Perbincangan malam itu
Zaffran menghampiri Jiro yang sedang mengotak-atik remot televisi mencari acara yang menarik perhatiannya. Dia terduduk di sebelah Jiro dengan tatapan lurus kedepan menatap laya rkotak besar yang berada setengah meter dari posisinya. Tubuhnya ia sandarkan ke sandaran sofa kemudian menghela nafas lemas.
Jiro yang sedari tadi menyadari eksistensi Zaffran pun enggan menoleh ke samping kanannya. Perasaannya campur aduk tiap kali ia berada di dekat laki-laki itu, namun perasaan marah lebih mendominasi dibanding semuanya. Sebenarnya Jiro juga tak sepenuhnya berhak merasa marah kepada Zaffran karena Zaffran tidak patut di persalahkan untuk semua hal ini. Ia juga patut di persalahkan, ia tahu betul itu. Hal itu membuat Jiro menekan egonya dalam-dalam dan berusaha bersikap normal seperti tidak ada apa-apa terlebih di depan kakaknya.
“kenapa?” Jiro yang pertama membuka suara setelah keheningan merambat diantara keduanya.
“ada yang perlu di bahas?” Zaffran menoleh kearah kirinya menatap Jiro dengan satu alis terangkat sepersekian detik kemudian kembali mengalihkan tatapannya ke arah televisi menonton acara yang sebenernya tidak menarik itu.
“are you okay?”
“gak usah sok peduli”
“gue beneran peduli Ji” Dengan nafas tercekat Zaffran menampis balasan Jiro dan menatap anak itu intens. Jiro membuang muka malas, memutar bola matanya dan membuang pandangannya ke segala arah kecuali pada Zaffran.
“gue gak butuh” “cuma ada kita berdua disini. Gue gak perlu pura-pura lagi kan?”
“sebenci itu lo sama gue?” Zaffran melontarkan pertanyaannya membuat Jiro memberikan atensi tak percaya padanya. Dengan tatapan menggebu Jiro menatap laki-laki di sebelahnya dan menekankan tiap kalimat yang ia lontarkan. “gak perlu gue jawab lo udah tau jawabannya“
“gue juga korban Ji, Kita semua korban“
Perkataan Zaffran lantas membuat tatapan memggebu Jiro berubah menjadi tatapan sini, bibirnya menyunggingkan senyum remeh. Anak itu menggeleng tak percaya atas apa yang baru saja Zaffran lontarkan.
“gak usah merasa jadi korban kalau nyatanya rasa sakit lo nanti gak lebih dari apa yang kakak gue rasain”
Zaffran terdiam lagi tak berani menjawab perkataan anak disebalahnya. Namun di dalam hatinya ia bergumam 'sakitnya kakak lo itu sakitnya gue juga, Ji'
; markablee