nanti masuk angin” Nata menjawab kemudian ikut meminum susu energen cokelat miliknya.

“gerah Nat” Kak Zaffran menjawab pertanyaan gue dengan sedikit cengengsan. Tangan kanannya meraih ponsel di sebelah kanan dirinya dan mulai memainkan benda kotak pipih itu. Cukup lama mertrka saling terdiam di meja makan, Zaffran yang sibuk sama ponselnya dan Nata yang hanya terdiam memperhatikan Zaffran yang sibuk sendiri dengan ponselnya, kemudian Nata berdecak kesal.

“ngapain si kak? Hapean mulu”

“bentar Nat, kerjaan”

Nata mendengus sedikit kesal mendengar jawaban singkat Zaffran. Lagi mereka saling terdiam setelah itu, ada sedikit rasa canggung yang datang di antara keduanya, hingga minuman Nata hanya tersisa satu teguk lagi.

“kak cerita dong,” Akhirnya Zafffran menaruh ponselnya dan menatap Nata di seberangnya dengan mengangkat satu alisnya bingung.

“cerita apa, hm?”

“cerita masa lalu, kok bisa aku nikah sama kamu sih?”

Laki-laki dengan piyama kotak-kotak biru itu diam sejenak kemudian menjawab “ya karena kamu cinta sama aku”

Nata mendengus lagi mendengar jawaban Zaffran kemudian meminum sisa minumannya yang tinggal satu teguk lagi lalu kembali ke arah wastafel untuk mencuci gelasnya.

“aku kenal kamu, dari kamu masih jadi anak sekolahan aku masih kuliah, dulu kamu bandel ke HW pake ktp palsu abis itu ketauan satpam. Aku yang nolongin, yang nganterin kamu pulang. Dari situ ya kita deket, abis itu aku nembak kamu terus kita pacaran sampe aku ngelamar kamu yaudah deh kita nikah”

Nata berjalan ke arah Zaffran dan duduk di tempat semula, memperhatikan Zaffran yang sedang bercerita sambil menopang dagu menggunakan kedua tangannya.

“kok bisa kita nikah sebelum aku pergi ke Korea sih?”

“waktu itu persiapannya udah mateng semua dan emang kebetulan aja pengumunan kamu lolos beasiswa ngepasin seminggu sebelum kita nikah. Kita udah diskusiin ini bareng-bareng sampe akhirnya kita mencapai kesepakatan kalo abis nikah aku gak boleh ngehalangin kamu dan study kamu, gak boleh ganggu study kamu selama disana dan berakhir kamu ngelarang aku buat hubungin kamu apalagi nengokin kamu kesana”

“cincin pernikahan kita dimana kak?” Zaffran terdiam sepersekian detik setelah mendengar pertanyaan Nata, kemudian menghela nafas pelan.

“cicin pernikahan kita aku simpen”

“kok aku gak pake?” Zaffran terdiam lagi. Jujur, pertanyaan mengenai cincin pernikahan ini sudah Nata tahan semenjak beberapa hari yang lalu, karena ia sangat amat ingat jelas jika selama empat tahun ia tinggal di Korea, Nata tidak pernah sekalipun memakai cincin atau menyimpan sebuah cincin.

“Kamu bilang kamu gak mau pake?” Zafffran berucap lirih. Nata mengrenyit, ia berpikir apa ia sejahat itu dulu? Ia seakan egois sekali hanya mementingkan ego dan keinginannya sendiri, seakan-akan tidak mengakui pernikahan sendiri demi kepentingan pribadi, tanpa memikirkan bagaimana perasaan Zaffran.

Nata seketika berdiri dari kursinya berjalan menghampiri Zaffran dan memeluk lehernya degan pelan dari belakang, ia menumpukkan dagunya sendiri di pundak Zaffran. Kemudian menutup matanya pelan, menghirup aroma maskulin Zaffran dan menikmatinya barang sekejap.

Zaffran sedikit tercekat dengan gerakan tiba-tiba Nata, Zaffran beralih menatap Mata terheran. “Sorry” Nata berucap pelan tepat di samping telinga Zaffran.

Zaffran melepaskan tangan Nata yang berada di lehernya pelan kemudian menuntun Nata berdiri disampingnya. Zafffran masih memegang tangan Nata, mengelus tangan mungil itu lembut dengan tersenyum menatap mata Nata lekat.

“why are you say sorry? It's okay itu semua udah lewat. Past is past. Yang penting sekarang kamu ada di sisi aku aja, aku udah berysukur”

“kayaknya dulu ataupun sekarang aku nyakitin perasaan kamu terus ya kak?”

Zaffran menggeleng pelan saat denger penuturan Nata. Bagaimanapun, berapa kalipun Nata pikirkan perihal perilakunya pada Zaffran, ia selalu merasa itu adalah perbuatan yang salah dan seketika rasa bersalah datang menghantui dirinya.

Zaffran mengelus rambut Nata pelan kemudian meraih pundak Nata lembut. “gak usah overthinking, kan udah aku bilang past is past. Yang terpenting itu masa sekarang dan masa depan nanti.”

“mending sekarang kamu tidur, aku anter ke kamar ya”


; markablee

Sesuai dengan apa yang Nata katakan pada Zaffran di iMess tadi, ia setuju untuk melakukan medical check up ke dokter untuk memastikan kondisi kesehatannya.

Entah ini tindakan benar atau tidak, tapi dirinya berharap setelah ini ia bisa mendapat pencerahan dan kejelasan tentang masalah ini dan bisa memikirkan apa langkah selanjutnya yang harus ia lalukan dengan kata lain Nata memutuskan untuk mengikuti semua alurnya. Ia memutuskan untuk mengikuti semua permainan semesta ini dan berharap, keputusan ini bukanlah keputusan yang salah dan tidak akan menyakiti dirinya kedepannya atau bahkan membawa malapetaka untuknya di kemudian hari.

Nata menghembuskan nafas kasar saat melihat pantulan diri sendiri pada kaca besar yang ada di kamarnya. Beberapa kali ia mensugestikan pada dirinya sendiri bahwa ia bisa, ia harus bisa melewati semuanya demi menemui titik terang.

Setelah itu Nata keluar dan turun ke bawah menemui Zaffran yang katanya sudah menunggunya di mobil. Di bawah ia melihat mama yang sedang mencuci piring bekas sarapan tadi pagi, tanpa menoleh ke arah Naga yang padahal jelas eksistensinya dapat dengan mudah di lihat dari sudut pandang sang mama. Ia tahu mama pasti sangat amat kecewa atas perlakuan dirinya kemarin, rasa bersalah kini mulai tumbuh di dalam benak Nata tapi ia terlalu malu dan ciut untuk memulai percakapan bahkan meminta maaf duluan pada sang mama.

Nata mengalihkan atensinya pada ruang tengah dimana ia melihat Jiro sedang asik menonton tayangan kartun kesukaannya di pagi hari. Jiro yang menyadari keberadaan Nata lalu menoleh ke arahnya, sadar akan eksistensi sang kakak kemudian tersenyum kecil untuk menyapa Nata.

“Pagi” Nata menghampiri Jiro dan mengacak rambutnya dari belakang sofa yang dia duduki. Merasa akan ada protes yang di layangkan dari mulutnya ia segera berlari kecil ke arah pintu menuju mobil Zaffran yang di parkir di halaman rumah.


Zaffran tersenyum manis ke arah Nata sesaat setelah menyadari sang gadis memasuki mobilnya dan duduk di kursi penumpang di sampingnya.

Nata kaget saat tiba-tiba dengan seduktif Zaffran mendekat ke arahnya hingga ia menahan nafasnya sejenak sambil memundurkan badan menjadi lebih kebelakang. Ternyata tangan Zaffran terulur memasangkan seatbelt pada tubuh mungil Nata. Sang gadis masih tercekat saat tangan itu beralih ke atas kepalanya dan mengelus pelan rambut Nata sambil tersenyum. Nata merasa ada sensasi listrik yang menyengat ke badannya dan jantungnua yang tiba-tiba seperti mau merosot ke perut ketika Zaffran melakukan hal itu. Ia baru mendapatkan kesadaran lagi saat Zaffran udah menjauhkan badan dan tangannya dari jangkauan Nata dan menancapkan gas meninggalkan halaman rumah.

“biasanya kamu suka kelupaan pake seatbelt kan sampe aku kebiasaan pasangin kamu tiap kita ngedate” Zaffran tiba-tiba membuka suara tanpa menoleh ke arah Nata. Pernyataannya membuat Nata agak sedikit kaget lagi karena fakta yang baru saja dia ucapkan adalah benar adanya kalo memang Nata sering kali lupa untk memasang seatbelt saat akan berkendara, namun rasanya ia ingin menyangkal pernyataan Zaffran yang berkata bahwa dia sudah terbiasa membantu memasangkan seatbelt pada Nata setiap mereka jalan berdua, karena rasa-rasanya momen-momen seperti itu tidak pernah sama sekali terjadi di dalam hidup Nata.

“kita.. sejak kapan kenal?” Nata mulai membuka suara mempertanyakan perihal hubungannya dengan laki-laki di samping dirinya ini.

“4 tahun lalu, di Holywings. Pertama kali nya aku ngeliat anak SMA main di HW dan pertama kali nya juga aku kenal kamu” Zaffran menjelaskan dengan tenang tanpa mengalihkan pandangannya dari arah jalan. Naya mengrenyit heran, ia memang mengingat saat ditinya dengan terang-terangan main ke salah satu restoran dewasa dengan bermodalkan identitas palsu yang dia dapat dari teman tongkrongannya dan berakhir ketahuan oleh satpam disana. Namun momen Nata bertemumu Zaffran di Holywings? Ia benar-benar tidak bisa mengingat itu semua.

“Gue inget emang pernah coba masuk ke situ pake KTP palsu, tapi gue gak inget gue ketemu lo disitu”

“Waktu itu kamu nabrak aku dan KTP palsu kamu itu jatuh, aku yang nemuin dan aku juga yang laporin kamu ke satpam” “Bahkan aku sempet anterin kamu pulang waktu itu, kamu gak inget?” Nata menggeleng pelan mendengar pertanyaan Zaffran karena memang bener-bener ia tidak bisa mengingat semua itu seakan-akan tidak pernah mengalami kejadian yang disebutkan oleh Zaffran. Nata terdiam membiarkan spekulasi-spekulasi itu terus bertumbuh di dalam otaknya.


Rangkaian Medical check up sudah Nata lakukan semua. Mulai dari cek tekanan darah, cek darah, sampe pemeriksaan radiologi dan CT-Scan semua bagian tubuh Nata. Proses itu membutuhkan waktu kurang lebih dua jam sampai dirinya dan Zaffran akhirnya di panggil untuk bertemu dengan dokternya untuk menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang salah dengan diri Nata.

“baik ibu dan bapak hasil tesnya sudah keluar dan saya akan menjelaskan hasilnya kepada anda sekalian.“ Nata menunggu penjelasan dokter dengan perasaan campur aduk. Antara gugup, takut, dan pansaran. Kedua tangannya ia satukan di bawah meja tanpa sadar ia meremat tangannya sendiri untuk mengurangi rasa gugup dan takut yang ia sedang rasakan.

“sebelumnya sejak kapan Ibu Renata tidak mengenali anda sebagai suaminya?” Dokter Ryan-dokter yang menangani medical check up Nata- memberikan pertanyaan pada Zaffran.

“Sejak pertama kali dia melihat saya setelah 4 tahun lamanya dok” jawab Zaffran. “Ibu Renata apa yang ibu ingat?” dokter bergantian mengajukan pertanyaan pada Nata. “saya inget semuanya dok, mama saya, adik saya, teman-teman saya bahkan masa-masa sekolah saya. Saya cuma gak inget orang ini dan... dan tentang pernikahan”

Dokter mendengarkan sambil membolak-balik hasil tes yang ada di tangannya. Kemudian mengotak-atik komputernya lalu menunjukkan monitor komputernya ke arah Nata dan Zaffran. Monitor itu menunjukkan gambar-gambar yang Nata yakini itu adalah salah satu struktur tubuh Nata.

“jadi begini Bapak Ibu, berdasarkan hasil CT-Scan yang sudah keluar. Kami mendiagnosis Ibu Renata mengalami gangguan Amnesia Disosiatif. Dimana pasien akan mengalami kehilangan ingatan terkait sebuah peristiwa penting bahkan sampai orang yang penting di hidupnya. Biasanya penyebab utama nya adalah kerusakan bagian otak yang terjadi akibat benturan, trauma, konsumsi obat-obatan dan bisa juga diakibatkan karena stres.” “Namun gangguan ini tidak merusak ingatan masa lalu atau ingatan yang baru saja terjadi. Itulah sebabnya Ibu Renata masih bisa mengingat tentang masa kecil nya dan orang-orang disekitarnya.”

Nata terdiam mendengar penjelasan dokter mengenai kondisinya saat ini. Jadi memang benar? Memang benar yang salah itu ada pada dirinya? Tapi seakan akan penyataan dokter ini mengada-ngada karena Nata benar-benar tidak pernah terlibat kecelakaan apapun yang buat otak atau sarafnya cedera parah.

“dokter yakin? Saya gak pernah mengalami kecelakaan yang parah sampai bikin cedera otak saya dok, diagnosis nya yakin benar?” Nata berusaha menyanggah pernyataan dokter. “dokter bisa cek ulang kan dok, sepertinya ada yg salah dengan hasil tesnya” Kali ini Zaffran menambahkan. Nata seketika merasakan sebuah tangan hangat menggenggam kedua tangannya di bawah sana, membuat dirinya merasa sedikit tenang di tengah kekalutan dan kekagetannya. kali ini Nata akan membiarkan Zaffran melakukan itu.

Memang benar tidak ada riwayat kecelakaan berat pada riwayat kesehatan ibu, itulah yang membuat kasus Ibu Renata ini tergolong kasus yang spesial karena saya baru menemukan kasus seperti ini. Gangguan ingatan yang ibu alami kemungkinan terjadi akibat stres berat. Otak ibu bekerja lebih berat dan adanya gangguan psikis yang ibu alami semasa di luar negeri”

“saya resepkan obat untuk Ibu ya. Jangan lupa check up rutin sebulan dua kali. Dan untuk Pak Zaffran di bantu istrinya pelan-pelan untuk emngingat semua memori yang hlang, jangan terlalu di paksa karena itu akan berakibat pada otaknya. Pelan-pelan saja.”

Nata kembali terdiam ketika dokter Ryan menjelaskan semuanya, ia mengingat memang selama di Korea, ia terlalu fokus belajar dan terlalu memforsir tubuhnya hingga mungkin saja ia melupakan peristiwa-peristiwa penting yang ia tinggalkan di Indonesia. Ternyata memang ada yang salah di dalam dirinya~


Note: penjelasan mengenai diagnosa penyakit tidak murni benar-benar ada di dunia nyata ya. Kasus yang di jelaskan sama dokter di narasi hanya ada di dalam au.


; markablee

Cukup lama Nata menangis di dalam kamarnya. Hingga ja mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dari luar. Namun tidak ada sedikitpun niat untuk membukanya Nata benar-benar terlalu malas untuk bertemu dengan orang-orang di rumahnya.

“kak ini Jiro” Tapi setelah Nata mengetahui siapa yang mengetuk pintunya, Nata bergegas merapihkan diri dan membersihkan air matanya lalu membasuh muka dengan cepat.

“Iya bentar dek”

Setelah mengusap wajahnya dengan handuk kecil yang ia ambil dari lemari bajunya kemudian ia bergegas membuka pintu untuk mempersilahkan Jiro masuk.

“hai” Nata tersenyum di hadapan Jiro. Adiknya memasuki kamar sang kakak perempuannya dengan degan kikuk kemudian berdiri tepat di belakang pintu sesaat setelah dia menutupnya.

Segera Nata merengkuh tubuh jangkung adiknya yang berdiri di hadapannya ini. Memang benar dugaannya bahwa Jiro bertambah tinggi jauh di atasnya bukti nya saja saat ini tinggi Nata hanya sebatas sedada adiknya ini. Ada rasa menyesal di dalam lubuk hati Nata ketika ia menyadari bahwa dirinya melewatkan masa-masa pertumbuhan adiknya sendiri.

“adikku sudah besar, tambah tinggi, tambah ganteng lagi” Nata mengelus surai cokelat Jiro dengan sedikit berjinjit kemudian tangannya berpindah pada dua pundak lebar adiknya ini. Biasanya Jiro selalu melayangkan protesmya saat Nata memperlakukan dia kayak seperti ini. Tapi hari ini tidak ada protes yang keler dari mulut sang adik.

“maaf ya penyambutannya jadi kayak gini” Jiro berucap lirih sambil menunduk. Nata menatap Jiro dengan seksama ia benar-benar terharu melihat tumbuh kembang sang adik baik secara fisik maupun secara emosional. Bukan hanya tubuhnya saja yang bertambah jangkung tapi suaranya juga tambah berat, dan juga sikapnya yang jadi lebih dewasa dibanding dulu. Nata yakin pasti adiknya ini jadi incaran banyak perempuan di kampusnya.

“no, it's okay” Nata tersenyum hangat. Setidaknya ada Jiro di sampingnya. Ada Jiro yang tidak pernah menuntut dia untuk mengingat atau sekedar meminta penjelasan kepadanya. Ada Jiro yang tidak akan bertanya apapun kecuali kabar dan hari-hari Nata selama mereka berjauhan.


; markablee

Sesampainya di gerbang rumah, Nata bergegas keluar dari mobil Zaffran dan berjalan cepat memasuki rumahnya.

Pintu cokelat besar itu Nata buka. Sesaat ia melihat sang mama yang sedang membaca majalah dan menikmati secangkir teh nya lalu menoleh ke arah dirinya saat mendengar pintu utama dibuka.

“Nata udah sampai” sapa mama hangat. Hati Nata seakan mencelos memikirkan kembali spekulasi buruk yang ada di otaknya yang bahkan di satu sisi ia merasa tidak mungkin mamanya melakukan hal sejahat itu kepadanya.

“mama sekarang jelasin ke aku semuanya ma” Nata berkata dengan suata bergetar. Langkah kaki Zaffran menginterupsi perhatiannya di belakang, saat ini dia berdiri di ambang pintu tepat di belakang dirinya.

“maksud kamu apa Nat?” “suami kamu?–” ucap mama menggantung setelah melihat Zaffran berdiri di belakang Nata. Nata berjalan mendekat ke arah mama dan menggenggam tangannya erat. Entah kenapa saat itu Nata benar-benar merasa emosional.

“mama jelasin ke aku, kenapa dia jadi suami aku? Kenapa dia bilang dia nikah sama aku padahal jelas-jelas aku gak ngerasa penah nikah sama dia” Tanpa dirinya sadari nada bicara Nata kembali naik. Dia mempertanyakan sebuah pertanyaan yang sedaritadi dirinya simpan kepada sang mama sambil menunjuk wajah laki-laki di belakangnya itu

Sang mama terdiam mendengar pertanyaan menuntut Nata. Raut wajahnya kaget sekaligus bingung. Sang mama tak berani melihat mata Nata, melainkan dia memperhatikan sosok di belakang puterinya tersebut.

“jawab ma” Sang mama masih enggan menjawab. Kesabaran Nata benar-benar di ambang batas saat ini. Sudah cukup, cukup semua lelucon konyol yang sama sekali tidak lucu ini.

“Ma, mama jual aku ke dia kan? Mama jual anak mama sendiri ke laki-laki itu demi uang. Ya kan ma?” akhirnya kata-kata itu terucap dari mulut Nata. Mata mama melebar tak percaya mendengar ocehan yang keluar dari mulut Nata. Dia melepas pegangan tangan Nata dengan kasar, nafasnya memburu, Dan dalam hitungan dekit tangan lembut itu menyentuh pipi Nata dengan keras hingga menimbulkan bunyi. Perih, rasanya perih di pipi dan di hati. Meskipun mama tidak pernah memberikan perhatian lebih kepadanya seperti ia memberikan perhatian kepada adikny, namun baru kali ini Nata merasakan tamparan dari sang mama. Iya baru pertama kali sejak dua puluh tiga tahun Nata hidup ia merasakan tamparan sang Mama.

“Nat” Zaffran berjalan mendekati Nata dan berusaha membuatnya menjauh dari sang mama. Tapi lagi-lagi Nata menepis kasar tangan kekar lelaki tersebut.

“Lepasin gue!”

SUDAH CUKUP NATA, APA-APAAN KAMU INI HAH?” suara mama menggelegar di seluruh penjuru rumah ini Nata meringsut takut kemudian ia kembali menatap mata sang mama.

“Jadi bener ya ma?” Nata berucap lirih. Mama menggeleng frustasi sambil mengusap dahinya melihat kekalutan Nata saat ini.

“akal sehat kamu kemana Renata?” Kemudian Nata menutup matanya lagi dan menangis mendengar ucapan sang Mama

“jelas-jelas kamu maksa mama buat nikahin kamu sama Zaffran dulu. Gak inget kamu hah? Gak inget?!” “ada apa sih di Korea sampai kamu bisa lupain orang terpenting di hidup kamu, ada apa Nata?! Kamu ini kenapa?! Jawab Mama!” “jangan bilang kamu gak ingat betapa cintanya kamu sama Zaffran? Betapa kamu mohon-mohon sama mama buat diizinkan menikah dengan Zaffran sebelum kamu melanjutkan studi mu di Korea? Kamu benar-benar gak ingat?”

Sekali lagi Nata terdiam mendengar penjelasan mama. Dirinya benar-benar tidak mengingat itu semua. Kapan itu terjadi? Kenapa? Bagaimana? Nata benar-benar tidak merasa pernah mencintai laki-laki itu sebegitunya.

Kemudian ia beranjak ke atas meninggalkan mama dan Zaffran menuju kamar. Disisi lain dirinya melihat Jiro memasuki rumah dengan wajah heran dan kaget memperhatikan kegaduhan yang terjadi. Sejenak mata mereka bertemu namun setelah itu Nata langsung membuang muka dan menutup pintu kamar dengan kasar.

Semuanya benar-benar tidak nyata di pikiran Nata. Kapan dan kenapa pun dirinya tidak tahu. Apa benar Nata benar-benar sudah hilang akal?

Siapa yang berbohong disini? Siapa yang salah disini? Pernyataan mama atau memang benar Nata yang tidak mengingat semuanya? Tapi bagaimana bisa?


; markablee