Kevlar Dean Liandra dan Ajeng Pramesti
Tw // drugs effect Cw // mention of pain. Mention of d word.
Setelah menempuh penerbangan tak direncanakan selama hampir 14 jam. Kini laki-laki itu berdiri di depan pintur apartemen perempuan yang akhir-akhir ini menganggu pikirannya.
Ajeng Pramesti. Perempuan yang bisa membuat Kevlar Dean Liandra ini nekat melakukan perjalanan dadakan di tengah-tengah pekerjaannya. Perempuan yang membuat seluruh ego nya runtuh tak tersisa. Perempuan yang sudah berhasil masuk ke dalam pikirannya selama beberapa bulan terakhir.
Kevlar tak menampik fakta bahwa dia hanyalah sosok iblis bertubuh manusia, ia mengakui fakta itu. Ia tak marah apabila Ajeng meneriaki sumpah serapah di hadapannya karena itu nyatanya. Pun nasi sudahlah menjadi bubur, semua yang terjadi sudahlah terjadi, semua yang rusak sudahlah rusak, dan yang hancur sudahlah hancur tak bersisa.
Namun dia di sisi lain menyadari bahwa bertemu dengan Ajeng membuat sisi humanis nya bangkit walau hanya sedikit. Meskipun di awal pertemuan mereka ia berikan hasutan dan imbalan 'hati' kepada si perempuan demi kepentingan personalnya. Namun siapa sangka 'hati' yang niatnya tidak benar-benar ia berikan justru malah membuat ia jatuh luruh ke dalam perempuan itu. Tapi sayangnya perasaannya datang terlambat, perasaannya baru saja datang sesaat setelah si perempuan mengetahui alasan sebenarnya kenapa ia mendekatinya, lalu berakhir meninggalkannya dan pergi bersama luka yang ia torehkan.
Seberapa besarpun usahanya untuk memperbaiki, yang rusak tetap akan rusak dan tidak akan pernah jadi utuh kembali.
Ia menghela nafas kasar mempersiapkan diri untuk menemui perempuannya. Ia ketikkan sesuatu di ponselnya dan betapa terkejutnya saat mendapati kode pintu apartemen itu adalah tanggal ulang tahunnya, lagi dan lagi perasaan sesak dan bersalah itu muncul di benaknya dan mulai bertumpuk menjadi beban. Segera ia menekan angka-angka yang tahu setelah itu bergegas masuk mencari presensi sosok yang sedari kemarin memenuhi otakknya.
Di edarkan seluruh pandangannya ke ruangan itu dan kemudian dia berjalan menuju kamar tidur apartemen itu. Dan benar saja, setelahnya ia mendapati sosok yang ia cari sedang meringkuk di balik selimutnya dengan badan bergetar dan suara rintihan menahan sakit.
“Pram,”
Ia menyapa lembut lalu menghampiri si puan kemudian menyentuh bahu nya pelan. Yang disentuh tersentak dan merintih.
“Kev, sakit.” “Mana Kev?” “Lo bawa kan? Gue kesakitan, gue gak tahan”
Ajeng terus-terusan merintih Dengan mata terpejam dan badan bergetar, tangannya semakin meremas selimut yang ia kenakan.
Kevlar frustasi di buatnya, dia merangkak naik ke atas kasur dan memeluk si perempuan impulsif.
Katakanlah sekarang ia sangat teramat menyesali perbuatannya dulu. Dan katakanlah penyebab Ajeng menjadi seperti itu adalah sebuah kesalahan bodohnya yang tak pikir panjang.
“Sorry” “Maaf, Pram. Maaf bikin Lo jadi kayak gini”
Berulang Kevlar mengucapkan beribu kata maaf di telinga Ajeng, berulang juga kata itu tidak diindahkan oleh si perempuan. Namun perlahan tapi pasti isakan sedikit demi sedikit terdengar dari mulut si perempuan. Isakan itu kini semakin terdengar dengan ritme tak teratur.
Kevlar ngilu mendengarnya. Hatinya terasa sangat perih seperti di tusuk-tusuk dan sakit seperti tercabik-cabik, juga rasanya sesak seperti dihantam ribuan batu penyesalan yang menghantuinya.
Pun kata maaf tidak akan pernah cukup untuk menerima kesalahannya. Yang bisa ia lakukan hanya menebus semua dosa-dosanya dengan membantu si perempuan sembuh dan bangkit kembali, pun justru Ia sendiri bersumpah tidak akan memaafkan dirinya sendiri sampai kapanpun.
“Gue benci banget sama Lo”
“Iya benci gue sebisa Lo, sampai kapanpun jangan maafin gue. Gue gak pantes dapat maaf dari Lo. Tapi izinin gue buat ngucap beribu kata maaf buat Lo, Pram”
Pram. Sejujurnya Ajeng sangat amat membenci nama panggilan itu. Karena nama itu hanya keluar dari mulut laki-laki itu. Karena hanya dia yang memanggilnya dengan nama itu. Karena laki-laki yang sangat amat ia benci yang memanggilnya seperti itu. Karena laki-laki yang ia benci juga merupakan laki-laki yang ia cinta.
Ajeng sedang merasakan sebuah keputus-asaan sekaligus patah serta kebencian yang membuncah di dadanya. Terlebih saat ia mendapati penyebab utama kebencian itu ada di sini, di belakangnya dan sedang memeluknya. Siapa sangka bahwa orang yang ia percaya untuk tempatkan semesta nya justru orang yang sekaligus menghancurkan semestanya.
Ajeng membenci nya karena ia amat mencintainya. Hati bodoh nya tetap saja menerima kehadiran si lelaki, bahkan jauh dari lubuk hatinya yang terdalam masih tersimpan sisa-sisa kenangan dan harapan untuk lelaki itu, meskipun ia sadar betul bahwa lelaki itu adalah penghancur semestanya. Cinta memang buta, dan ia sangat membenci fakta bahwa ia masih terbutakan oleh perasaannya dan sialnya ia sadar betul perihal itu.
Dan juga Ia membenci karena tahu bahwa keadaan tidak akan pernah kembali seperti semula lagi.
Perlahan tapi pasti ia menggeliat melepaskan pelukan Kevlar kemudian bangkit dari kasurnya dengan susah payah menahan ngilu. Kemudian terduduk di atas kasurnya dan menyenderkan badannya ke dipan. Lalu setelahnya ia menatap Kevlar yang mengikuti pergerakannya dengan mata sayu nya lamat.
Kevlar balik menatap perempuannya ini, hatinya semakin terasa sesak ketika ia melihat kondisi si puan berantakan. Tubuhnya lunglai dan pipinya terlihat tirus, bibirnya kering dan berwarna putih pucat serta kantung matanya yang menebal dan sudut-sudut matanya yang memerah. Ia raih pipi Ajeng oleh kedua telapak tangannya yang besar, mengusap lembut kedua pipi itu. Kemudian hendak mendekatkan keningnya untuk menempel pada kening Ajeng.
Si perempuan menoleh ke samping kanan, menolak pergerakan Kevlar dan membuat ia harus menghentikan pergerakannya dan menjauhkan wajahnya.
“Gue ambilin air hangat ya”
Ajeng tak bergeming. Kevlar beranjak dari kasur menuju dapur mengambil handuk kecil dan sebaskom air hangat untuk menyeka tubuh Ajeng.
“Mana yang sakit, hm?” Ajeng masih tak bergeming. Tangan Kevlar terulur meraih tangan Ajeng dan mulai menyeka tangan itu dengan telaten. Terdengar suara rintihan kecil dari mulut Ajeng saat air hangat itu menyentuh kulitnya. Kevlar dengan sabar dan telaten menyeka tubuh dan wajah perempuannya pelan dan hati-hati.
Belum selesai Kevlar melakukan tugasnya, Ajeng menepis tangannya dengan tiba-tiba dan kemudian berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya.
Dua menit ia di kamar mandi, Ajeng kembali ke kamarnya menghampiri Kevlar yang menunggu. Kevlar tarik lembut tangan Ajeng untuk duduk kembali di tempat semula.
“Mual ya?” Ajeng mengangguk.
“Now, feel better?” Ajeng menggeleng
“Apa yang Lo rasain sekarang?”
“Sakit, sakit semua badannya. Mual pengen muntah terus. Rasanya pengen mati aja-”
“Ssst” Kevlar mengehentikan ucapan Ajeng spontan kemudian merogoh sesuatu di saku jas nya kemudian berjalan kearah dapur mengambil minum.
Ia kembali dengan segelas air di tangan kanan nya dan beberapa butir obat penghilang rasa sakit dan mual yang ia terima dari dokter pribadinya di Chicago. Memang sebelum terbang, ia meminta dokternya untuk meresepkan obat penghilang rasa sakit terlebih dahulu untuk Ajeng.
“Minum ini”
“Yang bisa sembuhin rasa sakit gue?”
Kevlar menggeleng kemudian mendudukkan diri di tempat semula “obat penghilang rasa sakit dari dokter gue, mulai sekarang Lo harus detoksifikasi. Gue yang akan bantu Lo”
Ajeng tertawa sarkas “setelah Lo buat gue begini? Lo bilang mau bantu gue sembuh?”
“Mau lo apa Kev? Gak cukup buat hidup gue menderita sekarang? Gak cukup? Iya!?”
Kevlar terdiam mendapati teriakan Ajeng, kemudian menghela nafas lemah “anggap aja ini bentuk penebusan dosa gue ke Lo, Prim”
“Heh~ jiwa manusia Lo masih ada ternyata?”
“Gue gak perlu di kasihani Kev. Gue gak perlu tanggung jawab Lo, gue gak perlu. SEKARANG GUE UDAH BEGINI DAN LO BARU MERASA BERSALAH KEV?! DULU LO KEMANA AJA ANJING”
“Lo itu telat, Kevlar”
Kevlar masih terdiam di tempatnya saat mendengar teriakan yang digantikan kembali ole isakkan si perempuan. Ajeng kini kembali menangis tertahan, raut wajahnya keras menahan emosi di dadanya. Dadanya sesak sekali rasanya meneriaki laki-laki di depannya saja tidak cukup tapi dia tidak punya tenaga dan keberanian untuk melakukan hal lebih.
“Gue capek Kev, capek banget. Gue rasanya mau berhenti aja. Gue capek kesakitan terus tiap Lo gak ada, tiap Lo ga ngirim itu. Gue capek. Gue capek banget dihantui rasa bersalah ke sahabat gue sendiri. Gue takut Kev. Gue ketakuan, gue kesakitan. Gue sendirian Kev”
“Saat gue mutusin buat taruh dunia gue ke Lo. Lo malah hancurin itu, Lo hancurin kepercayaan gue Kev. Gue benci. Gue benci banget sama Lo. Tapi gue masih butuh Lo, Kev. Gue selalu pengen kehadiran Lo. Itu alasan kenapa gue selalu ngehubungin Lo kalo gue kesakitan. Gue mau di peluk Kev. Tapi gue benci sama Lo”
Kevlar meraih tubuh Ajeng yang terisak masuk kedalam pelukannya didekapnya erat badan gadis itu seakan tak akan ia lepaskan sampai kapanpun. Dagunya ia tempatkan di pucuk kepala si perempuan sesekali ia mengecup nya. Dan tanpa sadar tetesan air mata juga keluar dari matanya selama mendengar tangis pilu hebat nan tak beraturan itu. Tangis penuh rasa sakit dan kebencian dari perempuan kesayangannya. Tangis yang perempuannya tumpahkan semua di dadanya.
Kini pertahanan mereka berdua runtuh bersamaan dengan runtuhnya dinding sekat diantara keduanya. Semuanya salah. Bukan hanya salah satu saja. Dan seluruh kesalahan itu di mulai oleh Kevlar atas bukan kuasanya.
; markablee