Jiro

TW // abusive. Violence. Toxic parent. Wounds

Sesampainya di depan rumah, Nata sesegera mungkin mencopot seatbelt yang ia kenakan dan langsung membuka pintu mobil Zaffran lalu berlari ke arah teras. Ia melihat Jiro, adik satu-satunya terduduk dengan kepala tertunduk dan terdapat ransel hitam di punggungnya.

Jiro mengangkat kepalanya sesaat setelah menyadari kedatangan seseorang didepannya. Nata menatap Jiro teduh. Ia melihat terdapat banyak lebam di pipinya dan ada sedikit robekan di sudut bibirnya membuat dia kembali meringis menatap keadaan si bungsu.

Di tangkapnya kedua pipi Jiro dengan tangan bergetar, genangan air bening sudah menumpuk di bagian bawah matanya, bersiap terjun bebas membasahi pipinya. Zaffran ikut terkaget sesaat setelah dia memberhentikan langkahya tepat di belakang Nata, sehingga ia pun dapat melihat kondisi Jiro dengan jelas.

“kak” suara parau Jiro menginterupsi, tumpukan air bening di pelupuk mata Nata kini sudah terbendung. Terlebih disaat ia mendengar suara parau Jiro, Nata menangis meringis menatap nanar si bungsu, di bawanya si bungsu kedalam dekapan hangatnya, tangannya mengusap punggung Jiro menenangkan.

“kenapa bisa sampai kayak gini, dek?” Nata melepaskan pelukannya dan bertanya menuntut penjelasan dengan isak tertahan, namun suara Zaffran menginterupsi keduanya

“masuk dulu yuk, kita obatin lukanya dulu.” ketiganya kini berjalan memasuki rumah Zaffran dan Nata.

Didudukannya tubuh sang adik di sofa ruang tamu. Zaffran menaruh kotak P3K di meja, memang setelah memasuki rumah ia langsung menuju dapur mencari dimana kotak P3K berada. Dengan telaten Nata mengobati luka dan lebam di muka Jiro. Sesekali Jiro meringis kesakitan namun sampai saat ini laki-laki itu tidak mengeluarkan air matanya. Padahal Nata tau si bungsu sedang menahan sakit mati-matian.


“aku tinggal dulu biar kalian ngobrol berdua. Take your time, jangan dipaksa anak nya kalo gak mau cerita” Zaffran membisikkan sesuatu pada Nata yang dibalas dengan senyum dan anggukan oleh Nata. “makasih, Mas” Zaffran tersenyum kemudian mengusap kedua bahu Nata lembut lalu beranjak ke belakang memberikan Nata dan Jiro waktu untuk berbicara berdua.

“sekarang udah bisa cerita, Ji?” 30 menit setelah Nata mengobati luka Jiro, si bungsu masih terdian enggan membuka suara. Dia berfikir dua kali perihal menceritakan apa yang terjadi di rumahnya, sehingga ia mendapati luka-lukanya.

“Ji, kalo belum bisa cerita it's okay kakak gak maksa kamu cerita sekarang. Tapi cerita ya Ji? seenggaknya kakak bisa cari solusi dan jalan keluar kalo kamu mau cerita”

Jiro menatap sang sulung. Kakak satu-satunya yang sangat ia sayangi. Matanya teduh dan nanar saat menatap kakaknya. Seakan menyimpan berjuta-juta penyesalan dan rasa bersalah di matanya. Dulu Jiro selalu bilang bahwa tidak boleh ada yang menyakiti kakaknya, apapun yang terjadi dia akan selalu melindungi kakak dengan cara apapun, dia akan selalu berada di garda depan yang siap melawan dan membalas orang-orang yang menyakiti sang kakak. Tapi janjinya pun seakan hilang dan sirna ketika dia mendapati kenyataan dan kesadaran bahwa dialah yang akan menjadi salah satu orang yang akan menyakitinya.

Kini Jiro kembali menunduk dan menghela nafas pelan.

“it's okay Ji, kamu istirahat aja”

Nata meraih kotak P3K disamping badan nya dan akan beranjak meninggalkan Jiro sendiri sebelum sebuah tangan memegang ujung kaosnya. Nata berbalik menatap Jiro yang masih menunduk dengan tangan kanan yang memegang ujung kaosnya. Dia tersenyum simpul kemudian kembali mengambil tempat duduk disamping si bungsu.

“Mama halusinasi lagi, dia ngira kalo aku papa.” Nata terdiam mendengar cerita Jiro dengan seksama.

“aku baru pulang abis kuliah, terus mama ngeliat aku langsung histeris aku dilemparin barang-barang sama di tampar juga”

Nata meringis mendengar penjelasan dari si bungsu, dia mengusap punggung Jiro menyalurkan ketenangan pada si bungsu.

“kamu tau sebelumnya mama abis ngapain atau abis terima telfon atau chat dari siapa gitu Ji?”

Jiro menggeleng lemah “enggak kak, aku seharian kuliah. Tadi pagi pun mama masih biasa aja. Kayaknya mama dapet telfon dari papa, mama bakal kumat kayak gitu kalo papa ngabarin. Mama gampang ke trigger kak akhir-akhir ini”

“nanti kakak coba hubungi mama dan papa, buat nanya apa yang sebenernya terjadi. Buat beberapa hari ini kamu sama kakak dulu sampai emosi mama reda. Kamu mending sekarang istirahat aja” Nata kemudian beranjak di susul Jiro dan mengantarkan si bungsu menuju kamar tamu.


; markablee