Jiro dan Papa

Jiro memarkirkan motor besarnya di area basement kantor papanya. Setelah terpakir sempurna ia lekas melepas helm nya dan segera turun dari motornya kemudian berjalan cepat dengan ransel di pundak kirinya. Setelah percakapan online dengan papa nya, dan setelah apa yang papa nya bilang di ruang obrolan dengannya tadi, ia tanpa berpikir panjang langsung bergegas menemui sang papa dengan tujuan menceritakan semua apa yang sudah terjadi selama ini.

Memang sudah sekian lama papanya tak memberi kabar padanya dan juga pada kakaknya hal itu bukan semata-mata keinginan sang papa, namun mama nya yang tidak mengizinkan sang papa untuk mengetahui kabar anak-anaknya. Dan Jiro tahu betul bagaimana sang mama sangat teramat membenci papanya, untuk itu Jiro maupun Nata tidak merasa marah sama sekali pada papa nya yang tidak memberi kabar selama bertahun-tahun lamanya.

Sesekali Jiro menjadi pusat perhatian karyawan dan karyawati di kantor papanya ini. Pasalnya gaya berpakaiannya saat ini terlihat sangat mencolok, dengan ripped jeans dan kaos oblong di balut leather jacket di luarnya serta sneakers yang menghiasi kaki besarnya, membuat seluruh karyawan yang menatapnya terheran, mengapa bisa ada anak kuliahan yang nyasar kesini?

“Permisi boleh tunjukin saya ruangan Pak Zaenal?”

Maaf ada perlu apa ya dek? Sudah membuat janji? Kalau untuk informasi magang bisa di tanyakan lansung ke pihak HR ya”

Saya gak perlu buat janji hanya sekedar untuk bertemu beliau dan juga saya kesini bukan buat ngelamar jadi karyawan magang”

“Maaf ya dek, tapi beliau tidak bisa menemui sembarang orang dan apabila ada yg berkepentingan harus membuat janji dulu. Jadi silahkan buat janji dulu dengan sekretaris beliau setelah itu baru kamu bisa masuk bertemu beliau”

Ck~ saya anaknya Mbak”

“Anak?”

Tanya aja sekretarisnya kalo gak percaya”

Sesampainya di meja receptionis dia langsung mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke kantor besar ini, awalnya dia mendapat tatapan tak yakin dari receptionist didepannya ini tapi setelah ia bilang bahwa ia adalah anak dari CEO kantor ini, kemudian langsung mengubungi sekretaris atasannya.

“Maaf ya pak, silahkan masuk saja pak ruang Pak Zaenal di pojok lorong ini”

“Nah, gitu dong. Makasih.” “Tapi btw jangan panggil saya pak, saya masih anak kuliahan”


Knock knock

“Masuk”

Jiro membuka perlahan pintu ruangan papanya, kemudian menyembulkan kepalanya lucu bermaksud melihat keadaan sekitar ruangan tersebut dan benar saja ia mendapati papanya sedang duduk di meja kerjanya smabil menatapnya gemas

“Ngapain, dek? Sini masuk”

“Hehe” Jiro cengengesan sambil mengusap rambutnya pelan kemudian berjalan mengampiri papanya dan langsung di sambar peluk hangat dari sang Papa.

“Jagoan Papa sudah besar sekali, hm. Papa kangen sekali sama Adek. Sekarang tinggi nya udah melebihi Papa ya”

Zaenal dan Dinda pernah terikat dengan sebuah tali suci pernikahan dan saling mencintai selama 13 tahun lamanya. Namun cinta itu perlahan-lahan memudar dan berubah jadi benci dalam benak Dinda ketika Zaenal kedapatan bermain dengan sekretaris nya di kantor oleh sang istri. Terlebih saat Zaenal menyangkal semua tuduhan yang di buat istrinya itu sehingga seringkali membuat pertengkaran hebat di setiap hari nya, bahkan Zaenal sampai berani bermain fisik dengan sang istri saat mereka bertengkar.

Dan seketika itu pula, saat Dinda tidak bisa menahan semua nya sendirian, saat tubuh dan mental Dinda tidak bisa menerima perlakuan suaminya, lagi dia langsung pergi dari rumah bersama kedua anaknya. Kemudian besoknya di bantu oleh kuasa hukumnya mengirimkan surat gugatan perceraian kepada Zaenal.

Waktu itu Nata berusia 12 tahun dan Jiro masih 8 tahun. Usia yang cukup untuk bisa memahami apa yang telah terjadi kepada kedua orang tuanya.

Setelah ia ditinggalkan oleh istri dan anak-anaknya, Zaenal mulai sadar apa yang telah ia lakukan kepada istrinya merupakan kesalahan besar yang pernah ia perbuat didalam hidupnya, terlebih dia merasa kehilangan anak-anaknya juga. Seketika ia merasa dunianya hancur dan hidupnya hancur, berulang kali dia mengajukan permohonan hak asuh atas kedua atau salah satu anaknya namun tidak ada yang dikabulkan oleh pengadilan.

Alhasil dia hanya bisa bertemu dengan anak-anaknya diam-diam, saat jam sekolah Nata dan Jiro sudah selesai. Kadang sepulang sekolah Zaenal menjemput Jiro dan membawa si bungsu ke kantornya sambil menunggu Nata selesai jam sekolahnya. Setelah itu ia akan membawa mereka pergi jalan-jalan walau hanya sekedar mengajak makan siang atau mengajak mereka ke taman bermain, lalu ia akan mengantarkan anak-anaknya pulang ke rumah mamanya dengan sambutan tatap benci dan muak dari mantan istri. Hal itu terus berulang sampai Nata lulus SMA.

Dinda benar-benar membenci sang mantan suami hingga ia tidak sudi lagi melihat wajahnya. Semenjak Zaenal tertangkap basah berselingkuh, hingga saat Zaenal berani melayangkan tangan kasarnya pada tubuhnya, sejak saat itu rasa sakit dan perih yang ia rasakan sampai saat ini masih tertanam mendalam di dalam hatinya, hingga menimbulkan trauma-trauma yang selama ini ia alami.

“Iya, lah kan aku bertumbuh Pa” Jiro berseru sambil melepas pelukan sang papa. Zaenal tersenyum bangga menatap putra satu-satunya ini. Kemudian mengajak Jiro duduk di sofa panjang diruangannya. “Kamu mau minum?”

“Mau Pa, haus hehehe”

Zaenal ekmudian menekan tombol merah pada telepon di meja nya kemudian meminta tolong pada sekretarisnya agar membuatkan jus jeruk untuk anaknya. “Kok jus jeruk Pa? Kopi dong”

“Gaya, kayak kuat aja lambung kamu itu”

Jiro kembali cengengesan mendengar jawaban sang papa, ia bersyukur sekali saat mengetahui bahwa papanya masih emngingat apa yang dia suka dan apa yang tidak bisa dia minum.

“Apa yang mau kamu ceritain ke Papa, dek?”

Jiro terdiam sejenak ragu-ragu untuk memberitahu semuanya pada Zaenal atau tidak.

“Apa yang sebenernya terjadi sama kakak?” Zaenal kembali bertanya lagi, kali ini Jiro menarik nafas kemudian menghembuskan kasar.

“Aku gatau mau mulai darimana, Pa”

“Kamu bisa cerita semuanya ke Papa, dek”

3 minggu sebelum kakak pulang dari Korea, mama ternyata minjam uang ke orang, 700jt dan perjanjian yg mama tanda tangani itu ternyata isi nya mama harus membayar uang itu selama satu bulan kalo enggak bisa mama bakal di laporin atas dugaan penipuan”

“Buat apa mama pinjam uang, dek? Kalian kesusahan selama ini?”

“Enggak pa, gak sama sekali. Uang yang papa kirim diem-diem ke rekening mama itu gak kurang sama sekali.” “Semenjak kakak kuliah di Korea mama jadi tambah aneh, dia seneng banget belanja barang-barang mahal, kalo uang abis dia pasti marah-marah, ngelampiasin ke aku, sampe aku di pukul”

“Jadi mama pinjam uang itu buat belanja?” Jiro mengangguk, Zaenal menghela nafas menahan kesal.

Jiro melanjutkan ceritanya “yang ngasih pinjeman ke mama itu namanya Kevlar, dia Dateng ke rumah ngasihsurat perjanjian ke aku dan ke mama sebagai ganti uang 700 juta yang mama pinjam, dan surat perjanjian itu isi nya adalah aku dan mama harus nurutin apa semua yang Kevlar minta dan setelah itu Kevlar tiba-tiba saja minta kakak sebagai jaminan. Mama gak perlu bayar hutang 700 jutanya kalau dia mau nikahin kakak dengan adeknya”

“Dan adeknya Kevlar ini yang jadi suami kakak sekarang Pa, namanya Zaffran”

Sejenak Zaenal mengepalkan tangannya mendengar penjelasan dari si bungsu, rahang nya mengeras penuh dengan emosi tertahan. Seketika ia mengingat nama yang disebut oleh Jiro barusan dan Nata di ruang obrolan mereka, Zaffran Arran Liandra. Zaenal seakan tidak asing dengan nama belakang orang itu.

“Dek kalian berdua dijebak” Jiro mengangguk, kemudian tertunduk lesu tangannya mengepal saat kembali mengingat memori itu semua.

“Iya Pa, papa bener. Aku gak tau apa motif utama mereka buat jebak mama dan minta kakak. Meskipun pernikahan ini gak nyata dan pura-pura. Kakak tetep ga bisa lari dari mereka karena kakak ada di tangan Zaffran. Juga, kakak udah di kasih mindset kalo kakak amnesia. Padahal jelas-jelas kakak gak sakit apa-apa”

“Kamu ikutin semua skenario mereka Ji? Dengan pura-pura di depan kakak?” Lagi-lagi Jiro mengangguk lemah, ia menghembuskan nafas frustasi tangannya menjambak rambutnya sendiri.

“Aku gak bisa apa-apa selain nurutin maunya mereka Pa. Bahkan mbak Ajeng juga di ancam sama mereka, tapi aku gak tau pasti mbak Ajeng dapat ancaman apa”

“Mereka ngancem kamu juga? Kamu di ancam apa sama mereka dek?”

“Enggak pa, sebenernya karena mama terikat dengan perjanjian itu. Mama nyuruh aku ngelakuin semua permintaan Kev apapun itu termasuk ngejalanin skenario mereka, mama takut Kev ngelakuin hal macem-macem ke mama. Terlebih akhir-akhir ini mama sering berhalusinasi dan teriak-teriak sendiri pa, tiap malem kadang mama sering teriak ketakutan dan nyebut nama Kev, kadang mama teriak-teriak nyebut nama papa bahkan aku sering kena pukul karena dikira aku ini papa .”

Tanpa sadar air mata Zaenal lolos begitu saja dari kedua pelupuk matanya, genggaman tangannya semakin mengerat sesaat setelah ia mendengar semua cerita dan penuturan dari anak bungsunya. Segera ia rengkuh tubuh amak bungsunya itu kedalam pelukannya, memeluk nya dengan semua rasa penyesalan dan rasa bersalah yang membuncah di dadanya.

“Papa,”

“Maafin Papa, Ji. Papa sudah gagal jadi ayah, maaf. Maaf ya Dek”

; markablee