Kalut
Otak Nata masih mencerna kejadian yang baru saja ia alami beberapa menit lalu. Kini dirinya sedang terdiam di balik bilik toilet khusus perempuan di dalam bandara setelah tadi ia dengan spontan menampar orang asing itu. Sebuah ketidakmungkinan ketika seseorang tiba-tiba menghampiri dia dan mengaku sebagai suaminya. Sebuah ketidakmungkinan ketika dia mencari validasi kepada sang mama dan Jiro tetapi mereka justru berkata sebaliknya. Bahwa Nata benar memang sudah menikah, empat tahun lalu dengan laki-laki bernama Zaffran itu.
Nata masih mencerna semuanya, benaknya masih tidak percaya dan dia tidak ingin percaya. Bagaimana bisa mereka mengklaim sesuatu hal yang tidak pernah Nata lakukan sekalipun, apalagi ini menyangkut pernikahan. Pernikahan itu bukan hal yang main-main. Pernikahan itu hal besar menyangkut masa depan dua pihak yang bersepakat bersama di hadapan Tuhan dan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan Nata pribadi pun sudah memimpikkan bagaimana pernikahan yang menjadi idaman dirinya, dengan siapa dan kapan. Tapi semua itu sirna sekejap saat dia menemukan seseorang yang mengaku sebagai suaminya dan ditambah hal itu di dukung oleh keluarganya sendiri. Seakan-akan berpikir bahwa Nata yang salah disini, Nata yang jahat karena sudah lupa dan Nata yang gila disini. Padahal Nata benar-benar tak tahu menahu perihal ini dan bahwasanya orang-orang itu hanya mementingkan egonya dengan tidak memberikan penjelasan kepada Nata dan memaksa dirinya untuk mengerti dan menerima.
keegoisan orang?
Sejenak Nata memiliki pikiran jahat yang amat jahat di benaknya perihal apa yang dilakukan mamanya alih-alih berpikir jika ia sednag tersesat di dunia paralel atau dunia lain yang baginya itu adalah suatu ketidakmungkinan karena ia tidak percaya dengan hal-hal gila seperti itu.
Iya. Bagaimana jika ini memang ulah mamanya? Sang mama yang menjual dirinya pada laki-laki itu demi mendapatkan uang dari laki-laki itu. Mamanya mengorbankan satu-satunya anak perempuan yang dia punya hanya demi harta. Ya, bagaimanapun semua pikiran-pikiran itu lebih masuk akal daripada ia nyasar di dunia paralel.
Semakin dalam memikirkan hal itu, hati Nata semakin berdenyut nyeri dan terasa sesak didalam sana, benaknya kalut dan ia merasa takut apabila semua spekulasinya benar. Hingga ia tidak merasakan bukit air mata sudah menetes dari pelupuk matanya. Sesak rasanya membayangkan itu semua. Ketika otak Nata semakin berpikir bahwa dia bukan anak yang diinginkan sampai-sampai mamanya tega mengorbankan dirinya kepada orang asing hanya demi sebuah uang. Bulir-bulir itu semakin banjir membasahi pipinua, sampai Nata tidak sanggup untuk menangis kenceng dan terisak. Dia hanya bisa menangis dalam diam dan terduduk di closet ini yang tanpa ia sadari ternyata dirinya sudah berada disini selama tiga puluh menit lamanya.
Nata mengecek ponselnya sekilas. Terdapat banyak pesan masuk dan panggilan tidak terjawab dari laki-laki bernama Zaffran itu. Dia membaca satu persatu pesan yang di kirimkan. Sejenak ia berpikir, dia harus meluruskan semuanya. Nata harus memperjelas semuanya perihal apa yang sebenernya terjadi dan mencari validasi tentang spekulasi jahatnya pada sang mama.
Akhirnya Nata memutuskan untuk membuka pintu toilet itu dan berjalan keluar menemui laki-laki bernama Zaffran itu.
“akhirnya Nata kamu keluar juga” “hey kok nangis sayang?” Kini Zaffran berdiri di hadapannya Ada sorot kelegaan saat Nata membuka pintu tapi disamping itu ada sorot khawatir di matanya saat tahu bahwa dirinya habis menangis di dalam. Tangannya terulur berusaha menyeka air mata Nata yang keluar, tapi lagi-lagi Nata menepis tangan Zaffran dengan kasar.
“gak usah basa-basi. Gue butuh penjelasan” Nata membuka suara dengan suara serak dan terbata.
“kita pulang dulu ya say—” “jangan panggil gue sayang” seperti tersulut emosi saat mendengar Zaffran memanggilnya dengan panggilan sayang, nada bicara Nata sedikit naik dan bergetar sisa-sisa dari isaknya. Otak Nata kembali memikirkan spekulasi jahat atas sang mama dan entah kenapa itu membuat emosi Nata seketika memuncak hingga ubun-ubun.
“anterin gue ke rumah, rumah mama” Zaffran mengangguk tak berani menjawab kemudian mempersilahkan Nata berjalan terlebih dahulu di depannya.
“iya kita ke rumah mama ya” ucapannya lembut dan dia merangkul Nata dengan sabar dan terkesan seperti ingin melindungi.
; markablee