Cerita
Setelah mengakhiri obrolan online Nata sama Zaffran, Nata pun segera berjalan ke arah laci dapur untuk mengambil energen vanilla. Rumah ini memang seakan-akan didesign dan diperuntukan untuk dirinya termasuk seisinya. Zaffran mengisi rumah ini dengan semua kebutuhan-kebutuhan Nata yang sudah jadi kebiasaan hidup dan kesuakaannya. Salah satu contohnya adalah dengan menyediakan minuman dan makanan instan, susu cokelat di kulkas, snack-snack ringan, bahkan Zaffran berkata bahwa rumah ini dilengkapi dengan ruangan khusus untuk Nata menonton film atau series kesukaannya mengingat ia samhat menyukai menonton film saat sedang bosan. Sebenarnya Nata sedikit terkesan dan emrasa dispesialkan saat mengetahui satu fakta itu.
Nata menyadari eksistensi Zaffran setelah mendengar suara sandal yang berdecit keras bergesekan dengan lantai rumah ini. Zaffran menarik kursi meja makannya dan menaruh ponselnya di atas meja, setelah itu ia duduk terdiam dengan pandangan yang masih fokus memperhatikan Nata yang sedang menuangkan air hangat pada cangkir putih milik mereka berdua.
Nata membalikan badannya sesaat setelah selesai mengaduk minumannya dan segera memberikan satu cangkir kepada Zaffran lalu mendudukkan dirinya di hadapan Zaffran. Nata memperhatikan rambut Zaffran yang masih basah dan acak-acakan membuat ia menarik kesimpulan bahwa suaminya ini telah mencuci rambutnya malam-malam.
“kamu abis keramas kak?” Zaffran mengambil cangkir di hadapannya dan meminum minumannya pelan sambil mengangguk sebagai tanda dia jawab pertanyaan Nata.
“dih malem-malem keramas, nanti masuk angin” Nata menjawab kemudian ikut meminum susu energen cokelat miliknya.
“gerah Nat” Kak Zaffran menjawab pertanyaan gue dengan sedikit cengengsan. Tangan kanannya meraih ponsel di sebelah kanan dirinya dan mulai memainkan benda kotak pipih itu. Cukup lama mertrka saling terdiam di meja makan, Zaffran yang sibuk sama ponselnya dan Nata yang hanya terdiam memperhatikan Zaffran yang sibuk sendiri dengan ponselnya, kemudian Nata berdecak kesal.
“ngapain si kak? Hapean mulu”
“bentar Nat, kerjaan”
Nata mendengus sedikit kesal mendengar jawaban singkat Zaffran. Lagi mereka saling terdiam setelah itu, ada sedikit rasa canggung yang datang di antara keduanya, hingga minuman Nata hanya tersisa satu teguk lagi.
“kak cerita dong,” Akhirnya Zafffran menaruh ponselnya dan menatap Nata di seberangnya dengan mengangkat satu alisnya bingung.
“cerita apa, hm?”
“cerita masa lalu, kok bisa aku nikah sama kamu sih?”
Laki-laki dengan piyama kotak-kotak biru itu diam sejenak kemudian menjawab “ya karena kamu cinta sama aku”
Nata mendengus lagi mendengar jawaban Zaffran kemudian meminum sisa minumannya yang tinggal satu teguk lagi lalu kembali ke arah wastafel untuk mencuci gelasnya.
“aku kenal kamu, dari kamu masih jadi anak sekolahan aku masih kuliah, dulu kamu bandel ke HW pake ktp palsu abis itu ketauan satpam. Aku yang nolongin, yang nganterin kamu pulang. Dari situ ya kita deket, abis itu aku nembak kamu terus kita pacaran sampe aku ngelamar kamu yaudah deh kita nikah”
Nata berjalan ke arah Zaffran dan duduk di tempat semula, memperhatikan Zaffran yang sedang bercerita sambil menopang dagu menggunakan kedua tangannya.
“kok bisa kita nikah sebelum aku pergi ke Korea sih?”
“waktu itu persiapannya udah mateng semua dan emang kebetulan aja pengumunan kamu lolos beasiswa ngepasin seminggu sebelum kita nikah. Kita udah diskusiin ini bareng-bareng sampe akhirnya kita mencapai kesepakatan kalo abis nikah aku gak boleh ngehalangin kamu dan study kamu, gak boleh ganggu study kamu selama disana dan berakhir kamu ngelarang aku buat hubungin kamu apalagi nengokin kamu kesana”
“cincin pernikahan kita dimana kak?” Zaffran terdiam sepersekian detik setelah mendengar pertanyaan Nata, kemudian menghela nafas pelan.
“cicin pernikahan kita aku simpen”
“kok aku gak pake?” Zaffran terdiam lagi. Jujur, pertanyaan mengenai cincin pernikahan ini sudah Nata tahan semenjak beberapa hari yang lalu, karena ia sangat amat ingat jelas jika selama empat tahun ia tinggal di Korea, Nata tidak pernah sekalipun memakai cincin atau menyimpan sebuah cincin.
“Kamu bilang kamu gak mau pake?” Zafffran berucap lirih. Nata mengrenyit, ia berpikir apa ia sejahat itu dulu? Ia seakan egois sekali hanya mementingkan ego dan keinginannya sendiri, seakan-akan tidak mengakui pernikahan sendiri demi kepentingan pribadi, tanpa memikirkan bagaimana perasaan Zaffran.
Nata seketika berdiri dari kursinya berjalan menghampiri Zaffran dan memeluk lehernya degan pelan dari belakang, ia menumpukkan dagunya sendiri di pundak Zaffran. Kemudian menutup matanya pelan, menghirup aroma maskulin Zaffran dan menikmatinya barang sekejap.
Zaffran sedikit tercekat dengan gerakan tiba-tiba Nata, Zaffran beralih menatap Mata terheran. “Sorry” Nata berucap pelan tepat di samping telinga Zaffran.
Zaffran melepaskan tangan Nata yang berada di lehernya pelan kemudian menuntun Nata berdiri disampingnya. Zafffran masih memegang tangan Nata, mengelus tangan mungil itu lembut dengan tersenyum menatap mata Nata lekat.
“why are you say sorry? It's okay itu semua udah lewat. Past is past. Yang penting sekarang kamu ada di sisi aku aja, aku udah berysukur”
“kayaknya dulu ataupun sekarang aku nyakitin perasaan kamu terus ya kak?”
Zaffran menggeleng pelan saat denger penuturan Nata. Bagaimanapun, berapa kalipun Nata pikirkan perihal perilakunya pada Zaffran, ia selalu merasa itu adalah perbuatan yang salah dan seketika rasa bersalah datang menghantui dirinya.
Zaffran mengelus rambut Nata pelan kemudian meraih pundak Nata lembut. “gak usah overthinking, kan udah aku bilang past is past. Yang terpenting itu masa sekarang dan masa depan nanti.”
“mending sekarang kamu tidur, aku anter ke kamar ya”
; markablee