Tidak ada yang salah, semua takdir Tuhan

“Laras sayang.. seenggaknya jawab papa biar papa tau kamu baik-baik aja di dalam”

Bagaimana Zaenal tidak cemas saat ia terus saja mengetuk dan menggedor pintu kamar Nata semenjak pagi namun masih tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar itu. Dan saat ini sudah pukul 2 siang, Nata masih tak kunjung menjawab panggilan dari Papa nya.

Segala macam pikiran negatif bersarang di kepala Zaenal, ia sangat takut anak perempuan satu-satunya ini melakukan hal yang tidak terduga atau bahkan tak sadarkan diri di dalam kamarnya.

Kemudian tak lama derap langkah Jiro terdengar terburu-buru di susul oleh orang di belakangnya.

“Pa,” Jiro menyapa sang papa namun tak diindahkan. Malah perhatian Zaenal tertuju pada orang di belakang Jiro.

“Kamu..”

“Om”

Orang tersebut menyapa Zaenal dengan sopan dan sedikit kikuk. Zaenal menatap Jiro seakan meminta penjelasan.

“Aku yang kasih tau Bang Zaffran Pa, semalem kak Nata ternyata nelfon Bang Zaffran. Kali aja dia bisa ngebujuk Kakak buat keluar”

Jiro berpapasan dengan Zaffran sesaat setelah ia sampai di pekarangan rumah papanya, dan berakhir mereka berdua memasuki rumah itu bersama.

“Om, maaf tapi izikan saya liat Nata sekali aja. Saya juga khawatir sama dia”

Zaenal mengusap dahinya yang mengkerut kemudian mengangguk lemah sebagai tanda ia memperbolehkan Zaffran bertemu dengan Nata.

Zaffran dengan ragu mengetuk lintu kamar Nata “Nat.. Nata ini aku Zaffran Nat. Buka pintunya ya Nat”

Zaffran terus-terusan mengetuk pintu kamar Nata namun masih saja tidak mendapatkan jawaban. Namun sesaat kemudian ia mendengar isak tangis dari dalam sana. Zaffran tertegun, ia berhenti mengetuk saat mendengar isak tangis yang memilukan dari dalam.

“Om, maaf. Apa ada kunci cadangan?”

Zaenal menggeleng lemah sebagai jawaban. Air muka Jiro semakin khawatir takut sekali jika terjadi sesuatu pada sang kakak.

“Kalau begitu saya izin dobrak pintunya” Ucap Zaffran final. Ia menatap Zaenal meminta persetujuan. Tak ada cara lain, akhirnya Zaenal mengangguk setuju kemudian mundur beberapa langkah di balik Zaffran diikuti oleh Jiro.

Brak Brak

Zaffran berhasil mendobrak pintu itu dengan dua kali dorongan penuh dari pundaknya. Akhirnya pintu tersebut terbuka dan menampakan kondisi kamar tidur yang sangat berantakan dengan Nata yang sedang duduk bersimpuh di lantai menatap jendela.

“Yaampun kak Nata” “Astaga Laras”

Pekikan tertahan dari Jiro dan Zaenal tertahan saat ia melihat kondisi lemah Nata di dalam. Tanpa mereka ketahui Nata tidur setelah menelfon Zaffran dan terbangun setelah matahari terbit dan langsung mengambil posisi seperti saat ini hingga sekarang. Artinya sudah kurang lebih enam jam Nata hanya berdiam diri dengan posisi yang sama.

Hati Zaffran mendadak berdenyut saat melihat kondisi Nata saat ini. Dunia nya seakan hancur saat melihat Nata hancur. Dengan lemah Zaffran berjalan mendekat ke arah Nata.

“Nat...”

Zaffran memanggi lirih namun tidak mendapat jawaban dari Nata, tapi dapat ia lihat jelas sebulir air mata kembali menetes di mata gadis itu membuat hati Zaffran semakin berdenyut. Jiro seakan ingin mendekat ke arah kakaknya namun di tahan oleh Zaenal.

Zaffran mendekat, mendudukkan dirinya agar sejajar dengan Nata. Kemudian dengan lembut Zaffran menarik tangan Nata, secara otomatis Nata menoleh menatap mata Zaffran dengan tatapan putus asanya.

Terlihat sangat jelas mata merah Nata yang penuh genangan air mata dan muka pucat gadisnya ini, bibirnya bergetar saat menatap Zaffran siap menumpahkan semua tangisnya kembali.

Demi Tuhan tidak ada yang dapat menghancurkan dunia Zaffran kecuali melihat perempuannya dengan kondisi seperti ini. Seakan barang rapuh yang mudah pecah, Zaffran merengkuh Nata menuju dekapnya. Dan kala itu tangis Nata kembali tumpah di dada Zaffran, kala itu tangan kecil nan ringkih Nata melingkar erat di pinggang Zaffran seakan sedang mencari perlindungan.

“H..heii.. don't cry..” Zaffran berucap lirih dengan tangan yang mengelus lembut puncak kepala Nata, hal yang selalu ia lakukan pada sang gadis.

“A..Ajeng...”Hhhh... Huu..s-salah aku.. hh” “Z-zaffran.. hks..s-semua salah aku.. hhh hks”

Zaffran menutup matanya erat saat mendengar rintihan dan lirihan Nata yang menyalahkan dirinya atas keputusan Ajeng. Tangannya semakin mengerat pada pundak Nata seakan memberi perlindungan.

“No.. Nat.. bukan salah kamu Nata..” “Bukan salah kamu.. ini ketentuan Tuhan, Nat”

“Hei, denger aku Nat. Jangan kayak gini, Ajeng pasti sedih diatas sana liat kamu kayak gini Nat, kamu mau bikin Ajeng sedih disana hm?”

Zaffran terus mengelus puncak kepala Nata sambil membisikan kata yang sekiranya dapat membuat Nata tenang.

“Nat, Ajeng pasti gak mau lihat kamu seperti ini Nat. Dia pasti sedih, jadi jangan kayak gini ya Nat. Jangan buat Ajeng sedih Nat”

Nata melepas pelukan Zaffran kemudian menatap Zaffran dengan nafas sesegukan, air matanya sudah tidak mengalir lagi. Zaffran mengusap sisa air mata di pipi gadis itu dengan tangannya dengan lembut.

“Ini keputusan Ajeng sendiri, bukan salah siapa-siapa sayang. So, berhenti nyalahin diri kamu sendiri. Selain kamu bikin Ajeng sedih di atas sana. Kamu juga bikin semua jadi khawatir sama kamu Nat.” “Jangan kayak gini ya Nat, ikhlas ya” Zaffran terus memberikan pengertian kepada Nata disertai usapan lembut pada pipi gadis itu. Nata masih terdiam menatap mata Zaffran lamat.

“J..jadi bukan s-salahku? hks” Zaffran menggeleng memberikan jawaban masih mengusap pipi Nata lembut kemudian berganti mengusap puncak kepala Nata dengan sayang.

“Bukan Nat, ini takdir Tuhan.”

Nata kembali memeluk Zaffran dan menumpukan kepalanya pada dada bidang Zaffran. Dengan senang hati Zaffran membalas pelukan Nata. Matanya tertutup merasakan sesak di dadanya yang sedari tadi ia tahan.

“Z-zaff aku capek..” Setelah mengucap kata itu Nata menutup matanya dan tertidur didalam pelukan Zaffran.

Jiro dan Zaenal kemudian meninggalkan Zaffran dan Nata sendiri di dalam kamar Nata. Kemudian Zaenal menyuruh Jiro untuk menghubungi dokter guna mengecek kondisi fisik dan batin Nata.

Tanpa mereka sadari, ada satu orang yang memperhatikan Zaffran dan Nata dengan tangan mengepal di depan pintu kamarnya.

Tak di sangka melihat Nata bisa tenang di pelukan Zaffran membuat dada Kenzo berdenyut nyeri dan sesak. Kali ini Nata tidak membutuhkannya, yang Nata butuhkan hanyalah sebuah peluk dari sosok Zaffran. Maka tak dapat ia pungkiri bahwa ia belum bisa menggantikan Zaffran di hati Nata.


©markablee