Markablee

Otak Nata masih mencerna kejadian yang baru saja ia alami beberapa menit lalu. Kini dirinya sedang terdiam di balik bilik toilet khusus perempuan di dalam bandara setelah tadi ia dengan spontan menampar orang asing itu. Sebuah ketidakmungkinan ketika seseorang tiba-tiba menghampiri dia dan mengaku sebagai suaminya. Sebuah ketidakmungkinan ketika dia mencari validasi kepada sang mama dan Jiro tetapi mereka justru berkata sebaliknya. Bahwa Nata benar memang sudah menikah, empat tahun lalu dengan laki-laki bernama Zaffran itu.

Nata masih mencerna semuanya, benaknya masih tidak percaya dan dia tidak ingin percaya. Bagaimana bisa mereka mengklaim sesuatu hal yang tidak pernah Nata lakukan sekalipun, apalagi ini menyangkut pernikahan. Pernikahan itu bukan hal yang main-main. Pernikahan itu hal besar menyangkut masa depan dua pihak yang bersepakat bersama di hadapan Tuhan dan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan Nata pribadi pun sudah memimpikkan bagaimana pernikahan yang menjadi idaman dirinya, dengan siapa dan kapan. Tapi semua itu sirna sekejap saat dia menemukan seseorang yang mengaku sebagai suaminya dan ditambah hal itu di dukung oleh keluarganya sendiri. Seakan-akan berpikir bahwa Nata yang salah disini, Nata yang jahat karena sudah lupa dan Nata yang gila disini. Padahal Nata benar-benar tak tahu menahu perihal ini dan bahwasanya orang-orang itu hanya mementingkan egonya dengan tidak memberikan penjelasan kepada Nata dan memaksa dirinya untuk mengerti dan menerima.

keegoisan orang?

Sejenak Nata memiliki pikiran jahat yang amat jahat di benaknya perihal apa yang dilakukan mamanya alih-alih berpikir jika ia sednag tersesat di dunia paralel atau dunia lain yang baginya itu adalah suatu ketidakmungkinan karena ia tidak percaya dengan hal-hal gila seperti itu.

Iya. Bagaimana jika ini memang ulah mamanya? Sang mama yang menjual dirinya pada laki-laki itu demi mendapatkan uang dari laki-laki itu. Mamanya mengorbankan satu-satunya anak perempuan yang dia punya hanya demi harta. Ya, bagaimanapun semua pikiran-pikiran itu lebih masuk akal daripada ia nyasar di dunia paralel.

Semakin dalam memikirkan hal itu, hati Nata semakin berdenyut nyeri dan terasa sesak didalam sana, benaknya kalut dan ia merasa takut apabila semua spekulasinya benar. Hingga ia tidak merasakan bukit air mata sudah menetes dari pelupuk matanya. Sesak rasanya membayangkan itu semua. Ketika otak Nata semakin berpikir bahwa dia bukan anak yang diinginkan sampai-sampai mamanya tega mengorbankan dirinya kepada orang asing hanya demi sebuah uang. Bulir-bulir itu semakin banjir membasahi pipinua, sampai Nata tidak sanggup untuk menangis kenceng dan terisak. Dia hanya bisa menangis dalam diam dan terduduk di closet ini yang tanpa ia sadari ternyata dirinya sudah berada disini selama tiga puluh menit lamanya.

Nata mengecek ponselnya sekilas. Terdapat banyak pesan masuk dan panggilan tidak terjawab dari laki-laki bernama Zaffran itu. Dia membaca satu persatu pesan yang di kirimkan. Sejenak ia berpikir, dia harus meluruskan semuanya. Nata harus memperjelas semuanya perihal apa yang sebenernya terjadi dan mencari validasi tentang spekulasi jahatnya pada sang mama.

Akhirnya Nata memutuskan untuk membuka pintu toilet itu dan berjalan keluar menemui laki-laki bernama Zaffran itu.

“akhirnya Nata kamu keluar juga” “hey kok nangis sayang?” Kini Zaffran berdiri di hadapannya Ada sorot kelegaan saat Nata membuka pintu tapi disamping itu ada sorot khawatir di matanya saat tahu bahwa dirinya habis menangis di dalam. Tangannya terulur berusaha menyeka air mata Nata yang keluar, tapi lagi-lagi Nata menepis tangan Zaffran dengan kasar.

“gak usah basa-basi. Gue butuh penjelasan” Nata membuka suara dengan suara serak dan terbata.

“kita pulang dulu ya say—” “jangan panggil gue sayang” seperti tersulut emosi saat mendengar Zaffran memanggilnya dengan panggilan sayang, nada bicara Nata sedikit naik dan bergetar sisa-sisa dari isaknya. Otak Nata kembali memikirkan spekulasi jahat atas sang mama dan entah kenapa itu membuat emosi Nata seketika memuncak hingga ubun-ubun.

“anterin gue ke rumah, rumah mama” Zaffran mengangguk tak berani menjawab kemudian mempersilahkan Nata berjalan terlebih dahulu di depannya.

“iya kita ke rumah mama ya” ucapannya lembut dan dia merangkul Nata dengan sabar dan terkesan seperti ingin melindungi.


; markablee


Hari ini tepat dimana Nata menginjakkan kakinya lagi di tanah kelahiran setelah 4 tahun lamanya.

Nata menghirup dalam-dalam oksigen di sekitar bandara dengan tersenyum senang. Kalau boleh jujur dia sangat merindukan tempat kelahirannya ini, dia merindukan Indonesia dengan segala seisinya. Orang-orangnya yang ramah, makanannya, budayanya, macetnya. Bahhkan Nata merasakan rindu pada hiruk pikuk kemacetan jalanan ibukota dengan segala riuh suara klakson yang memekikan telinga itu, mungkin hal itu bisa juga disebut dengan kalau dekat benci kalau jauh rindu.

Bagi sebagian orang mungkin itu terlalu berlebihan. Tapi bagi manusia seperti Nata yang merantau sampe ke lintas negara, terpaksa meninggalkan negeri tercinta dan tidak pernah bisa pulang dengan leluasa itu adalah sesuatu yang luar biasa ketika dia dihadapkan kenyataan bahwa dirinya sekarang berada disini, memperjelas kenyataan bahwa Nata sudah pulang ke tanah kelahiran tercintanya.

Nata berjalan dengan menghentakan kakinya dengan semangat dia mendorong koper merah mudanya dengan riang, perasaannya tidak sabar untuk bertemu sang mama, Jiro adik satu-satunya dan Ajeng sahabat tercintanya. Meskipun komunikasi mereka tidak pernah putus, namun setiap hari di negeri orang ini Nata selalu membayangkan sudah sebesar dan setinggi apa adiknya sekarang? Dan untuk mamanya, di berharap sang mama masih sama seperti empat tahun lalu ketika Mata memutuskan untuk meninggalkan dia. Nata berharap sang mama masih terlihat masih cantik. Dan Ajeng, sahabat satu-satunya yang sangat ia rindukan apalagi kebawelannya, Nata sangat merindukan mulut berisik sahabatnya sejak di bangku menengah itu. Meksipun lima bulan lalu Ajenh, sahabatnya itu menyempatkan diri untuk mengunjungi Korea guna menemuinya sekalian pergi berlibur. Kalo Nata bisa bilang Ajeng ini beruntung sekali hidupnya, tidak seperti dia. Meskipun dia juga tidak tinggal bersama kedua orang tuanya tapi kedua orang tuanya sangat mementingkan kepentingan dirinya di banding apapun, kalau boleh jujur Nata terkadang sangat iri.

Sudah cukup puas Nata mengintari terminal 3 bandara Soekarno-Hatta untuk mengobati rindu. Akhirnya ia duduk salah satu kursi ruang tunggu di terminal tiga. Nata mengambil handphonenya untuk mengabari Jiro perihal dia yang sudah sampai bandara dan meminta sang adik laki-lakiyuntuk segera datang menjemputnya. Namun balasan dari Jiro ternyata membuat dahi gadis ini mengkerut bingung, ternyata bukan Jiro yang akan menjemputnya, melainkan orang lain yang Nata pun tak tahu siapa. Karena Jiro tidak membalas pesannya lagi, Nata mendengus kemudian dia berinisitif untuk menanyakan kepada sang Mama perihal seseorang yang akan menjemputnya, namun jawaban sang mama sama saja membuat dia bingung, Nata semakin mengerutkan dahi dan menyatukan alisnya saat sang mama bilang bahwa waktu empat takun tidak akan membuat dia lupa atas sosok orang itu.

Dia? Dia siapa? Atau mungkin Ajeng? Tapi tidak semalem mereka melakukan FaceTime dan Ajeng bilang dia tidka bisa datang untuk menjemputnya hari ini karena sibuk di tempat part time-nya.

Jadi, mau tidak mau Nata memutuskan untuk menunggu orang suruhan mama yang ditugaskan untuk menjemputnya di terminal tiga ini dengan banyak tanda tanya.


Dua puluh menit lamanya Nata menunggu orang suruhan mama dengan sabar, matanya melihat menelusuri semua sudut terminal tiga yang ramai dengan hiruk pikuk orang-orang yang terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Dia memperhatikan petugas bandara yang sedang berjalan cepat dan tergeda, para pramugari cantik berjalan bergerombol yang siap untuk melakukan penerbangannya, jiga para penumpang yang berlalu larang dengan urusannya masing-masing dan juga, Nata melihat sepasang kekasih yang sedang melepas rindu dengan saling memeluk di tengah-tengah keramaian ini tanpa malu, Nata terkekeh. Memang perihal rindu orang-orang akan lupa dengan sekitarnya.

Tiba-tiba atens Nata teralihkan pada sosok laki-laki berkaos putih polos dengan rambut hitam nya yang menutupi dahi juga kulit putih pucat yang sebenarnya bisa di bilang kulitnya berwarna merah muda seprtti buat peach, Nata berpikir bahwa dia adalah laki-laki tampan pertama yang ia lihat di tanah air ini. Sungguh Nata merasa amat beruntung.

Langkah laki-laki itu berjalan semakin mendekat ke arahnya, Nata semula merasa gede rasa akan dihampiri laki-laki tampan tersebut namun pikiran jailnya itu ia tepis jauh-jauh tidak membiarkan otak halunya bekerja lebih jauh lagi benaknya berkata bahwa mungkin laki-laki tampan itu akan menjemput keluarga atau kekasihnya.

Otak halu Nata bekerja lebih lancar ketika langkah laki-laki tersebut semakin mantap mendekat dan berhenti di hadapannya. Nata mengerjap dan secara spontan berdiri dari kursinya, namun belum sempat ia mengambil nafasnya, tiba-tiba dengan sigap lengan kekar pria itu meraih tubuhnya dan menariknya ke dalam rengkuhannya, Nata terdiam sesaat mencerna apa yang sedang terjadi kemudian dia sigap ia melepas pelukan itu dalam satu hentakan, kemudian matanya menatap heran orang di hadapannya ini dengan sedikit agak emosi, bagaimana tidak di dalam otak Nata berkat bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak sopan dan terkesan mesum saat dilakukan oleh orang asing yang sama sekali tidak ia kenali.

“sorry maksudnya apa ya peluk-peluk gitu?” Nata bertanya dengan bingung dan sedikit emosi. Laki-laki ini justru balik bingung dengan pertanyannya dan kembali memegang bahu Nata dengan seduktif yang langsung Nata tepis dengan kasar. Demi Tuhan baginya laki-laki tampan ini sudah melampaui batas.

“hei, sayang welcome back i miss you so much” Laki-laki tersebut justru mengatakan hal tidak jelas yang Nata tidak ketahui maksudnya apa, kini batas kesabarannya sudah habis untuk laki-laki ini.

“Anda sadar tindakan Anda ini bener-bener gak sopan ya, you're totally stranger dan saya bisa laporin ini sebagai tindakan pelecehan seksual ya, jadi tolong jaga batasan Anda selagi saya masih bisa ngomong baik-baik” Nata mengatakan kalimatnya dengan nada dinaikkan sambil menunjuk wajah laki-laki itu penuh emosi, sekali lagi laki-laki itu mengatakan hal gila, dia benar-benar akan melaporkan laki-laki itu atas tindakan pelecehan seksual.

“Nata, ini aku Zaffran suami kamu”

Kemudian dalam sepersekian detik tangan Nata melayang dan mendarat menuju pipi mulus laki-laki di hadapannya ini.


; markablee

Kronologi


Rendra duduk di ruang tunggu IGD RS NEO bersama seorang perempuan yang terlihat cemas. Perempuan itu adalah pengemudi yang menyerempet motor Jarrel tadi. Belum ada sepatah katapun yang terucap dari mulut keduanya. Rendra melihat raut cemas dan ketakutan yang tercetak di wajah perempuan disampingnya ini.

Di tambah muka Rendra yang sangat tidak bersahabat semenjak mereka bertemu di pinggir jalan, saat ia melihat sahabat nya tergeletak tak sadar di bahu jalan di perempatan dekat kampusnya.

“Gimana kok bisa nyerempet temen saya mbak?”

Akhirnya Rendra bersuara, Perempuan itu mengadah menatap Rendra tak enak, nafasnya ia hembuskan perlahan untuk menetralkan rasa gugup dan takutnya. Takut-takut yang dia serempet tidak baik-baik saja dan mengalami luka yang cukup serius.

“Memang salah saya mas” cicit perempuan itu  Rendra terdiam seakan menuntut penjelasan lebih dari lawan bicaranya.

“Jadi tadi temen mas nya, yang pakai motor dari lampu merah itu mau belok ke kanan, tapi saya gak lihat. Berhubung waktu itu lampu nya juga sudah hijau dan jalanan agak sepi jadi saya... saya dari arah lain agak ngebut bawa mobil nya, saya.. saya juga gak liat kalo motor temen mas nya mau belok,

Jadi saya dari arah berlawanan gak sengaja nyerempet motor temen mas nya, sampe dia kebanting di bahu jalan, posisi nya wkatu itu saya juga lagi ngebut. Jadi mungkin agak parah...” perempuan itu menjelaskan detail kronologi kejadian kepada Rendra dengan suara rendah, terdengar seperti ada sebuah penyesalan di dalamnya.

“Maaf mas, saya beneran gak sengaja. Saya bakal ganti rugi kok sampe temen mas nya sembuh”

Rendra mengehela nafas mendengar penuturan perempuan di sebelahnya ini. Dia kembali membayangkan bagaimana mengenaskannya tubuh Jarrel saat ia temukan di bahu jalan. Muka penuh luka dan darah serta tangan kanan nya yang telrihat seperti patah, belum lagi jaket dan celana yang ia kenakan sudah tak beraturan. Seakan-akan ia ingin menonjok dan melampiaskan amarahnya kepada orang yg membuat sahabatnya sekarat seperti itu. 

Namun setelah mendengar penjelasan dari perempuan tadi rasanya Rendra tidak tega dan tidak punya kuasa untuk memarahinya, Rendra sudah melihat raut penyesalan dari wajah perempuan itu.

“Rendra, gimana Jarrel?” Rendra melihat bunda Onit berjalan menuju ke arahnya dengan langkah tergopoh. Dia langsung menghampiribRendra dan bertanya perihal keadaan anaknya.

“Masih belum sadar Bun” jawab Rendra menyesal, telrihat Bunda Onit menangis khawatir membuat dirinya tambah bingung harus gimana.

“Bunda tadi dokter mau jelasin kondisi Jarrel, tapi berhubung Bunda belum dateng tadi sempat ketunda karena yang boleh dengar kondisinya langsung cuma wali nya Bun” jelas Rendra, Bunda Onit menghembuskan nafasnya menetralkan tangis nya dan tersenyum kepada Rendra

“Kalo gitu bunda ke ruangan dokter dulu”

“Bunda mau Rendra temani?”

“Gak usah sayang, bunda gak papa tolong jaga Jarrel ya kabarin Bunda kalo Jarrel udah sadar” Rendra mengangguk patuh, Bunda Onit melirik ke atah perempuan di sebelah Rendra, yang dilirik hanya diam menunduk, tak berani membalas.


;markablee

Tentang Naruna

Namanya Tsabita Naruna gadis bungsu keluarga Naruna yang memiliki sejuta keresahan di dadanya. Tsabita Naruna yang lebih akrab di panggil Tita daripada nama depannya, putri kecil Antoni dan Amanda yang selalu terlihat baik-baik saja, tanpa menyimpan luka.

Amanda dan Antoni selaku orang tua bukanlah tipikal orang tua yang akan melupakan anaknya dikala sibuk, atau orang tua yang hanya mengirimkan uang bulanan kepada anak-anaknya dan membiarkan mereka mencari tahu sendiri dunia luar. Mereka memiliki cara sendiri untuk mendidik anak-anaknya agar bisa menjadi pribadi yang kuat dan tahan banting. Cara Antoni dan Amanda mendidik anak-anaknya adalah dengan cara militer mengingat sebagian hidup Antoni di habiskan untuk membela dan mempertahankan tanah air, maka sifat itulah yang ia berikan ke anak-anaknya.

Dulu sewaktu kecil Tsabita dan kakaknya, Alvaro sudah kenyang dan muak perihal sepatu pantofel papa yang menyentuh tangannya ketika mereka tidak becus melakukan sesuatu, atau menyentuh kedua kaki mereka ketika mereka tidak taat kepada Papa.

Ah, Tsabita dan Alvaro juga mengingat bagaimana beratnya sabuk Papa saat menyentuh kulit punggungnya.

Iya, Tsabita dan Alvaro sudah terdidik keras sejak dini, Papa memang membawa kebudayaan itu pada keluarga nya, namun alih-alih mereka membenci Papa-nya, mereka sangat sangat menghormati Antoni sedemikian rupa. Mama selalu bilang bahwa apa yang Papa nya lakukan kepada mereka adalah semata-mata karena Papa ingin mereka siap menghadapi dunia luar saat dewasa nanti.

Itulah mengapa sebenarnya Tsabita dewasa menyadari bahwa dia tidak menemukan kehangatan dan cinta dari sosok Papa-nya, tapi Tsabita beruntung memiliki kakak seperti Alvaro yang siap memberikan dunianya untuk Tsabita seorang. Iya, Tsabita mendapat cinta yang begitu banyak dari si sulung.

Pernah suatu ketika dulu sewaktu kecil, dia tidak sengaja menumpahkan susu di dapur Alvaro kecil hanya menatap nya tersenyum dan bilang “tidak apa-apa adek biar abang yang bersihin, adek masuk kamar sana, nanti Papa liat” dan berakhirlah Alvaro yang di marahi sang Papa. Sorenya dia menghampiri kakaknya sambil menangis terlebih ketika dia melihat punggung kakaknya yang memerah bekas cambukan dari sabuk sang Papa namun si sulung hanya tersenyum dan menghapus air mata sang adik lalu berkata “adek, abang bangga sama luka ini soalnya ini tanda kalo abang berhasil lindungi adek” tambah deraslah air mata si bungsu mendengar perkataan si sulung.

Tsabita memang mendapatkan semuanya. Keluarga yang lengkap, perhatian, didikan yang baik dari kedua orang tuanya dan cinta yang penuh dari Alvaro, kakaknya. Namun dia masih merasa kosong di dadanya entah kenapa. Apalagi semenjak dia ditinggal sendiri di kota ini dan terpaksa berpisah dari Alvaro saat dia mendengar pengumuman bahwa Alvaro harus melanjutkan S2 nya di kota yang sangat jauh dari Jakarta. Waktu itu Tsabita menangis dan tidak mau berbicara pada Alvaro 3 hari, namun dengan bujukan dan kesabaran dari sang sulung, akhirnya Tsabita berhasil merelakan kepergian sementara sang kakak.

Dan saat ini ketika dia kembali dipertemukan dengan ketakutan terbesarnya, pertahanannya kembali runtuh, apalagi saat itu Alvaro ada di sampingnya. Dia pikir dia bisa menghadapinya sendiri, dia pikir dia sudah mampu dan berdiri di kaki sendiri. Namun ternyata dia salah, dia tidak mampu dan masih membutuhkan pelukan sang kakak.


;markablee

Tentang Haidan


Nama nya Haidan Geza Lazuardi. Gue gak inget kapan tepatnya gue mengenal laki-laki ini karena secara dia sering banget bolak-balik FH buat nyamperin temen-temennya.

Dia anak Fakultas Teknik di kampus gue, lebih tepatnya ngambil jurusan Teknik Sipil. Gue ketemu dia di Holywings Cafè dimana dia yang nolingin gue ketika gue got plestered. Iya, dia nolongin gue ketika gue teler dan hampir di sentuh sama pria tua hidung belang disana. Gue inget dia sempet nonjok kakek tua itu dan berakhir dengan narik tangan gue sampe ke parkiran.

“rumah lo dimana?” itu pertanyaan pertama yang dia lontarkan ke gue alih-alih nanya siapa nama gue. Kalo kalian heran kenapa gue bisa inget, ya karena gue mabuk gak sampe bikin gue lupa gue ngapain aja waktu itu, bahkan gue inget si Haidan ngumpat pas gue muntahin isi perut gue di celana nya.

Sayang nya waktu gue mau jawab pertanyaan dia gue keburu ngantuk duluan dan berakhir dia bawa gue ke apartemen nya.

Dan kalian tahu apa yang terjadi? Kalo kalian mikir Haidan ngapa-ngapain gue di apartemen nya, jawaban nya adalah salah. Dia gak ngapa-ngapain gue waktu itu. Dia cuma ngebiarin gue tidur di kasur satu-satu nya yang dia punya dan terpaksa ngalah tidur di sofa. Bahkan ketika gue kepanasan dan berakhir ngebuka outer gue waktu itu, dia justru malah nutupin badan gue rapet abis itu keluar lagi dari kamarnya. Iya, sesopan itu.

Haidan Geza Lazuardi.

Such a good Day


Sepanjang perjalanan tidak ada hening di dalam mobil civic turbo milik Jarrel. Tita pintar membangun komunikasi di antara keduanya, mulai dari nanya kabar Qonita, bahas hobi Jarrel, ngomentarin lampu merah, ibu-ibu yang bawa motor, sampe nebak lagu apa yang selanjutnya akan di putar di radio mobil Jarrel.

“eh ini lagunya siapa deh kok bagus?” Jarrel bertanya sesaat lagu milik GAC di putar di radio mobil nya

“lagunya GAC judulnya Sailor, masa lo gak tau” Jarrel terkekeh mendengar jawaban Tita, memang dia gak tau, playlist nya Jarrel kebanyakan diisi dengan lagu-lagu western pop-rock kayak Artic Monkey, Radiohead, dan Panic! at the Disco.

“Gue jarang dengerin lagunya penyanyi Indo”

“Dih gak nasionalis lo” Tita dengan tertawa meledek Jarrel

“Jiwa gue tetep Indonesia kok, garuda di dadaku”

“Gaya” Tita tertawa mendengar jawaban Jarrel

“Kalo lo suka dengerin lagu apa Ta?” Jarrel bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

“emm, gue suka denger lagu-lagu nya Daniel Caesar, H.E.R, RINI, siapa lagi ya? Oh kalo penyanyi Indo gue suka dengerin GAC sih”

“Pantes ya lo tau lagu ini- eh Daniel Caesar tuh gue tau lagu nya dia sama H.E.R yang Best Part”

“Oh iya gue suka banget sama lagu itu, it's a sweetest song i've ever heard”

***

“Lo duluan aja, Ta gue mau parkir dulu”

“gue ikut aja deh”

“Yaudah deh” Tadi nya Jarrel mau drop Tita di depan gedung FH, karena jika turun di parkiran akan lebih jauh jalan ke gedung FH, karena harus jalan memitar mengelilingi gedung terlebih dahulu.

Di sepanjang perjalanan menuju kelas mereka masih asik mengobrol hingga sampai di depan pintu kelas.

Jarrel membukakan pintu kelas dan mempersilahkan Tita masuk terlebih dahulu, sambil mengucapkan terimakasih Tita melangkah memasuki kelas dan mendahului Jarrel di belakang nya.

Tita melihat Adistya yang sudah duduk di barisan bangku nomor dua dari depan sedang memperhatikan dia, segera dia menghampiri Adistya dan duduk di sebelahnya. sementara Jarrel berjalan ke arah bangku pojok di belakang dan mengambil tempat duduk di pinggir jendela di samping Bimo.

Pemandangan itu membuat seisi kelas terheran, karena mereka tahu bahwa sebelumnya Jarrel dan Tita tidak sedekat ini dan mereka selayaknya orang asing meksipun ada di kelas yang sama. Tapi sekarang tahu-tahu mereka melihat Jarrel dan Tita datang bersama di kelas pagi ini, jelas sekali kejadian itu akan menimbulkan bahan ghibah baru di kelasnya.

“Jadi beneran lo berangkat bareng Jarrel?”

“sstt” Adistya langsung melemparkan pertanyaan itu sesaat setelah Tita duduk di sebelahnya, Tita hanya menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya menandakan jika lebih baik Adistya diam saja.


;markablee

“heh lo kenapa sih?” Disty kebingungan melihat tingkah teman di sebelahnya ini, yang hanya diam menunduk memandang handphone yang ada di balik meja nya. Memang gak pantas di contoh, masih kelas malah chattingan.

Tita menoleh ke arah disty memberikan handphone nya, seksama disty membaca chat yang diberikan Jarrel kepada Tita kemudian terkekeh pelan takut-takut ditegur oleh pak Dodo.

“terus lo mau balik bareng dia aja?” dengan masih berbisik disty bertanya kepada Tita.

“Kan gue bareng lo tadi” jawab Tita dengan berbisik juga.

Disty mengulum senyum “gak papa kalo mau bareng Jarrel juga”

Tita menggeleng kuat kemudian merebut handphone nya dari tangan disty, dan mengetikan sesuatu.

O1 Kantin

“Kok lo tumben sih mau ke kantin?” Rendra membuka suara bertanya kepada Disty

Disty yang sedang menyeruput jus mangga nya mengadah, “tuh nemenin dia” “gue takut aja temen gue nanti di culik”

“Emang tampang gue kayak penculik?” “bukan tapi kayak buaya” Tita dan Rendra seketika tertawa mendengar jawaban spontan Disty

“Btw kalian abis darimana?” Jarrel bertanya “Dari gedung UKM kan tadi gue udah bilang perasaan”

'oiya Jarrel goblok' “oiya lupa hehehe” Jarrel cengengesan memamerkan mata bulan sabitnya. “lo ikut UKM apa deh Ta?”

“Gradiosta” bukan Tita yang Jawab tapi Rendra “Iya gue ikut Gradiosta”

Tak lama kemudian Haidan dan Nara datang menyusul “Buset” Nara berseru dan langsung di senggol tangannyaboleh Haidan “Cakep bgt anjg” bisiknya pada Haidan. Haidan mengangguk setuju dan langsung menghampiri mereka mengambil tempat duduk di samping Rendra, dan Nara duduk di sebelah Disty.

“Oit” sapa Haidan, sementara Tita dan Disty mengrenyit bingung dengan kedatangan dua manusia asing ini

“mereka Haidan sama Nara temen-temen gue juga, sorry ya emang kadang suka rusuh tiba-tiba dateng padahal gak ada yg ngundang”

“Mata lo gak ada yang ngundang- hai gue Nara” nara mendengus mendengar jawaban Jarrel tapi seketika ekspresinya berubah saat melihat Tita dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan

“Hai, Tita” jawab Tita Ramah “Disty” Nara menyalamu Tita dan Disty bergantian diikuti oleh Haidan sebagai tanda perkenalan

“Eh bentar, tadi kita ketemu kan ya di gedung UKM” ucap Nara tiba-tiba. Tita dan Disty saling Pandang mencoba mengingat-ingat “Tadi gue ke sekret Gradiosta ngambil form pendaftaran” ucap Nara lagi

“Oh iya inget, itu lo ternyata” seru Disty, Nara tersenyum senang lalu mengangguk “gue daftar jadi anggota di batch 3 ini”

Tita tersenyum senang mendengarnya “wah, good luck ya semoga keterima” Nara tersenyum lagi dan mengacungkan jempolnya.

“Eh gue kayaknya sering liat lo nangkring di FH deh” ucap Tita ke Haidan, disetujui oleh Rendra

“Ceweknya anak fakultas kita” jawab Rendra, Tita terkejut “oh iya? Siapa?

“Kak Valerie” jawab Rendra, Sementara Haidan hanya mengangguk nyengir, tangannya mengambil gorengan milik Rendra

“Iya,”

“Ternyata kak Val cewek lo” “Dunia sempit banget ya” ujar Tita “Lo kenal?” Tanya Haidan, Tita mengangguk

“Gue pernah bikin program PKM bareng dia pas semester 3” Haidan hanya ber oh dan mengangguk.

Diam-diam Jarrel memperhatikan obrolan mereka, satu lagi yang Jarrel ketahui tentang perempuan ini, dan satu kali lagi Jarrel merasa kagum dengan perempuan di depannya ini, serta satu kali lagi Jarrel ingin mengetahui lebih dalam tentang Tsabita.

O1. Kantin


Di kantin FH yang tidak terlalu ramai ini, Jarrel duduk bersama Rendra dengan suasana yang gitu-gitu aja. Rendra sibuk dengan socmed nya dan Jarrel sibuk dengan diam nya.

Sebenarnya dari tadi dia gak sepenuhnya diam sih, matanya terus menatap ke arah pintu masuk kantin, memperhatikan setiap orang yang masuk kantin ini, kali aja yang ditunggu cepat datang.

Dan benar saja sesaat kemudian tampak dua orang perempuan yang dikenalnya memasuki area kantin, itu Tita dan Disty. Dengan cepat Jarrel mengalihkan pandangan ke handphone nya, berusaha seperti tidak menunggu dan pura2 terkejut saat Tita dan Disty menghampirinya.

Secara bersamaan Jarrel mengutuk dirinya juga 'kok gue salting sih?'

“Hei” sialnya Jarrel benar-benar terkejut sampai terperanjat saat tangan seseorang menepuk bahunya.

“eh”

“Eh sorry, kaget ya sorry sorry” ucapnya lembut. Jarrel terdiam sepersekian detik lalu mengerjap dengan cepat, sementara Rendra di depannya malah cengengesan melihat ekspresi nya.

“iya kaget dikit, eh duduk ti— ta” hampir saja Jarrel salah menyebut namanya

“mau pesen apa?” “Gak usah gue pesen sendiri aja” “eh enggak-enggak, gue pesenin ya sekalian” “mau apa?” “Batagor aja sama es teh” “ngirit banget makannya” “Gue udah makan soalnya”

Sementara mereka asik berbincang berdua, kedua teman mereka malah asik memperhatian dan saling tatap, kemudian memperhatikan lagi dengan tatapan 'Kok malah canggung?'


;markablee

I'm all yours


Sesaat setelah dosen mengatakan bahwa kuliah selesai, tepat jam 12 siang Valerie berjalan cepat menuju fakultas teknik, tempat dimana Haidan berada.

Fakultas teknik ini memang bersebrangan dengan Fakultas Ilmu Politik, jadi cukup dekat dengan hanya dengan berjalan kaki. Namun kesalnya Valerie harus naik lagi ke lantai lima tempat bagian mahasiswa teknik sipil melakukan pembelajaran.

Valerie memperhatikan tangga di hadapannya, mengeluh tanpa suara. Sepersekian detik ia melirik pintu lift teknik yang di depan nya sudah banyak sekali antrian mahasiswa yang malas naik tangga. Kesalnya seperti ini masuk fakultas teknik. fasilitas sedikit, liftmya sempit, gedung kecil, tapi mahasiswa banyak. Valerie berharap dekan teknik cepat-cepat mengajukan proposal perbaikan gedung ke rektorat, biar kalau dia menghampiri Haidan tak perlu repot-repot naik tangga sampai lantai lima. Tapi kali ini demi Haidan, biar Haidan gak di ambil orang Valerie rela menaiki ratusan anak tangga itu, itung-itung sekalian diet.

Pas sekali, sesaat setelah Valerie menginjakan kakinya di tangga terakhir, ruang kelas Haidan sudah di bubarkan. Segerombolan mahasiswa teknik itu-yang di dominasi laki-laki- berhamburan keluar.

Kalau sekarang Valerie seperti melihat segerombolan geng motor yang mau tawuran, ya karena anak-anak teknik memang seberantakan itu -kecuali Haidan-. Kuliah dengan baju seadanya, rambut di biarkan gondrong, gak disisir rapih, -kecuali Haidan- dan pokoknya anak teknik NNU ini mudah sekali dikenali.

Valerie tersenyum senang saat dia melihat Haidan sudah keluar dari ruangan kelasnya bersama dua orang teman laki-lakinya. Dia melambaikan-lambaikan tangannya, berharap Haidan menyadari keberadaannya di tengah keramaian ini.

Haidan bengong sedikit ketika menyadari eksistensi Valeri disitu. Namun setelah itu membalas lambaikan tangan Valerie dengan senyuman. Sepersekian detik saat Haidan hendak menghampiri gadisnya itu. Tiba-tiba saja lengannya di apit oleh jemari seseorang yang ia kenali. Iya, itu Tania. Tania yang sukses membuat mood Valerie berubah 1000 derajat.

'Dasar cewek gatel'

Valeri menatap lamat-lamat tangan Tania yang berada di lengan kanan Haidan. Haidan yang terkaget berusaha melepaskan tangan Tania dari lengannya.

“Dan, balik bareng gue kan ya?” “Tadi gue berangkat bareng lo, balik juga harus bareng gue dong”

“Tan, tapi-”

“Lo tau sendiri mobil gue masih di bengkel, masa lo tega sih biarin gue balik sendiri”

Rengekkan Tania benar-benar membuat Valerie muak, tapi semua itu ia tutupi dengan muka 'sok kalem' nya dia, tapi dibarengi dengan muka judes nya yang gak ketolongan. Dia berjalan menghampiri Haidan yang masih terjebak dengan Tania

“Babyy” tiba-tiba Valerie berseru sambil berlari kecil menuju Haidan. Dengan sigap ia menarik tangan Haidan cepat dan cukup keras, sampai Haidan tersentak dan tangan kanan nya terbebas dari apitan Tania.

Valerie memeluk Haidan seduktif, ia tidak peduli bahwa ia masih di kampus, toh lantai lima ini sudah sepi. Semua mahasiswa teknik sudah bubaran dan hanya menyisakan Haidan, dirinya, dua teman Haidan yang sudah bersiap untuk pamit pulang, dan si ular Tania, cih.

“Kok kamu yang kesini? Aku kan bisa jemput kamu di fisip” Haidan membalas pelukan Valerie ringan setelah itu ia melonggarkannya dan mengelus lengan Valerie hangat. Valerie tersenyum atas tingkah Haidan, apalagi tadi dia tidak menggunakan 'lo-gue' melainkan 'Aku-kamu' kini Valerie tahu siapa pemenang hari ini, haha.

“It's a surprise” “Because i miss you so so bad. Jarang-jarang kan aku nyamperin kamu, kamu terus sih yang nyamperin aku” jawab Valerie meladeni 'aku-kamu'nya Haidan dengan nada imut yang di buat-buat, matanya sambil melirik Tania yang terlihat kepanasan dan menatapnya dengan tatapan tidak suka. Haidan yang menyadari itu hanya tertawa kecil, kemudian mengusap rambut Valerie pelan dan menyelipkan rambutnya di belakang telinga gadis itu.

“Tapi capek kan kalo kesini, kamu naik tangga kan tadi?”

“Iya capek, kaki aku pegel” Haidan tidak tahan dengan kegemasan Valerie saat ini, rasanya dia ingin cepat-cepat pulang dan menghujani gadis itu dengan banyak ciuman.

“Yaudah pulang yaa” kata Haidan akhirnya, Valerie mengangguk senang “Ke apart kamu yaa” Haidan mengangguk dan mencubit pipi Valerie gemas, demi Tuhan siapapun yang bisa tolong tahan Haidan biar dia gak menciumi wajah gemas Valerie di kampus.

“Tan, sory gue balik bareng cewek gue. Lo naik ojol aja ya” “Haidan tap-”

“But what? Lo mau nebeng sama kita terus jadi obat nyamuk?” Ini Valerie yang memotong ucapan Tania, saat ini Valerie bernapsu sekali untuk membuat Tania kesal, haha.

“Hah?” Tania hanya melongo mendengar jawaban Valerie. “Boleh aja sih kalo mau nebeng kita, tapi tahan aja yaa ngeliat gue sama Haidan nanti gimana” Valerie mengecup pipi Haidan sekilas “Eh” Haidan terkejut sesaat di buatnya lalu kemudian dia tertawa gemas melihat tingkah Valerie, ia tahu Valerie sedang mempermainkan Tania sekarang.

“Gak usah” “Dan gue naik ojol aja kalo gitu” akhirnya Tania mengucapkan kata apa yang sedari tadi Valerie ingin dengar, ia tersenyum mengejek Tania. Tangannya semakin erat melingkar di pinggang Haidan.

“Okey” sesaat setelah itu Tania langsung pergi dengan langkah kesal meninggalkan Haidan dan Valerie.

“Bye, Tan. Hati-hati di jalan” Valerie menengok ke bawah dan berseru mengucapkan selamat tinggal kepada Tania dengan nada mengejek. Setelah itu Haidan melepaskan tangan Valerie dari pinggangnya dan tertawa terbahak-bahak. Dia tidak habis pikir sekaligus gemas dengan tingkah Valerie tadi, memang Valerie kalo lagi sebel sama orang suka gak kenal ampun.

“Ish kok di lepass” seru Valerie kesal, Haidan yang masih tertawa merangkul Valerie dan berjalan menuju pintu Lift.

“Pake lift aja ya biar kamu gak capek” “Tapi lift nya sempitt” “Enak dong kalo sempit bisa tambah nempel-aw Vall~”

Valeri mencubit perut Haidan gemas. Si empu nya malah tertawa semakin gemas. Dia merangkul Valerie memasuki lift yang kata Valerie sempit itu.

“Now, i'm all yours” bisik Haidan di telinga Valerie kemudian mencuri kecupan ringan di bibir Valerie.

“And also i am”


;markablee