Loudly
cw // mature contents. Explicit mention of sexual activity
Please be wise!
Vallerie keluar dari kamar mandi dengan kaki yang dihentak-hentakkan membuat Haidan lantas mengalihkan perhatiannya dari ponsel pintar miliknya ke arah sang istri. Laki-laki itu mengangkat satu alisnya bingung, sementara Vallerie masih cemberut sambil berjalan mendekati suaminya dengan tubuh yang masih terbalut bathrobe putih khas hotel-hotel bintang lima.
Haidan menurunkan ponselnya untuk menatap Vallerie. Diam-diam lelaki itu tersenyum geli, rupanya Vallerie masih merasa sebal perihal Ameena yang memesan kamar di sebelah kamar mereka. Perempuan itu bahkan melipat kedua tangannya di depan dada sambil memajukan bibirnya gemas. Ujung-ujung rambut Vallerie yang sedikit basah ia biarkan begitu saja hingga buliran airnya menetes mengenai sisi wajahnya.
Haidan mendekat merengkuh pindah Vallerie dari samping, tangan lainnya yang menganggur ia bawa turun mengusap paha Vallerie yang terekspos begitu saja. Diam-diam Haidan menelan salivanya kasar, tenggorokannya terasa kering, dan debar jantungnya mendadak berpacu lebih cepat dari biasanya. Apalagi saat laki-laki itu tak sengaja menatap ke arah belahan dada sang istri yang sedikit terlihat akibat bathrobe-nya yang melonggar.
“Cemberut mulu.” Tangan Haidan di bawah sana perlahan mengusap paha Vallerie naik turun secara konstan, Vallerie terkadang berjengit, ia menelan salivanya kasar tatkala mendengar perubahan dari suara Haidan yang memberat.
“Nggak bakal ilang sebelnya sampe tuh cewek nyerah ngejar-ngejar kamu,” jawab Vallerie ketus dan pelan. Ia lantas menghembuskan napas berat manakala merasa Haidan tiba-tiba mendekat pada lehernya dan memberikan kecupan-kecupan kecil dengan sedikit lumatan di sana.
“Dan ….” “Hmm?”
Tanpa merubah posisinya, Haidan hanya membalas panggilan Vallerie dengan satu deheman. Laki-laki itu justru membelitkan kakinya dengan kaki Vallerie. Tangannya yang berada di pundak perempuan itu perlahan menarik Vallerie agar merebahkan diri. Sementara tangan satunya merambat naik menuju tali bathrobe dan melepasnya dengan satu tarikan. Haidan mengusap perut ramping Vallerie dengan gerakan memutar tanpa menghentikan aksinya yang sedang menciumi leher jenjang sang istri hingga memberikan bekas di sana.
Vallerie merintih pelan saat merasakan ada sensasi menggelitik akibat usapan tangan Haidan di perutnya. Ia mengempiskan perut rampingnya manakala kulitnya merasakan sentuhan-sentuhan ringan jemari Haidan. Jari-jari kakinya bahkan menukik saat ia merasa pergerakan tangan Haidan semakin naik ke atas dan menyentuh buah dadanya yang tak berlapis apapun. Rintihan Vallerie seketika berubah menjadi desah dengan penuh keresahan.
“Sayang jangan banyak-banyak,” Vallerie berucap lirih saat merasa hisapan bibir Haidan di lehernya semakin kuat dan tak terkendali.
Haidan lantas mengangkat kepalanya, menatap Vallerie lekat dengan netranya yang mulai menggelap dan dadanya yang naik turun akibat napasnya yang kian memburu. Vallerie balas menatap Haidan dengan mata sayunya. Kedua tangan perempuan itu terangkat mengusap rahang Haidan lembut sebelum menarik laki-laki itu, meraih bibirnya untuk dia cumbu.
Haidan menyesap bibir Vallerie lembut dan dalam. Netra mereka sama-sama terpejam, menikmati segala rasa yang tercipta di tengah-tengah cumbuan mereka. Degup jantung mereka berdetak cepat seirama diikuti dengan suhu tubuh yang perlahan naik meskipun pendingin di kamar ini menyala.
Tidak ada jarak di antara mereka, Haidan bahkan bisa merasakan kulit lembut Vallerie menyentuh dadanya yang masih berbalut kaos hitam miliknya. Laki-laki itu kembali menelan salivanya kasar tatkala merasakan sesuatu mengeras di bawah sana, napasnya semakin memburu manakala merasakan gerakan tubuh Vallerie yang bergesek dengan miliknya tidak sengaja.
Saat dirasa asupan oksigennya kian menipis, Vallerie mendorong Haidan pelan, melepaskan tautan mereka. Vallerie terengah dengan bibir basahnya yang sedikit terbuka.
“Mau buat Ameena nyesel karena milih kamar di sebelah kita?” tawar Haidan, Vallerie terkikik sebelum menjawab. Tangannya ia kalungkan pada leher Haidan mengusap tengkuk sang suami dengan pelan sebelum kemudian mengangguk antusias.
“Kamu mau bikin aku desah keras-keras malam ini?”
Haidan otomatis tergelak mendengar permintaan Vallerie, laki-laki itu menyembunyikan tawanya di dada Vallerie. Ucapan Vallerie mendadak lucu bagi Haidan. Apalagi, saat laki-laki itu mendengarkan permintaan itu meluncur keluar dari mulut Vallerie dengan ekspresi wajah sang istri yang kelewat lucu.
Biar bagaimana pun, ide Vallerie terlihat sangat konyol, tapi yang lebih konyol adalah Haidan menyetujui ide itu. Siapa suruh Vallerie sangat cantik tiap selesai mandi, Haidan kan jadi tidak tahan.
“Jangan ketawa, geli Haidann.” Vallerie menarik kepala Haidan agar berpindah dari dadanya, perempuan itu merengek lantaran merasa geli akibat perbuatan Haidan.
Sementara dengan jahilnya, Haidan mengecup permukaan dada Vallerie berulang-ulang, kecupan itu berubah menjadi lumatan-lumatan dan hisapan kuat di sekitarnya, Haidan bahkan tak lupa menyapa berlian biru kesukaannya. Rengekan Vallerie mendadak berubah menjadi desahan kuat, matanya lantas memejam, tangannya meremas surai Haidan bermaksud menyalurkan seluruh sensasi menggelitik namun nikmat yang ia rasakan.
Laki-laki itu menghentikan kegiatannya, ia mendongak menatap Vallerie yang berada di bawah kungkungannya. Dengan satu senyum terbaiknya, Haidan kembali meyakinkan Vallerie atas tawarannya. “Mau?”
“Mau.”
Lalu dengan cepat, Haidan melepas kaus beserta short pants hitam miliknya dengan asal. Laki-laki itu tersenyum lagi sebelum mencuri satu kecupan lembut di bibir Vallerie.
Kecupan Haidan perlahan turun menuju leher dan merembet ke dada Vallerie. Perempuan itu hanya bisa berjengit sembari mengatur napasnya pelan. Dadanya naik turun dengan kakinya yang bergerak acak sebab menahan gejolak yang perlahan-lahan muncul dari bagian selatannya.
“Mau?” Haidan kembali menatap Vallerie dengan tatapan jahilnya. Laki-laki itu bahkan mengajukan satu pertanyaan yang sama dengan ekspresi yang paling mengesalkan bagi Vallerie.
“Nanya mulu!” Vallerie berseru ia berdecak kesal sambil memukul bahu Haidan gemas. Haidan sontak tergelak kembali. Lelaki itu kembali memajukan wajahnya, memberikan banyak kecupan pada ceruk leher Vallerie.
“Gemes,” lelaki itu bergumam, tangannya tak tinggal diam, mengusap tiap-tiap inci tubuh Vallerie dengan seduktif dan perlahan turun ke bawah. Menyapa bagian paling sensitif pada tubuh Vallerie hingga perempuan itu mendongak dengan mulut terbuka.
“AH, HAIDAN—” “Jangan berisik, sayang.”
Mendengar Vallerie melenguh dengan sedikit keras, Haidan reflek menutup mulut Vallerie dengan tangannya. Perempuan itu sedikit terbelalak, kemudian ia tepis tangan Haidan dan menatapnya dengan tatapan sebal.
“Kenapa sih?” “Pelanin suara kamu.” “Ya kan emang itu tujuannya.”
Haidan hanya menghela napasnya, lelaki itu tidak bisa berbuat banyak karena tahu Vallerie paling tidak bisa dibantah. Haidan lantas kembali menyatukan bibirnya dengan milik Vallerie, berusaha membungkam desah dan lenguhan keras istrinya itu dengan lumatan-lumatan kecil dan dalam yang mampu membangkitkan gairah keduanya. Tangan Haidan kembali beraksi di bawah sana, membuat Vallerie balik berjengit dan menahan napasnya untuk sesaat.
Vallerie melenguh tertahan, tangannya tak diam. Ia mengusap dada polos Haidan seduktif, dan terkadang menjalar menuju tengkuk lelaki itu dan meremat surai hitam Haidan dengan sedikit keras berusaha menumpahkan segala perasaan yang membuncah di dadanya.
Haidan melepaskan tautannya, menatap Vallerie yang terengah dengan mulut sedikit terbuka dan bibir bawahnya yang basah dan sedikit bengkak. Pemandangan yang selalu membuatnya candu dan bergairah dalam waktu yang bersamaan.
Lelaki itu kembali menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Vallerie. Mengecup dan menyesap leher istrinya hingga menimbulkan bercak keunguan di sana. Vallerie melenguh keras manakala ia merasakan sesuatu di bawah sana memasukinya. Dia merintih, menahan kenikmatan duniawi yang Haidan suguhkan untuknya.
Penyatuan mereka hampir sempurna ditandai dengan desah dan napas terputus-putus Vallerie yang menginterupsi. Tangan Vallerie masih meremas surai Haidan sebagai pelampiasan nikmatnya. Kedua tungkai kakinya yang membelit pinggul Haidan di bawah sana kian merapat.
Haidan bergerak maju dan mundur secara konstan. Menambah intensitas hubungan seksual mereka semakin intim dan dalam. Lenguh dan desah keduanya beradu dan memenuhi tiap-tiap sudut kamar ini. Haidan bahkan tidak peduli lagi dengan desahan keras dan makian yang Vallerie keluarkan tiap dirinya menambah tempo gerakannya.
“Haidan ….” “Sayang ….”
Haidan mendongak, menatap wajah Vallerie di bawahnya, tubuh perempuan itu bergerak konstan seirama dengan hentakan yang Haidan berikan. Vallerie melenguhkan nama Haidan nyaring. Sesekali perempuan itu meringis, bukan menahan sakit namun nikmat yang tak tertahan disana, dan Haidan sangat puas akan hal itu.
“Hm?”
Vallerie menggeleng dan kembali memejam, tangannya menuntun tangan kekar Haidan untuk berada di atas dadanya, meminta lelaki itu memberikan satu gerakan di sana. Haidan menurutinya, ia meremas buah dada Vallerie dengan pelan dan berulang secara bergantian, membuat perempuan itu limbung dan hampir kehilangan kewarasan saking nikmatnya.
“You like it?” “A lot, keep going, sayang.”
Haidan mendekat, ia menciumi puncak dada Vallerie dengan gerakan yang tak ia hentikan di bawah sana. Perempuan itu makin kelimbungan dibuatnya. Vallerie bahkan hampir berteriak saat Haidan menaikan ritme gerakannya di bawah sana.
“Sayang ….”
Seakan tahu maksud dari panggilan Vallerie di sela-sela desahnya, Haidan kian mempercepat gerakannya sambil menjawab dengan suaranya yang kian memberat. “Tahan sebentar ….”
“Please.”
Vallerie memohon di sela-sela rintihannya. Memohon untuk segera diizinkan untuk pelepasannya. Haidan tak menghiraukan. Dan pada tiga hentakan terakhir yang lelaki itu perbuat, Vallerie berteriak nyaring dengan tubuhnya yang melengking dan bergetar hebat. Gadis itu telah sampai pada pelepasannya bersamaan dengan perasaan hangat pada rahimnya.
Haidan menggeram tertahan, ia kembali menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Vallerie. Dengan lemas tangan Vallerie membelai surai lelakinya, sebelum akhirnya ia terpejam.
Sudah sepuluh menit Haidan hanya terdiam memperhatikan wajah cantik istrinya uang terpejam dengan damai. Penyatuan mereka sudah terlepas, Haidan bahkan sudah membersihkan miliknya dan milik Vallerie dengan tisu sebelum akhirnya ikut berbaring di sebelah perempuan itu dan memperhatikan wajah cantiknya dalam diam. Sesekali ia mengecup bibir Vallerie singkat tanpa berniat membangunkan, sesekali pula lelaki itu merapikan anak-anak rambut Vallerie yang menghalangi wajah cantiknya. Tidak ada kata bosan bagi Haidan untuk memandang Vallerie, dia bahkan bisa melakukannya sepanjang waktu dan sepanjang hari. Vallerie selalu cantik dalam kondisi apapun, dan dia akan menjadi yang paling cantik bagi Haidan ketika berada dalam kungkungannya tanpa sehelai kain yang menutupinya.
“Aku ketiduran?”
Perempuan itu akhirnya membuka mata, dan mendapati Haidan yang pertama kali ia lihat. Vallerie menggeliat mendekatkan tubuhnya dengan Haidan dengan seulas senyum yang terpatri di wajahnya.
“Sorry,” ucapnya lirih. Haidan mendekat mencuri satu kecupan singkat pada bibir Vallerienya, hanya kecupan tanpa lumatan dan hisapan di antaranya.
“No. Thank you. Kamu hebat banget tadi,” jawab Haidan setengah berbisik. Tangannya terulur mengusap pinggang polos Vallerie dan merambat menuju perut perempuan itu. Haidan merendahkan kepalanya dan mensejajarkannya dengan perut Vallerie. Membubuhkan banyak kecupan disana dengan gemas.
“Semoga cepet jadi.” Haidan mengusap perut Vallerie sambil berbisik di sana. Vallerie menunduk memperhatikan Haidan dan ikut tersenyum, perempuan itu meraih surai Haidan dan mengusap surai itu gemas tanpa maksud apapun.
“Kamu mau anak perempuan atau laki-laki?”
versi lebih lengkap kunjungi: https://karyakarsa.com/markablee/loudly-lhc-oneshot-au