Rasa yang nyata
Hingar bingar suasana rumah sakit sama sekali tidak mengalihkan atensi Zaffran. Decitan roda tempat tidur pasien yang bersahutan, derap langkah kaki yang dari pasien, perawat bahkan dokter yang saling bergantian, suara tangis keluarga pasien yang menggema di lobby IGD, bahkan suara sirine ambulance yang terdengar nyaring pun tak memengaruhi atensinya. Pikirannya hanya ada satu tujuan bertemu dengan mama nya.
Langkahnya terhenti kini pada satu pintu putih tulang dengan tulisan Dr. Tara Mahendra, S.Ked, Sp.N lalu di ketuknya pintu tersebut hingga ia mendengar suara berat yang mempersilahkan ia masuk ke dalam.
“Masuk,”
Tangannya menggeser pintu putih itu dan kakinya melangkah maju mendekati Dokter Tara yang sedang membaca diagnosa pasien.
“Dok”
“Zaffran akhirnya kamu datang juga, silahkan duduk”
“Kev tidak datang?”
“Kev sudah terbang ke Chicago dua hari lalu jadi dia ga bisa ikut cuma mengampaikan salam saja”
Dokter Tara mengangguk mengerti, dia menjelaskan dengan teroerinci perihal kondisi Mentari sang mama, kemudian ia berdiri mempersilahkan Zaffran untuk mengikutinya berjalan menuju ruang rawat VIP yang ada di rumah sakit tersebut.
Dokter Tara memasuki ruangan terlebih dahulu untuk mengecek keadaan Mentari. Netra Zaffran menangkap eksistensi mama nya yang sedang terduduk di kursi roda dalam diam bahkan sekalipun tak bereaksi saat perawat mencoba mengajaknya berbicara dan menyuapi makanannya.
Zaffran melangkah masuk mendekati Mentari dan perawat yang kencoba menyuapi nya, kemudian piring itu ia ambil alih dan terduduk di sebelaha mamanya. Mamanya melirik menggerakkan bola mata nya menatap Zaffran. Zaffran tersenyum lembut dan mencium tangan kanan mama nya.
“Hi, ma Zaff Dateng hehe maaf Yaa telat jenguk mama, Zaff akhir-akhir ini sibuk di kantor.”
Zaffran menyapa Mentari dan menyuapinya dengan kehati-hatian. Meskipun Zaffran tak mendapat respon apa-apa dari Mentari ia tetap terus mencoba mengajak Mentari berbicara. Dokter Tara tersenyum melihat interaksi Zaffran dan Mentari kemudian ia berbalik mengajak perawat untuk meninggalkan ruangan dan memberi mereka waktu untuk mengobrol berdua.
Mentari tak menolak suapan dari Zaffran meskipun dengan susah payah ia membuka mulutnya untuk menerima suapan itu. Zaffran sesekali membersihkan sisa kuah atau nasi yang tertinggal di dkeitar mulut Mentari.
Ia menatap lekat sang mama dilihatnya keadaan sang mama lamat-lamat dari mulai tangan keriputnya, rambut pendeknya yang mulai memutih hingga wajah pucat pasi sang mama, hatinya bergemuruh sesak rasanya melihat sang mama namun ia harus tetap terlihat kuat dan berusaha baik-baik saja.
“Ma, kemarin-kemarin mama ketemu Papa ya? Papa cerita apa aja ke mama? Gak aneh-aneh kan?”
Layaknya serasa sedang berbicara sendiri Zaffran terus melanjutkan kalimatnya walau tak ada tanggapan dari Mentari.
“Ma, papa itu.. udah jadi orang yang Zaff gak kenali, atau mungkin dari dulu Zaff gak kenal papa”
Kemudian ia menaruh piring yang sudah tak bersisa makanan dan mengambil minum untuk Mentari lalu membantunya meminum minumannya. Setelah itu ia lanjut bercerita.
“Papa ambisius banget ya Ma, bahkan dia sampai nyeret orang yang gak bersalah ke masalah dia. Papa juga pendendam ya ma, papa bisa ngelakuin apapun untuk membalas dendamnya. Gak peduli orang lain yg gak bersalah dirugikan atau enggak”
“Ma, ada satu perempuan, yang terjebak sama ambisi papa. Bahkan perempuan ini gak tau menahu permasalahannya. Dia cuma perempuan polos yang baru aja nyelesein pendidikannya di luar negeri. cuma nasib jelek nya perempuan ini anak dari musuh papa yang ingin sekali papa hancurkan”
Mentari masih bergeming, Zaffran kini menatap kosong ke arah jendela kamar inap Mentari.
“Namanya Nata, Ma. Waktu itu tiba-tiba Zaff di suruh jemput dia di bandara sama Kev. Seolah-olah Zaff suaminya. Dan bodohnya dia nerima Zaff sebagai suaminya, Ma heh~” Zaffran terkekeh putus asa.
“Ma, awalnya Zaff gak tega ngelakuinnya, tapi lama-lama Zaff kebawa suasana”
“Nata baik banget deh ma, dia lucu, dia selalu ada buat nenangin Zaff kalo lagi kalut, dia selalu berusaha jadi istri yang baik buat Zaff”
“Ma, meskipun semuanya cuma sandiwara, meskipun semuana itu gak pernah terjadi, tapi rasa sayang dan cinta Zaff ke Nata itu nyata Ma”
“Ma kadang Zaff gak mau semuanya terbongkar Zaff gak mau di benci Nata, tapi di sisi lain Zaff juga gak bisa terus-terusan bohong Ma, Zaff sakit. Setiap kali Zaff ngeliat senyum tulus nya Zaff sakit Ma”
Zaffran menunduk, menyetuh lengan Mentari lembut kemudian merubah duduknya menjadi berlutut di hadapan Mentari, kali ini Mentari berbalas menatap Zaff sayu, cairan bening menumpuk di matanya. Zaffran beringsut pada kedua lutut Mentari, kepalanya semakin menunduk. Tiba-tiba saja pundaknya bergetar beraturan terdengar Isak tangis tertahan disana.
“Ma, maaf. Maaf Zaff tumbuh menjadi laki-laki brengsek”
Pundaknya semakin bergetar, ia jadikan kedua lutut Mentari sebagai penopang kepalanya. Kedua tangannya memegang jemari-jemari mentari lebih erat kemudian ia ciumi tangan sang mama dengan lembut air matanya berhasil lolos, badannya semakin bergetar.
Untuk sejenak, Zaffran hanya ingin menumpahkan segala keluh kesah dan beban yang ia bawa pada sang mama.
; Markablee