Hancur

Zaffran melajukan mobilnya diatas rata-rata setelah ia mendapat pesan dari Nata. Fikiran negatif hinggap di benaknya. dia takut terjadi sesuatu pada Nata, apalagi tidak biasanya Nata menyuruh Zaffran untuk pulang cepat. Biasanya Nata selalu sabar menunggu Zaffran pulang walaupun ia sedang lembur.

Di sisi lain, permintaan mendadak Nata juga sedikit membuat hatinya was-was, dan merasa akan ada sesuatu hal besar yang akan terjadi saat bertemu Nata. Namun semuanya ia tepis jauh-jauh, yang terpenting saat ini adalah dia sampai rumah dengan cepat untuk memastikan Nata baik-baik saja.

Sesampainya di teras rumah, Zaffran segera menarik rem tangan mobilnya kemudian ia turun dan langsung memasuki rumah dengan tergesa guntuk mencari keberadaan 'istrinya'

“Nat?” Dia berlari kecil menaiki anak tangga rumahnya dengan memanggil Nata sedikit berteriak. Dia membuka pintu kamarnya tetapi tidak mendapati Nata berada disana. Lalu ia berbalik arah menuruni anak tangga masih sambil memanggil nama Nata.

“Kamu dimana Nat?”

“Disini” Zaffran berbelok menuju arah dapur dan benar saja dia mendapati Nata sedang berdiri membelakanginya menghadap kitchen bar dengan tangan menyilang. Zaffran tersenyum lega lalu berjalan menghampiri Nata.

“Aku cari kamu kemana-mana”

Nata berbalik menatap Zaffran, namun bukan tatapan seperti biasanya yang Zaffran dapatkan. Melainkan tatapan dingin dan datar serta sorot kemarahan dan kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. Senyum Zaffran luntur seketika, ia berjalan mendekati Nata dan mencoba menyentuh bahu gadisnya, namun ia tersentak saat Nata menepis tangannya dengan sedikit kasar.

“Nat, kamu kenapa?”

Bukan jawaban yang Zaffran dapatkan namun lemparan dua buku nikah yang ia dapatkan. Zaffran terkesiap melihat perilaku Nata. Kepalanya sudah memikirkan hal yang ia takutkan. Tidak, dia tidak siap apabila Nata mengetahui sandiwara ini. Dia tidak siap dibenci oleh perempuan di hadapannya. Dia tidak siap untuk hancur terlalu awal.

“N-nat?”

“Kamu punya waktu 5 menit buat jelasin semuanya ke aku”

Zaffran menutup matanya sejenak saat mendengar perkataan uag keluar dari mulut Nata. Nada bicaranya pun tak lembut dan riang seperti biasanya, nada bicara itu berubah menjadi dingin dan datar, seolah yang di hadapannya ini bukan Nata yang ia kenali.

“Jelasin apa?” Sebisa mungkin Zaffran mengatur ekspresi nya agar terlihat tenang dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa saat ini, ia akan menganggap saat ini hanyalah pertengkaran kecil dengan Nata karena kesalahpahaman dan akan berakhir baik beberapa menit kedepan.

“Sekarang kamu gak perlu pura-pura lagi sama aku Mas. Aku udah tau semuanya”

Nata masih menatap lurus kedepan, mata tajamnya menembus netra Zaffran, perkataan dinginnya juga seakan menusuk ulu hati Zaffran. Degup jantung Zaffran kini lebih cepat dari biasanya, ketakutannya sudah di depan mata.

“Kamu bukan suami aku. Gak pernah ada pernikahan di antara kita.”

Hati Zaffran bagai di hantam petir kala itu, matanya mengerjap pandangannya tak teratur ke segala arah, dadanya sudah begemuruh, sesak sudah menjalar. Ketakutan Zaffran benar-benar terjadi, akhirnya Nata mengetahui semua sandiwaranya, dan sebentar lagi dia akan kehilangan perempuan yang ia anggap berharga di hadapannya ini.

“K-kamu tau darimana?”

“Masih berani kamu nanya kayak gitu Zaffran?”

Nada ketus Nata semakin merobek sanubari Zaffran. Ia mencoba meraih tangan Nata untuk di sentuhnya, namun hanya tepisan kasar yang ia dapatkan.

“Nata, maaf aku-”

“Kamu pikir aku mainan Zaff? Kamu pikir aku boneka yang gak punya hati? Kamu anggap apa perasaan aku ini Zaff, lelucon?”

“Bahan lawakan kamu sama keluarga aku, iya?”

“Nat, gak gitu”

“GIMANA?”

Nada bicara Nata naik satu oktaf, emosi tergambar jelas dari sana. Dia menatap Zaffran nyalang lalu melangkah keluar dari dapur untuk menuju ruang keluarga dan menghampiri pigura-pigura besar dengan foto pernikahan palsu mereka yang tertempel di sana.

Dengan dada bergemuruh Nata mencoba meraih satu pigura paling besar yang ada disana, menatap foto yang menunjukan dirinya dengan Zaffran yang sedang berpelukan dan tersenyum tanpa melihat kamera, yang ia sadari foto tersebut hanya rekayasa.

PRANG

Dengan emosi dan amarah yang memuncak Nata melempar pigura besar itu ke lantai hingga membuat kaca pigura tersebut pecah berkeping-keping. Zaffran sangat terkejut dan tidak tahu harus bereaksi apa saat melihat kemarahan Nata.

“Nat!”

“Ini palsu” dia menunjuk foto di dalam pigura yang sudah pecah tersebut, lalu berjalan mengambil dan memecahkan pigura lain.

PRANG

“Ini juga palsu”

PRANG

“ini palsu”

PRANG

“SEMUANYA PALSU ZAFFRAN!!”

Tanpa tersadar air mata lolos dari kedua pelupuk mata Nata. Zaffran hanya terdiam melihat kemarahan Nata, matanya memerah, rahangnya mengeras menahan sesak, kedua tangannya pun mengepal. Dia memang sudah mengira Nata akan semarah ini tetapi hatinya sungguh sangat tidak siap menerima kemarahan Nata, sakit sekali.

Nata mengusap kasar air mata yang jatuh di pipinya, dia tidak mau terlihat lemah di hadapan Zaffran, kemudian menatap Zaffran lagi.

“Pembohong!”

“Aku dengan susah payah nerima kenyataan saat tiba-tiba seseorang dateng dan ngaku-ngaku jadi suami aku. Aku pikir dulu aku yang sakit, ketika aku denger kalau aku kena amnesia dan berujung gak bisa inget pernikahan sendiri. Aku pikir aku yang egois karena lebih milih pendidikan ku daripada kehidupan pernikahan dan suamiku sendiri. Tapi ternyata semua itu cuma karangan kamu, Zaff? Hasil diagnosis amensia ku juga ternyata palsu. Itu bagian dari rencana kamu kan?”

“Nat, aku gak-”

“Diem! Kamu diem. Kesempatan kamu buat jelasin semuanya udah gak berlaku lagi.”

Zaffran semakin sesak ketika ia tak diberikan kesempatan oleh Nata untuk bebricara, matanya semakin memerah, ekspresi wajahnya sudah pasrah atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Kini dia harus memikul semua kemarahan Nata.

Kali ini Nata tidak bisa mengontrol air matanya yang semakin deras turun menghujani pipinya. Tak peduli Zaffran akan menganggapnya lemah atau apapun itu, hatinya sudah teramat sakit sekali, seperti di tusuk oleh beribu-ribu jarum secara bersamaan.

“Dan bahkan buku nikah itu palsu. Kamu niat banget Zaff mau bohongin aku, hm?” “Dapet apa kamu? Dapet apa dari sandiwara ini?”

*“Kamu mau bikin aku hancur kan? Kalo itu emang tujuan awal kamu. Kamu udah berhasil Zaffran. Kamu udah bikin aku hancur.”*

“Aku gak ada niatan sedikitpun buat hancurin kamu Nat,” Zaffran menatap Nata lirih dia mengatakan kalimatnya dengan bibir bergetar, satu tetes air mata lolos jatuh ke pipinya. Demi Tuhan, tidak ada yang bisa menghancurkan dia sehancur ini selain tangisan dan kemarahan Nata.

“Zaffran, aku udah berusaha menjalankan tugasku dengan baik. Menjalankan kewajiban ku dengan baik sebagai istri kamu. Bahkan aku udah mulai jatuh ke kamu, aku jatuh ke kamu Zaffran. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Tapi ternyata semua perhatian, cinta, dan kasih sayang yang kamu kasih ke aku itu semuanya palsu”

Zaffran menggeleng cepat menyanggah pernyataan Nata. Dia berusaha menggenggam tangan Nata meskipun tak ada hasil.

“Enggak Nat, enggak. Perasaan aku ke kamu, cinta yang aku kasih ke kamu itu tulus Nata, gak ada kebohongan di dalamnya”

“Pembohong ulung. Aktor terbaik. Hebat ya” Nata bertepuk tangan sarkas mendengar jawaban Zaffran.

“Bahkan ketika aku udah tau semuanya kamu masih memainkan peran kamu? Wah~”

“Enggak, Nat. Aku cinta kamu. Aku sayang kamu, tulus. Percaya sama aku Nata, aku mohon”

“Udah cukup semuanya Zaffran. Kamu udah berhasil dapetin tujuan kamu kan? Tujuan kamu ngeliat aku hancur kan? Meskipun aku gak tau apa salahku sampai-sampai aku dipermainkan sedemikian rupa. Emang aku nya aja yang bego, aku yang dungu karena dengan gampang nya percaya sama kata-kata manis kamu”

“Nat, please”

“Sekarang kamu udah berhasil kan?” “Kamu udah berhasil dapetin apa yang kamu mau kan? Kehancuran aku.” Zaffran menggeleng lemah.

“drama nya udah selesai. Aku pergi.”

Nata melangkah keluar dari rumah itu dengan tergesa, Zaffran masih memanggil manggil namanya dengan berusaha menahan Nata agar tidak pergi.

“Nat, nata please jangan pergi, Nat”

“Nata aku cinta kamu Nata, jangan pergi aku mohon”

“Lepasin!”

Zaffran kacau, dia masih menggenggam tangan Nata dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya, dia menatap mata Nata penuh harap, berharap agar perempuan itu tidak pergi, dia terus memohon kepadanya agar tetap berada disini dan memaafkannya.

“Nata aku tau perbuatan aku ini ga bisa dimaafkan, tapi aku mohon Nat, jangan tinggalin aku, hiks N-Nat aku gak bisa kalo gak ada kamu. Aku hancur Nat. Nata please I love you so much. Please stay, please hiks”

“Zaffran lepasin!”

Zaffran menggeleng kacau, tangannya semakin erat menggenggam kedua tangan Nata, di ciuminya kedua tangan itu dengan air mata berderai. Di bawanya kedua tangan Nata di depan dadanya ia mendekap tangan itu seolah benar-benar tak mengizinkan Nata pergi darinya.

“Enggak, enggak. Aku gak akan lepasin kamu. Jangan pergi, Nat aku gak bisa tanpa kamu”

Nata menatap ke segala arah menyembunyikan air matanya, hatinya semakin tersanyat melihat Zaffran sekacau ini, ada perasaan tak tega hatinya namun ia harus tegas, dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Zaffran. Fakta bahwa Zaffran membohongi nya masih berputar jelas di kepalanya, dan Nata paling membenci itu.

“Nata, sayang.. kamu gak boleh kemana-mana, gak boleh. Nanti siapa yang peluk aku tiap malem, siapa yang ngelus kepala aku tiap mau tidur. Nata aku cinta kamu, jangan pergi, Nat. Jangan. Aku mohon. Aku gak mau sendiri, aku gak mau gak ada kamu, please stay.”

Zaffran terus merapalkan kata jangan pergi sambil menciumi kedua tangan Nata. Dia tidak bisa membayangkan sehancur apa dunianya apabila Nata pergi. Bisa apa dia jika Nata pergi. Nata, dunianya yang paling berarti untuknya, tidak boleh pergi. Kalau dunianya pergi dia hancur. Sebisa mungkin apapun itu ia berusaha untuk membuat Nata tetap disampingnya.

Namun dadanya semakin sesak ketika Nata dengan keras berusaha melepaskan tangan dari genggamannya, kini tangan nata benar-benar terlepas dari genggamannya dan perempuannya ini berlari keluar meninggalkan dia menangis seorang diri di depan pintu. Zaffran terduduk menangis tangannya mengepal memukul dadanya yang terasa sesak berharap sesak itu berkurang. Dia berteriak pilu kemudian menunduk menjambak rambutnya sendiri. Matanya terpejam dengan air mata yang masih terus menerus menetes di pipinya.

Nata benar-benar pergi meninggalkannya. Dunia Zaffran kini benar-benar hancur. Tidak ada lagi senyum cerah Nata yang menyambut pagi harinya, tidak ada lagi rengekan manja Nata saat menelpon hanya untuk menanyakan kapan dia akan pulang. Tidak ada lagi pelukan dan usapan hangat dari tangan lembut Nata. Tidak ada lagi suara lembut yang menenangkannya saat ia sedang kalut. Tidak ada lagi hangat di hidupnya. Tidak ada lagi warna di hidupnya.

Kini pusat dunianya pergi, semesta nya pergi, pelanginya pergi bersama dengan langkah Nata yang menjauhi pekarangan rumahnya.


; markablee